cara membuka lock pada modem huawei paket bundling

Unlock modem Huawei e169, e220, e1750, dll. Telkomsel Flash

Sudah begitu lama saya mencari-cari informasi tentang bagaimana cara untuk unlock / unlocking atau sejenisnya, yang jelas membuat modem huawei e169 saya bisa digunakan untuk Provider lain. Disini saya pengen pakai M2 nya dari Ind**at. Untuk bisa menggunakan provider lain modem kita harus di unlock terlebih dahulu. Saat saya mencari-cari di internet banyak yang menjelaskan caranya. Caranya banyak pula dan memusingkan. Antara lain, ada yang menjelaskan dengan cara meng upgrade firmwarenya, tapi pas saya coba tetep ga bisa. yang kedua ada yang menjelaskan dengan cara flashing,, ah takut saya kalo yang itu, bisa-bisa mati total modem ku. Yang ketiga ada yang menjelaskan dengan cara memasukan nomor/code unlock nya. Code unlock bisa kita masukan pada saat kita memasukan kartu lain pada modem, dan menjalankan Programnya, maka program akan meminta code unlock nya. Jika kita tahu code itu, dengan segera modem itu bisa digunakan untuk kartu lain.
Nah masalahnya gimana caranya agar kita tahu code unlock itu. Nah saya sempat browsing mencari-cari tentang cara mengetahui code unlock tersebut, banyak sih hasil yang ditemukan, tapi ya dengan cara membayar. Caranya kurang lebih seperti ini: Kita memberitahukan nomor IMEI modem kita, setelah itu dengan sesaat kita diberikan code unlocknya. Setelah itu kita bisa langsung memasukan code itu dan dengan segera modem ter unlock dan bisa dipakai untuk semua kartu / provider.
Saya juga menyediakan jasa Itu, Kebetulan temen saya bisa Generate kode unlock.

Buat Agan-agan yang mau di unlock modemnya silakan, Murah Kok gan Cuma Rp 50.000, bisa transfer, lewat BRI, atau bisa juga bayar pake pulsa aja Ke no SIMPATI 0813 1711 1228.

Modem yang bisa diunlock : E169, E160, E1750, E1550, DLL.

Kalo minat SMS aja ya ke no 0813.1711.1228 atau 085769239228
Pertanyaan diluar UNLOCK ga dibales. Thx.

Caranya gampang :
1. Agan transfer/kirim pulsanya
2. kasih No IMEI Modem agan ke saya
3. Saya Kasih Kode Unlock nya ke agan.

Cara Unlock :
1. Ganti kartu dengan provider lain selain Telkomsel
2. Colokkan modem ke PC, Buka program TelkomselFlash
3. Otomatis Program akan minta Kode, Masukkan Kode dari saya, Klik OK
4. Modem agan udah bisa dipake semua operator, tinggal tambah profile deh sesuai operator, kayak APN, dll.

Catatan : Selama Tulisan ini masih ada, Saya masih Bisa Unlock Modem Teman2. Jadi Kalo mau unlock Langsung aja.

(I Just want to help You friends)

Email : freddy81.navz@gmail.com

Klrg Homo..

Seorang bapak masuk bar dan memesan 15 botol bir, lalu bartenderbingung dan bertanya,
“Sepertinya bapak lagi bingung yach?”
Lalu bapak itumenjawab, “Iya, hari ini saya baru mengetahui kalo anak saya ternyata seorang homo”.
Beberapa hari kemudian bapak itu datang lagi ke bar dan memesan 20 botolbir, bartender itu bertanya lagi,
“Ada apa lagi pak?”
Lalu bapak itu berkata,”Ternyata anak kedua saya juga seorang homo”.
Keesokan harinya bapak itu datang lagi dan memesan 50 botol bir,bartender itu bertanya, bingung,
“Sepertinya di rumah bapak tidak ada yang menyukai wanita yach pak?”
Lalu bapak itu berkata, “Ada……..istri saya”

update sumber benih

Informasi Sumber Benih Tanaman Hutan
Wilayah Kerja : Balai Perbenihan Tanaman Hutan Sumatera
Tahun : s/d Desember 2010
Nomor Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Nama Kelas Sumber Nama Botani Nama Daerah Pemilik Sumber Musim Buah Luas Nomor Sertifikat Tanggal Keterangan Menuju
Sumber Sumber Benih Benih Bunga Masak (Ha) Sumber Benih Lokasi
Benih Benih
11.06.004 Nanggroe Aceh Aceh Besar Kuta Malaka Tumbo Tumbo Baro Tegakan Benih Eucalyptus sp Ekaliptus CV. Gelora Tani Januari April 30.00 89/BPTH.Sum- Monday, Dari banda Aceh menuju ke
Darussalam Baru Teridentifikasi 2/SSB/2009 December 28, Kab. Aceh Besar ditempuh
2009 selama 1 jam dari Kota aceh
Besar ke lokasi ditempuh
sejauh 15 Km atau selama 25
menit.
11.06.005 Nanggroe Aceh Aceh Besar Indrapuri Krueng Lam Krueng Lam Tegakan Benih Tectona grandis Jati CV. Gelora Tani April – Juni Juni – 2.50 90/BPTH.Sum- Monday, Dari Banda Aceh menuju ke
Darussalam Kareung Kareung Teridentifikasi September 2/SSB/2009 December 28, Desa Krueng Lam Kareung
2009 sejauh 26 Km melalui jalan
aspal. Dari Desa Krueng Lam
Kareung ke lokasi ditempuh
selama 15 menit.
11.06.006 Nanggroe Aceh Aceh Besar Kuta Malaka Lubuk Buni Cendana Lubuk Tegakan Benih Santalum album Cendana Zainun Abu Bakar, CV. Januari-mei Nop- 2.00 135/BPTH.Sum- Monday, Dari Kota Bd. Aceh ke UPT 2
Darussalam Buni Teridentifikasi Gelora Tani, Jl. Banda Desember 2/SSB/2010 December 27, Indrapuri 24 Km, dari UPT2 ke
Aceh-Meulaboh Km. 9,5 2010 simpang Modvit 4 km, dari
Lampulo Lhoknga Aceh simpang ke lokasi 2 km, dapat
Besar Hp. 081360114036 dilalui dengan kendaraan roda
2 dan 4
11.07.006. Nanggroe Aceh Pidie jaya Bandar Dua Kumba Kumba Tegakan Benih Pterospermum sp. Bayur CV. Usaha Gelora Tani Juli – Nopember 2.00 91/BPTH- Monday, Dari Banda Aceh ke Meiredu
Darussalam Teridentifikasi Agustus SUM.2/SSB/2009 December 28, Kab. Aceh Pidie ditempuh
2009 selama 2-3 jam. Dari Meiredu
ke Medan berhenti di Simp.
Masjid Ulee Glee (pasar Ulee
Glee) berjarak 14 Km
kemudian menuju ke Simp.
Uten Kayu sejauh 7 Km. Dari
Simp. Uten Kayu belok kanan
ke arah Ulee Kumba sampai di
lapangan bola dekan SD Ulee
Kumba dgn jarak 1 Km. dari
Lap. Bola ke lokasi berjarak
800 meter.
Quality Seed Source Produces Quality Seeds Page 1 of 18

Nomor Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Nama Kelas Sumber Nama Botani Nama Daerah Pemilik Sumber Musim Buah Luas Nomor Sertifikat Tanggal Keterangan Menuju
Sumber Sumber Benih Benih Bunga Masak (Ha) Sumber Benih Lokasi
Benih Benih
11.09.001 Nanggroe Aceh Gayo Lues Pining Uring Uring Tegakan Benih Pinus merkusii Pinus/Tusam Masyarakat Desa Uring Januari – Januari – 100.00 59/V/BPTH.Sum- Tuesday, Dari Blangkejeren menuju ke
Darussalam Teridentifikasi Kec. Pining Kab. Gayo Desember Desember 3/SSB/2007 September 04, Desa Uring Kec. Pining
Lues 2007 ditempuh selama 2 jam melalui
jalan aspal kemudian
dilanjutkan dengan jalan batu
diperkeras lalu jalan aspal
kembali. Dari Desa Uring
menuju lokasi sejauh 500
meter melalui jalan aspal.
11.73.003 Nanggroe Aceh Kota Subulusalam Penanggalan Jontor Kedabuhan Tegakan Benih Dryobalanops sp. Kapur singkel Dinas Perkebunan dan Juli Nopember 120.00 85/V/BPTH.Sum- Monday, Dari Medan menuju ke
Darussalam Teridentifikasi Kehutanan Kota 3/SSB/2008 November 24, Sidikalang dilanjutkan ke Kota
Subulusalam Jl. T. Umar 2008 Subulusalam selama 8 jam
no. 61 Kota dilanjutkan ke lokasi sumber
Subulusalam Telp. 0627- benih selama 20 menit
12.02.002 Sumatera Utara Samosir Ronggur Ni Huta Ronggur Ni Komplek eks Tegakan Benih Pinus merkusii Pinus/Tusam Dinas Kehutanan dan Juli – Mei – Juni 25.00 21/V/BPTH.Sum- Sunday, January Dari Medan ke Prapat dengan
Huta Pesanggrahan 1 Teridentifikasi Perkebunan Kab. Toba Agustus 3/SSB/2006 08, 2006 mobil 4 jam dengan jarak
Samosir Jl. Bukit Barisan tempuh 210 Km, kemudian
No. 6 Balige Telp/Fax. kapal very penyeberangan
(0632) 21338 Danau Toba selama 1 jam
dilanjutkan dari Tomok ke
kecamatan Pangururan melalui
jalan aspal berbatu selama 1
jam dengan jarak tempuh 30
Km kemudian dilanjutkan ke
Desa Ronggur Ni Huta
langsung ke lokasi melalui
jalan berbatu selama 1 jam
dengan jarak tempuh 21 Km
12.11.007 Sumatera Utara Simalungun Girsang Siboganding Siboganding Tegakan Benih Eucalyptus pellita Ekaliptus PT. Toba Pulp Lestari, April – Mei Agustus – 2.00 46/V/BPTH.Sum- Sunday, January Medan – Kab. Simalungun
Simpangan Bolon A.013 Terseleksi Desa Sosor Ladang Kec. September 3/SSB/2006 08, 2006 turun di Pematang Siantar
Porsea Kab. Samosir menuju Simp. Aek Nauli
Telp (62-632) 21310, sekitar 1 jam atau 45 Km. Dari
21320 Simp. Aek Nauli ke lokasi
sekitar 20 Km
12.11.008 Sumatera Utara Simalungun Sidamanik Negeri Negeri Dolok Kebun Benih Klon Pinus merkusii Pinus/Tusam PT. Toba Pulp Lestari, Januari Juni – Juli 2.10 47/V/BPTH.Sum- Sunday, January Medan – Kab. Simalungun
Dolok AN. 003 Desa Sosor Ladang Kec. 3/SSB/2006 08, 2006 turun di Pematang Siantar
Porsea Kab. Samosir menuju Simp. Aek Nauli
Telp (62-632) 21310, sekitar 1 jam atau 45 Km. Dari
21320 Simp. Aek Nauli ke lokasi
sekitar 20 Km
Quality Seed Source Produces Quality Seeds Page 2 of 18

Nomor Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Nama Kelas Sumber Nama Botani Nama Daerah Pemilik Sumber Musim Buah Luas Nomor Sertifikat Tanggal Keterangan Menuju
Sumber Sumber Benih Benih Bunga Masak (Ha) Sumber Benih Lokasi
Benih Benih
12.77.012 Sumatera Utara Serdang Bandar Khalifah Kayu Besar Radar Angkatan Tegakan Benih Rhizophora sp. Bakau Dinas Kehutanan dan Pebruari – Maret-Juni 5.00 93/BPTH.Sum- Monday, dari Medan ke Kab. Serdang
Bedagai Laut Desa Teridentifikasi Perkebunan Kab. Mei 2/SSB/2009 December 28, Bedagai ditempuh selama jam
Kayu Besar Serdang Bedagai 2009 melalui jalan aspal. Dari Kab.
Serdang Bedagai menuju ke
Desa Kayu Besar ditempuh
selama 40 menit melalui jalan
aspal cor dan jalan berbatu,
dari Desa Kayu Besar menuju
ke lokasi ditempuh sejauh 5
Km melalui jalan tanah.
12.77.013 Sumatera Utara Serdang Pantai Cermin Kota Pari Kota Pari Tegakan Benih Rhizophora sp. Bakau Dinas Kehutanan dan Pebruari – Maret-Juni 0.50 92/BPTH.Sum- Monday, dari Medan ke Kab. Serdang
Bedagai Teridentifikasi Perkebunan Kab. Mei 2/SSB/2008 December 28, Bedagai ditempuh melalui jalan
Serdang Bedagai 2009 aspal selama 2 jam dilanjutkan
menuju ke Kota Pari selama
30 menit. Dari Kota pari
menuju lokasi ditempuh selama
15 menit melalui jalan tanah.
12.78.014 Sumatera Utara Labuan Batu Torgamba Torganda SPA SKB B-03 Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia / Carpa PT. Riau Andalan Pulp Nopember – Maret – 41.00 114/BPTH.Sum- Monday, Dari Medan menuju Kab.
Selatan and Paper, Kec. Pebruari Agustus 2/SSB/2010 November 01, Labuan Batu Selatan ditempuh
Pangkalan Kerinci, Kab. 2010 selama 8 jam kemudian
Pelalawan Propinsi Riau dilanjutkan ke Kec. Bagan
Batu sejauh 4 jam. Dari Bagan
Batu menuju ke lokasi PT.
Sumatera Riang Lestari di sei
Kebaro ditempuh sejauh 25
Km. Dari Sei Kebaro menuju
lokasi sumber benih SPA SKB
B-03 ditempuh selama 20
menit melalui jalan tanah
12.78.015 Sumatera Utara Labuan Batu Torgamba Torganda SPA SKB B-17 Areal Produksi Benih acacia mangium Akasia PT. Riau Andalan Pulp Desember – April – 53.30 115/BPTH.Sum- Monday, Dari Medan menuju Kab.
Selatan and Paper, Kec. Maret Agustus 2/SSB/2010 November 01, Labuan Batu Selatan ditempuh
Pangkalan Kerinci, Kab. 2010 selama 8 jam kemudian
Pelalawan Propinsi Riau dilanjutkan ke Kec. Bagan
Batu sejauh 4 jam. Dari Bagan
Batu menuju ke lokasi PT.
Sumatera Riang Lestari di sei
Kebaro ditempuh sejauh 25
Km. Dari Sei Kebaro menuju
lokasi sumber benih SPA SKB
B-03 ditempuh selama 20
menit melalui jalan tanah
Quality Seed Source Produces Quality Seeds Page 3 of 18

Nomor Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Nama Kelas Sumber Nama Botani Nama Daerah Pemilik Sumber Musim Buah Luas Nomor Sertifikat Tanggal Keterangan Menuju
Sumber Sumber Benih Benih Bunga Masak (Ha) Sumber Benih Lokasi
Benih Benih
12.78.016 Sumatera Utara Labuan Batu Torgamba Torganda SPA SKB B-70 Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia / Karpa PT. Riau Andalan Pulp Nopember – Maret – 10.00 116/BPTH.Sum- Monday, Dari Medan menuju Kab.
Selatan and Paper, Kec. Pebruari Agustus 2/SSB/2010 November 01, Labuan Batu Selatan ditempuh
Pangkalan Kerinci, Kab. 2010 selama 8 jam kemudian
Pelalawan Propinsi Riau dilanjutkan ke Kec. Bagan
Batu sejauh 4 jam. Dari Bagan
Batu menuju ke lokasi PT.
Sumatera Riang Lestari di sei
Kebaro ditempuh sejauh 25
Km. Dari Sei Kebaro menuju
lokasi sumber benih SPA SKB
B-70 ditempuh selama 15
menit melalui jalan tanah
12.78.017 Sumatera Utara Labuan Batu Torgamba Torganda SPA SKB B- Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia/Karpa PT. Riau Andalan Pulp Nopember – Maret – 13.00 117/BPTH.Sum- Monday, Dari Medan menuju Kab.
Selatan 112 and Paper, Kec. Pebruari Agustus 2/SSB/2010 November 01, Labuan Batu Selatan ditempuh
Pangkalan Kerinci, Kab. 2010 selama 8 jam kemudian
Pelalawan Propinsi Riau dilanjutkan ke Kec. Bagan
Batu sejauh 4 jam. Dari Bagan
Batu menuju ke lokasi PT.
Sumatera Riang Lestari di sei
Kebaro ditempuh sejauh 25
Km. Dari Sei Kebaro menuju
lokasi sumber benih SPA SKB
B-70 ditempuh selama 15
menit melalui jalan tanah
13.02.008 Sumatera Barat Solok Sepuluh Kota Nagari Aripan PPN Aripan Tegakan Benih Pinus merkusii Pinus Dinas Kehutanan dan Mei – Juni Juni – 4.00 48/V/BPTH.Sum- Sunday, January Dari Padang ke Solok
Singkarak Teridentifikasi Perkebunan Kab. Solok, Agustus 3/SSB/2006 08, 2006 ditempuh sejauh 62 Km, dari
Jl. Solok – Padang Telp. Solok ke Lokasi PPN Aripan
(0755) 31113 ditempuh sejauh 7 Km melalui
jalan aspla dan mudah
dijangkau.
13.02.009 Sumatera Barat Solok Tigo Lurah Nagari Pulieh Simanau Tegakan Benih Shorea leprosula Meranti Negeri Agustus – Nopember – 5.00 49/V/BPTH.Sum- Sunday, January Dari Padang ke Solok
Simanau Teridentifikasi Simanau/Kelompok Tani Oktober Januari 3/SSB/2006 08, 2006 ditempuh sejauh 62 Km, dari
Teratak Sepakat, Kec. Solok ke Nagari Simanau
Tigo Lurah Kab. Solok sejauh 56 Km melalui jalan
aspla, dari Nagari Simanau ke
lokasi sumber Benih selama 2
jam melalui jkalan hutan dan
hanya bisa ditempuh dengan
jalan kaki sejauh 10 Km.
13.04.007 Sumatera Barat Tanah Datar Sungai Tarab Nagari Kumango sungai Tegakan Benih Toona Sureni Surian Bapak Safnir, Desa Pebruari – Mei – Juli 2.00 25/V/BPTH.Sum- Sunday, January Padang – Batu Sangkar sejauh
Kumango Tarab Teridentifikasi Nagari Kumango Kec. Juni 3/SSB/2006 08, 2006 100 Km menuju Sungai Tarab
Sungai Tarab Kab. sejauh 6 Km kemudian
Tanah Datar menuju Nagari Kumango
Quality Seed Source Produces Quality Seeds Page 4 of 18

Nomor Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Nama Kelas Sumber Nama Botani Nama Daerah Pemilik Sumber Musim Buah Luas Nomor Sertifikat Tanggal Keterangan Menuju
Sumber Sumber Benih Benih Bunga Masak (Ha) Sumber Benih Lokasi
Benih Benih
13.07.006 Sumatera Barat Lima Puluh Kota Payahkumbuh Balai Panjang Ngalau Balai Tegakan Benih Swietenia mahagoni Mahoni Dinas Kehutanan Kab. Maret – Juni Juli – 1.50 24/V/BPTH.Sum- Sunday, January Padang – Payahkumbuh sejauh
Barat Panjang Teridentifikasi Lima Puluh Kota Oktober 3/SSB/2006 08, 2006 120 Km, dari Payakumbuh
menuju Nagalau Balai Panjang
sejauh 5,4 Km melalui Jalan
aspal.
13.08.004 Sumatera Barat Pasaman Ranah Batahan Jorong Muaro Tomang Tegakan Benih Shorea sp. Meranti Kelompok Tani Sumber Juni – Oktober – 10.00 22/V/BPTH.Sum- Sunday, January Dari Kota Padang ke Ujung
Sigantang Teridentifikasi Benih Meranti c.q Yeri September Januari 3/SSB/2006 08, 2006 Gading ditempuh dengan jarak
Sandi Ds. Jorong 321 Km selama 4 jam
Sigantang Kec. Ranah dilanjutkan ke Silaping sejauh
Bantahan Kab. Pasaman 40 Km selama 1 jam menuju
Sp. Tambang Padang 3 Km
dengan ojek terus ke Jorong
Sigantang sejauh 12 km.
13.08.005 Sumatera Barat Pasaman Ranah Batahan Jorong Ulu Taming Tegakan Benih Shorea sp Meranti Kelompok Tani Sumber Juni – Oktober – 3.50 23/V/BPTH.Sum- Sunday, January Dari Kota Padang ke Ujung
Sigantang Teridentifikasi Benih Meranti c.q Yeri Agustus Januari 3/SSB/2006 08, 2006 Gading ditempuh dengan jarak
Sandi Ds. Jorong 321 Km selama 4 jam
Sigantang Kec. Ranah dilanjutkan ke Silaping sejauh
Bantahan Kab. Pasaman 40 Km selama 1 jam menuju
Sp. Tambang Padang 3 Km
dengan ojek terus ke Jorong
Sigantang sejauh 12 km.
13.09.010 Sumatera Barat Pasaman Barat Kenagarian Jorong Bukit Keluang Tegakan Benih Calophyllum Bintangor Kelompok Tani Tinggam Pebruari – April – Juni 3.00 87/V/BPTH.Sum- Monday, Dari Padang ke Pasaman
Sinuruik Harapan Teridentifikasi inophyllum Ulu Rajang Bastari d/a Maret 3/SSB/2008 November 24, Barat selama 7 jam dilanjtkan
Tinggam Jorong Harapan Tinggam 2008 ke Jorong Harapan Tinggam
Kenagarian Sinuruik selama 1 jam. Dari Jorong
Kec. Talamau Kab. Harapan Tinggam ke lokasi
Pasaman Barat HP. Bukit Keluang selama 45 menit
13.09.011 Sumatera Barat Pasaman Barat Kenagarian Jorong Bukit Air Tegakan Benih Shorea sp Banio Kelompok Tani Tinggam Pebruari – April – Juni 60.00 88/V/BPTH.Sum- Monday, Dari Padang ke Pasaman
Sinuruik Harapan Kacang Teridentifikasi Ulu Rajang Bastari d/a Maret 3/SSB/2008 November 24, Barat selama 7 jam dilanjtkan
Tinggam Jorong Harapan Tinggam 2008 ke Jorong Harapan Tinggam
Kenagarian Sinuruik selama 1 jam. Dari Jorong
Kec. Talamau Kab. Harapan Tinggam ke lokasi
Pasaman Barat HP. Bukit Air Kacang selama 90
081266049049 menit
14.02.019 Riau Indragiri Hilir Mandah Bakau Aceh Batang Rimba Tegakan Benih Rhizophora apiculata Bakau PT. Asri Nusa Mandiri Desember – 10.00 50/V/BPTH.Sum- Sunday, January Menuju lokasi dengan
Teridentifikasi Prima April 3/SSB/2006 08, 2006 menggunakan Speedboat 2,5
PK selama 1,5 jam dari
ibukota Indragiri Hilir
Quality Seed Source Produces Quality Seeds Page 5 of 18

Nomor Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Nama Kelas Sumber Nama Botani Nama Daerah Pemilik Sumber Musim Buah Luas Nomor Sertifikat Tanggal Keterangan Menuju
Sumber Sumber Benih Benih Bunga Masak (Ha) Sumber Benih Lokasi
Benih Benih
14.06.004 Riau Pelalawan Langgam Segati CBO 8 Gondai Kebun Benih Klon Acacia mangium Akasia R & D PT. RAPP, Juli – September 0.96 26/V/BPTH.Sum- Sunday, January Pekanbaru menuju Kota
Pangkalan Kerinci, September – Oktober 3/SSB/2006 08, 2006 Pangkalan Kerinci
Telp.(0761)95550 menggunakan kendaraan roda
Ext.5222 Fax.(0761)95306 4 sejauh 60 km, kemudian dari
Pkln Kerinci menuju
Gondai/lokasi sumber benih
(Areal PT. Mitra Unggul
Perkasa) sejauh 40 Km melalui
jalan tanah diperkeras.
14.06.034 Riau Pelalawan Langgam Bakung SPA LGM B-22 Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Karpa PT. Riau Andalan Pulp Januari – Mei 20.00 122/BPTH.Sum- Monday, Pekanbaru ke pangkalan
& B-22 ext and Paper, Kec. April Agustus 2/SSB/2010 November 01, kerinci ditempuh selama 2 jam
Pangkalan Kerinci, Kab. 2010 kemudian ke Langgam estate
Pelalawan Propinsi Riau selama 2 jam dilanjutkan
menuju lokasi sejauh 20 Km
14.06.036 Riau Pelalawan Ukui Lubuk SPA Uku B-107 Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia/Karpa PT. Riau Andalan Pulp Januari – Mei – 35.60 124/BPTH.Sum- Monday, Pekanbaru ke Pangkalan
Kembang and Paper, Kec. April Agustus 2/SSB/2010 November 01, Kerinci ditempuh selama 2 jam
Bunga Pangkalan Kerinci, Kab. 2010 kemudian menuju je Uku
Pelalawan Propinsi Riau Estate selama 2,5 jam
dilanjutkan ke lokasi B-107
selama 30 menit dengan
kendaraan roda 4
14.06.037 Riau Pelalawan Ukui Lubuk SPA UKU A- Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia/karpa PT. Riau Andalan Pulp Januari – Mei – 10.36 125/BPTH.Sum- Monday, Pekanbaru ke Pangkalan
kembang 020 and Paper, Kec. April Agustus 2/SSB/2010 November 01, Kerinci ditempuh selama 2 jam
Bunga Pangkalan Kerinci, Kab. 2010 kemudian menuju je Uku
Pelalawan Propinsi Riau Estate selama 2,5 jam
dilanjutkan ke lokasi A-020
selama 30 menit dengan
kendaraan roda 4
14.06.038 Riau Pelalawan Ukui Lubuk SPA UKU A- Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia/Karpa PT. Riau Andalan Pulp Januari – Mei – 18.44 126/BPTH.Sum- Monday, Pekanbaru ke Pangkalan
kembang 027 and Paper, Kec. April Agustus 2/SSB/2010 November 01, Kerinci ditempuh selama 2 jam
Bungo Pangkalan Kerinci, Kab. 2010 kemudian menuju je Uku
Pelalawan Propinsi Riau Estate selama 2,5 jam
dilanjutkan ke lokasi A-
027selama 40 menit dengan
kendaraan roda 4
14.06.040 Riau Pelalawan Pelalawan Pelalawan SPA PEN B- Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia/Carpa PT. Riau Andalan Pulp Januari – Mei – 34.30 128/BPTH.Sum- Monday, Dari PT. RAPP di Pangkalan
048 and Paper, Kec. April Agustus 2/SSB/2010 November 01, Kerinci ke Estate Pelalawan
Pangkalan Kerinci, Kab. 2010 ditempuh sejauh 24 km melalui
Pelalawan Propinsi Riau jalan berbatu kemudian
dilanjutkan ke lokasi SPA B-
048 sejauh 7 Km
Quality Seed Source Produces Quality Seeds Page 6 of 18

Nomor Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Nama Kelas Sumber Nama Botani Nama Daerah Pemilik Sumber Musim Buah Luas Nomor Sertifikat Tanggal Keterangan Menuju
Sumber Sumber Benih Benih Bunga Masak (Ha) Sumber Benih Lokasi
Benih Benih
14.06.041 Riau Pelalawan Ukui Lubuk SPA Uku A-092 Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia/Karpa PT. Riau Andalan Pulp Januari – Mei 27.03 129/BPTH.Sum- Monday, Pekanbaru ke Pangkalan
Kembang and Paper, Kec. April Agustus 2/SSB/2010 November 01, Kerinci ditempuh selama 2 jam
Bungo Pangkalan Kerinci, Kab. 2010 kemudian menuju je Uku
Pelalawan Propinsi Riau Estate selama 2,5 jam
dilanjutkan ke lokasi A-092
selama 2 jam dengan
kendaraan roda 4
14.06.042 Riau Pelalawan Pelalawan Pelalawan SPA PEN B- Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia/Karpa PT. Riau Andalan Pulp Januari – Mei – 20.80 130/BPTH.Sum- Monday, Pekanbaru ke Pangkalan
030 and Paper, Kec. April Agustus 2/SSB/2010 November 01, Kerinci ditempuh selama 2 jam
Pangkalan Kerinci, Kab. 2010 dilanjutkan ke lokasi B-030
Pelalawan Propinsi Riau selama 45 menit dengan
kendaraan roda 4
14.06.043 Riau Pelalawan Ukui Lubuk SPA Uku B-045 Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia/karpa PT. Riau Andalan Pulp Januari – Mei – 24.06 131/BPTH.Sum- Friday, October Pekanbaru ke Pangkalan
kembang and Paper, Kec. April Agustus 2/SSB/2010 08, 2010 Kerinci ditempuh selama 2 jam
Bungo Pangkalan Kerinci, Kab. dilanjutkan ke Ukui estate
Pelalawan Propinsi Riau selama 2,5 jam kemudian ke
lokasi B-045 selama 45 menit
dengan kendaraan roda 4
14.06.044 Riau Pelalawan Ukui Lubuk SPA BA5 G-32 Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia/Carpa PT. Riau Andalan Pulp Januari – Mei – 15.00 132/BPTH.Sum- Friday, October Pekanbaru ke Pangkalan
Kembang and Paper, Kec. April Agustus 2/SSB/2010 08, 2010 Kerinci ditempuh selama 2 jam
Bungo Pangkalan Kerinci, Kab. dilanjutkan ke BA5 estate
Pelalawan Propinsi Riau selama 2 jam kemudian ke
lokasi G-032 selama 30 menit
dengan kendaraan roda 4
14.06.045 Riau Pelalawan Ukui Lubuk SPA Uku D-28 Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia/Karpa PT. Riau Andalan Pulp Januari – Mei – 80.00 133/BPTH.Sum- Monday, Pekanbaru ke Pangkalan
Kembang dan SPA Uku and Paper, Kec. April Agustus 2/SSB/2010 November 01, Kerinci ditempuh selama 2 jam
Bungo D-32 Pangkalan Kerinci, Kab. 2010 dilanjutkan ke Ukui estate
Pelalawan Propinsi Riau selama 2,5 jam kemudian ke
lokasi D-28 dan D-32 selama
45 menit dengan kendaraan
roda 4
14.06.046 Riau Pelalawan Ukui Lubuk SPA BA5 G-23 Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia/karpa PT. Riau Andalan Pulp Januari – Mei – 24.00 134/BPTH.Sum- Monday, Pekanbaru ke Pangkalan
kembang and Paper, Kec. April Agustus 2/SSB/2010 November 01, Kerinci ditempuh selama 2 jam
Bungo Pangkalan Kerinci, Kab. 2010 dilanjutkan ke BA5 estate
Pelalawan Propinsi Riau selama 2 jam kemudian ke
lokasi G-023 selama 30 menit
dengan kendaraan roda 4
Quality Seed Source Produces Quality Seeds Page 7 of 18

Nomor Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Nama Kelas Sumber Nama Botani Nama Daerah Pemilik Sumber Musim Buah Luas Nomor Sertifikat Tanggal Keterangan Menuju
Sumber Sumber Benih Benih Bunga Masak (Ha) Sumber Benih Lokasi
Benih Benih
14.06.35 Riau Pelalawan Langgam Segati SPA LGM B-06 Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia/Karpa PT. Riau Andalan Pulp Januari – Mei – 17.00 123/BPTH.Sum- Monday, Pekanbaru ke pangkalan
and Paper, Kec. April Agustus 2/SSB/2010 November 01, kerinci ditempuh selama 2 jam
Pangkalan Kerinci, Kab. 2010 kemudian ke Langgam estate
Pelalawan Propinsi Riau selama 2 jam dilanjutkan
menuju lokasi Compartmen AC
010 sejauh 3 Km
14.06.39 Riau Pelalawan Ukui Lubuk SPA UKU A- Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia/Carpa PT. Riau Andalan Pulp Januari – Mei – 29.80 127/BPTH.Sum- Monday, Pekanbaru ke Pangkalan
kembang 110 and Paper, Kec. April Agustus 2/SSB/2010 November 01, Kerinci ditempuh selama 2 jam
Bunga Pangkalan Kerinci, Kab. 2010 kemudian menuju je Uku
Pelalawan Propinsi Riau Estate selama 2,5 jam
dilanjutkan ke lokasi A-110
selama 30 menit dengan
kendaraan roda 4
14.07.005 Riau Kuantan Singingi Baserah Gunung Seed Production Areal Produksi Benih Acacia mangium Akasia R & D PT. RAPP, April – Mei Juni – Juli 9.00 27/V/BPTH.Sum- Sunday, January Dari Pekanbaru menuju Kab.
Melintang Area (SPA) E- Pangkalan Kerinci, 3/SSB/2006 08, 2006 Pelalawan lalu Kab.Kuantan
21 Telp.(0761)95550 Singingi Kec.Baserah
Ext.5222 Fax.(0761)95306 kemudian menuju ke lokasi
sejauh 15 Km.
14.07.006 Riau Kuantan Singingi Baserah Gunung Seed Production Areal Produksi Benih Acacia mangium Akasia R & D PT. RAPP, Februari – Juni – Juli 10.00 28/V/BPTH.Sum- Sunday, January Dari Pekanbaru menuju Kab.
Melintang Area (SPA) E- Pangkalan Kerinci, Mei 3/SSB/2006 08, 2006 Pelalawan lalu Kab.Kuantan
23 Telp.(0761)95550 Singingi Kec.Baserah
Ext.5222 Fax.(0761)95306 kemudian menuju ke lokasi
sejauh 15 Km.
14.07.007 Riau Kuantan Singingi Baserah Gunung Clonal Breeding Kebun Benih Klon Acacia mangium Akasia R & D PT. RAPP, Februari – Juni – 0.80 29/V/BPTH.Sum- Sunday, January
Melintang Orchard 6 Pangkalan Kerinci, Mei Agustus 3/SSB/2006 08, 2006
(CBO-6) Telp.(0761)95550 Juni
Ext.5222 Fax.(0761)95306
14.07.011 Riau Pelalawan Pangkalan Kerinci Gunung Sari Compartmen Tegakan Benih Acacia crassicarpa Akasia,carpa PT. Riau Andalan Pulp & Mei Juli – 30.00 30/V/BPTH.Sum- Sunday, January Pekanbaru – Simpang Koran
B.38 Tesso Teridentifikasi Paper Agustus 3/SSB/2006 08, 2006 150 Km (2 Jam) melalui jalan
Timur aspal dengan roda 4 dari Sp.
Koran ke lokasi ditempuh
dengan jarak 40 Km (1 jam)
melalui jalan tanah.
14.07.012 Riau Pelalawan Pangkalan Kerinci Gunung Sari Compartmen Kebun Benih Klon Acacia mangium Akasia PT. Riau Andalan Pulp & Maret – April juli 0.81 31/V/BPTH.Sum- Sunday, January Pekanbaru – Simpang Koran
B.39 Tesso Paper 3/SSB/2006 08, 2006 150 Km (2 Jam) melalui jalan
Timur (CBO 1.) aspal dengan roda 4 dari Sp.
Koran ke lokasi ditempuh
dengan jarak 40 Km (1 jam)
melalui jalan tanah.
Quality Seed Source Produces Quality Seeds Page 8 of 18

Nomor Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Nama Kelas Sumber Nama Botani Nama Daerah Pemilik Sumber Musim Buah Luas Nomor Sertifikat Tanggal Keterangan Menuju
Sumber Sumber Benih Benih Bunga Masak (Ha) Sumber Benih Lokasi
Benih Benih
14.07.013 Riau Pelalawan Pangkalan Kerinci Gunung Sari Compartmen Kebun Benih Klon Acacia mangium Akasia PT. Riau Andalan Pulp & Mei Juli – 0.81 32/V/BPTH.Sum- Sunday, January Pekanbaru – Simpang Koran
B.39 Tesso Paper Agustus 3/SSB/2006 08, 2006 150 Km (2 Jam) melalui jalan
Timur (CSO. aspal dengan roda 4 dari Sp.
A.) Koran ke lokasi ditempuh
dengan jarak 40 Km (1 jam)
melalui jalan tanah.
14.07.014 Riau Sengingi Sengingi Ilir Petai Compartmen Areal Produksi Benih Acacia mangium Akasia PT. Riau Andalan Pulp & Januari – Juni – juli 6.90 33/V/BPTH.Sum- Sunday, January Pekanbaru – Simpang Koran
B.36 Logas Paper Pebruari 3/SSB/2006 08, 2006 150 Km (2 Jam) melalui jalan
aspal dengan roda 4 dari Sp.
Koran ke Sp. Petai ditempuh
sejauh 30 Km dan dari SP.
Petai ke lokasi sejauh 7 km
melalui jalan tanah diperkeras.
14.07.015 Riau Sengingi Sengingi Ilir Koto Baru A.011 Tesso Tegakan Benih Acacia mangium Akasia. PT. Riau Andalan Pulp & Pebruari – Juni Juli 4.50 34/V/BPTH.Sum- Sunday, January Pekanbaru – Simpang Koran
Barat Teridentifikasi Paper Maret 3/SSB/2006 08, 2006 150 Km (2 Jam) melalui jalan
aspal dengan roda 4 dari Sp.
Koran ke Koto Baru ditempuh
sejauh 20 Km dan dari Joto
baru ke lokasi sejauh 8 km
melalui jalan tanah diperkeras.
14.07.030 Riau Kuantan Singingi Singingi Hilir Pulau SPA LOS B-56 Areal Produksi Benih Acacia mangium Akasia, Mangium PT. Riau Andalan Pulp Januari – Juni – 5.00 118/BPTH.Sum- Monday, Dari kota Teluk Kuantan
Padang and Paper Mei Agustus 2/SSB/2010 November 01, menuju Pekanbaru >>>
2010 simpang Ds. Petai (+/- 50 km)
>>> menuju Camp Sektor
Logas (+/- 8 km) >>> ke lokasi
sumber benih Compt. H-071
(+/- 15 km)
14.07.031 Riau Kuantan Singingi Singingi Hilir Petai SPA LOS B-43 Areal Produksi Benih Acacia mangium Akasia, Mangium PT. Riau Andalan Pulp Januari – Juni – 5.00 119/BPTH.Sum- Monday, Dari kota Teluk Kuantan
and Paper Mei Agustus 2/SSB/2010 November 01, menuju Pekanbaru >>>
2010 simpang Ds. Petai (+/- 50 km)
>>> menuju Camp Sektor
Logas (+/- 8 km) >>> ke lokasi
sumber benih Compt. D-070
(+/- 3 km)
14.07.032 Riau Kuantan Singingi Singingi Hilir Koto Baru SPA TEW F-034 Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia, Karpa PT. Riau Andalan Pulp Januari – Mei – 20.00 120/BPTH.Sum- Monday, Dari kota Teluk Kuantan
and Paper April Agustus 2/SSB/2010 November 01, menuju Pekanbaru >>>
2010 simpang Koto Baru (+/- 70
km) >>> menuju arah Ds. Koto
Baru >>> ke lokasi sumber
benih Compt. F-034 (+/- 15
Quality Seed Source Produces Quality Seeds Page 9 of 18

Nomor Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Nama Kelas Sumber Nama Botani Nama Daerah Pemilik Sumber Musim Buah Luas Nomor Sertifikat Tanggal Keterangan Menuju
Sumber Sumber Benih Benih Bunga Masak (Ha) Sumber Benih Lokasi
Benih Benih
14.07.033 Riau Kuantan Singingi Singingi Hilir Koto Baru SPA TEW F-033 Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia, Karpa PT. Riau Andalan Pulp Januari – Mei – 31.00 121/BPTH.Sum- Monday, Dari kota Teluk Kuantan
and Paper April Agustus 2/SSB/2010 November 01, menuju Pekanbaru >>>
2010 simpang Koto Baru (+/- 70
km) >>> menuju arah Ds. Koto
Baru >>> ke lokasi sumber
benih Compt. F-034 (+/- 15
14.08.020 Riau Siak Tualang Perawang Ekaliptus petak Kebun Benih Semai Eucalyptus pellita Ekaliptus, pellita PT. Arara Abadi, Jl. Juni – September 2.41 101/BPTH- Monday, Drai Pekanbaru ke Kantor PT.
227 Teuku Umar No. 51 September – Nopember SUM.2/SSB/2009 December 28, Arara Abdi di Perawang Kab.
Pekanbaru Riau. Telp. 2009 Siak ditempuh selama 2,5 jam.
0761-24071 Dari Kantor PT. Arara Abadi
ke lokasi sumber benih
ditempuh selama 1 jam melalui
jalan logging yang telah
14.08.021 Riau Siak Minas Mandi Angin Krasikarpa Kebun Benih Semai acacia crassicarpa Krasikarpa, karpa PT. Arara Abadi, Jl. Oktober – Desember – 5.74 102/BPTH- Monday, Drai Pekanbaru ke Kantor PT.
Petak GLB 272 Teuku Umar No. 51 Desember Pebruari SUM.2/SSB/2009 December 28, Arara Abdi di Perawang Kab.
Pekanbaru Riau. Telp. 2009 Siak ditempuh selama 2,5 jam.
0761-24071 Dari Kantor PT. Arara Abadi
ke lokasi sumber benih
ditempuh selama 1 jam melalui
jalan logging yang telah
14.08.022 Riau Siak Minas Mandi Angin Krasikarpa Kebun Benih Semai Acacia crassicarpa Krasikarpa, Karpa PT. Arara Abadi, Jl. September Pebruari 6.56 95/BPTH- Monday, Drai Pekanbaru ke Kantor PT.
petak 0003 Teuku Umar No. 51 SUM.2/SSB/2009 December 28, Arara Abdi di Perawang Kab.
(AC54Q) Pekanbaru Riau. Telp. 2009 Siak ditempuh selama 2,5 jam.
0761-24071 Dari Kantor PT. Arara Abadi
ke lokasi sumber benih
ditempuh selama 1 jam melalui
jalan logging yang telah
14.08.023 Riau Siak Tualang Perawang Krasikarpa Kebun Benih Semai Acacia crassicarpa Krasikarpa, Karpa PT. Arara Abadi, Jl. September Pebruari 1.28 99/BPTH- Monday, Drai Pekanbaru ke Kantor PT.
petak RK 01 Teuku Umar No. 51 SUM.2/SSB/2009 December 28, Arara Abdi di Perawang Kab.
(AC03E) Pekanbaru Riau. Telp. 2009 Siak ditempuh selama 2,5 jam.
0761-24071 Dari Kantor PT. Arara Abadi
ke lokasi sumber benih
ditempuh selama 15 menit
melalui jalan logging yang telah
14.08.024 Riau Siak Minas Mandi Angin Krasikarpa Kebun Benih Semai Acacia crassicarpa Krasikarpa, Karpa PT. Arara Abadi, Jl. September Pebruari 4.81 94/BPTH- Monday, Drai Pekanbaru ke Kantor PT.
petak 0003 Teuku Umar No. 51 SUM.2/SSB/2009 December 28, Arara Abdi di Perawang Kab.
(AC54S) Pekanbaru Riau. Telp. 2009 Siak ditempuh selama 2,5 jam.
0761-24071 Dari Kantor PT. Arara Abadi
ke lokasi sumber benih
ditempuh selama 1 jam melalui
jalan logging yang telah
Quality Seed Source Produces Quality Seeds Page 10 of 18

Nomor Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Nama Kelas Sumber Nama Botani Nama Daerah Pemilik Sumber Musim Buah Luas Nomor Sertifikat Tanggal Keterangan Menuju
Sumber Sumber Benih Benih Bunga Masak (Ha) Sumber Benih Lokasi
Benih Benih
14.08.025 Riau Siak Minas Mandi Angin Krasikarpa Kebun Benih Semai Acacia crassicarpa Krasikarpa, karpa PT. Arara Abadi, Jl. Oktober – Desember – 5.20 103/BPTH- Monday, Drai Pekanbaru ke Kantor PT.
petak GLB 233 Teuku Umar No. 51 Desember Pebruari SUM.2/SSB/2009 December 28, Arara Abdi di Perawang Kab.
Pekanbaru Riau. Telp. 2009 Siak ditempuh selama 2,5 jam.
0761-24071 Dari Kantor PT. Arara Abadi
ke lokasi sumber benih
ditempuh selama 1 jam melalui
jalan logging yang telah
14.08.026 Riau Siak Minas Mandi Angin Krasikarpa Kebun Benih Semai Acacia crassicarpa Krasikarpa PT. Arara Abadi, Jl. September Pebruari – 8.81 96/BPTH- Monday, Dari Kota Pekanbaru menuju
petak 011 Teuku Umar No. 51 – Maret September SUM.2/SSB/2009 December 28, kantor PT. Arara Abadi
Distrik Pekanbaru Riau. Telp. 2009 ditempuh melalui jalan darat
Gelumbang (AC 0761-24071 selama 2 jam. Jarak lokasi
54 L) sumber benih dari kantor PT.
Arara Abadi 20 km dapat
ditempuh dengan kendaraan
roda 4 maupun roda 2.
14.08.027 Riau Siak Minas Mandi Angin Krasikarpa Kebun Benih Semai Acacia crassicarpa Krasikarpa PT. Arara Abadi, Jl. September Pebruari – 7.93 97/BPTH- Monday, Dari Kota Pekanbaru menuju
petak 011 Teuku Umar No. 51 – Maret September SUM.2/SSB/2009 December 28, kantor PT. Arara Abadi
Distrik Pekanbaru Riau. Telp. 2009 ditempuh melalui jalan darat
Gelumbang (AC 0761-24071 selama 2 jam. Jarak lokasi
54 T) sumber benih dari kantor PT.
Arara Abadi 20 km dapat
ditempuh dengan kendaraan
roda 4 maupun roda 2.
14.08.028 Riau Siak Minas Mandi Angin Krasikarpa Kebun Benih Semai Acacia crassicarpa Krasikarpa PT. Arara Abadi, Jl. September Pebruari – 8.86 98/BPTH- Monday, Dari Kota Pekanbaru menuju
petak 011 Teuku Umar No. 51 – Maret September SUM.2/SSB/2009 December 28, kantor PT. Arara Abadi
Distrik Pekanbaru Riau. Telp. 2009 ditempuh melalui jalan darat
Gelumbang (AC 0761-24071 selama 2 jam. Jarak lokasi
54 K) sumber benih dari kantor PT.
Arara Abadi 20 km dapat
ditempuh dengan kendaraan
roda 4 maupun roda 2.
14.08.029 Riau Siak Tualang Perawang Ekaliptus petak Kebun Benih Semai Eucalyptus pellita Ekaliptus PT. Arara Abadi, Jl. September Juni – 1.20 100/BPTH- Monday, Dari Kota Pekanbaru menuju
090 Distrik Teuku Umar No. 51 – Juni Agustus SUM.2/SSB/2009 December 28, kantor PT. Arara Abadi
Rasau Kuning Pekanbaru Riau. Telp. uni – Agustus 2009 ditempuh melalui jalan darat
(EP03 E) 0761-24071 selama 2 jam. Jarak lokasi
sumber benih dari kantor PT.
Arara Abadi 15 km dapat
ditempuh dengan kendaraan
roda 4 maupun roda 2.
15.05.025 Jambi Tanjung Jabung Pelabuhan Dagang Kuala Dasal SPA – Am 007 Areal Produksi Benih Acacia mangium Akasia PT. Wira Karya Sakti Jl. Juni – Juli Oktober 10.30 75/V/BPTH.Sum- Monday, Lokasi berada di Jalan 130
Barat Ir. H. Juanda No. 14 3/SSB/2008 November 24, dengan jarak 20 Km dari
Jambi Telp. (0741) 62625 2008 kantor PT> WKS di Sungai
Quality Seed Source Produces Quality Seeds Page 11 of 18

Nomor Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Nama Kelas Sumber Nama Botani Nama Daerah Pemilik Sumber Musim Buah Luas Nomor Sertifikat Tanggal Keterangan Menuju
Sumber Sumber Benih Benih Bunga Masak (Ha) Sumber Benih Lokasi
Benih Benih
15.05.026 Jambi Tanjung Jabung Pelabuhan Dagang Kuala Dasal SPA Am 008 Areal Produksi Benih Acacia mangium Akasia PT. Wira Karya Sakti Jl. Juni – Juli Oktober 10.80 76/V/BPTH.Sum- Monday, Lokasi berada di jalan 170
Barat Ir. H. Juanda No. 14 3/SSB/2008 November 24, dengan jarak 13 km dari kantor
Jambi Telp. (0741) 62625 2008 PT. WKS di Sungai Tapah
15.05.027 Jambi Tanjung Jabung Pelabuhan Dagang Kuala Dasal SPA Am 009 Areal Produksi Benih Acacia mangium Akasia PT. Wira Karya Sakti Jl. Juni – Juli Oktober 7.80 77/V/BPTH.Sum- Monday, Lokasi berada di jalan 171
Barat Ir. H. Juanda No. 14 3/SSB/2008 November 24, dengan jarak 15 Km dari
Jambi Telp. (0741) 62625 2008 kantor PT. WKS di Sungai
15.05.028 Jambi Tanjung Jabung Pelabuhan Dagang Kuala Dasal SPA Am 010 Areal Produksi Benih Acacia mangium Akasia PT. Wira Karya Sakti Jl. Juni – Juli Oktober 11.20 78/V/BPTH.Sum- Monday, Lokasi berada di jalan 171
Barat Ir. H. Juanda No. 14 3/SSB/2008 November 24, dengan jarak 15 km dari kantor
Jambi Telp. (0741) 62625 2008 PT. WKS di Sungai Tapah
15.05.029 Jambi Tanjung Jabung Pelabuhan Dagang Kuala Dasal SPA Am 011 Areal Produksi Benih Acacia mangium Akasia PT. Wira Karya Sakti Jl. Juni – Juli Oktober 3.30 79/V/BPTH.Sum- Monday, Lokasi berada di jalan 170
Barat Ir. H. Juanda No. 14 3/SSB/2008 November 24, dengan jarak 13 km dari kantor
Jambi Telp. (0741) 62625 2008 PT. WKS di Sungai Tapah
15.05.030 Jambi Tanjung Jabung Pelabuhan Dagang Kuala Dasal SPA Ac 019 Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia PT. Wira Karya Sakti Jl. Maret – Juli Agustus – 8.30 80/V/BPTH.Sum- Monday, Lokasi berada di jalan 130
Barat Ir. H. Juanda No. 14 Oktober 3/SSB/2008 November 24, dengan jarak 20 km dari kantor
Jambi Telp. (0741) 62625 2008 PT. WKS di Sungai Tapah
15.05.031 Jambi Tanjung Jabung Pelabuhan Dagang Kuala Dasal SPA Ac 023 Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia PT. Wira Karya Sakti Jl. Maret – Juli Agustus – 8.80 81/V/BPTH.Sum- Monday, Lokasi berada di jalan 174
Barat Ir. H. Juanda No. 14 Oktober 3/SSB/2008 November 24, dengan jarak 13 km dari kantor
Jambi Telp. (0741) 62625 2008 PT. WKS di Sungai Tapah
15.05.032 Jambi Tanjung Jabung Pelabuhan Dagang Kuala Dasal SPA Ac 024, Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia PT. Wira Karya Sakti Jl. Maret – Juli Agustus – 34.20 82/V/BPTH.Sum- Monday, Lokasi berada di jalan 176
Barat 025, 026 Ir. H. Juanda No. 14 Oktober 3/SSB/2008 November 24, dengan jarak 16 km dari kantor
Jambi Telp. (0741) 62625 2008 PT. WKS di Sungai Tapah
15.05.033 Jambi Tanjung Jabung Pelabuhan Dagang Kuala Dasal SPA Ac 027 Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia PT. Wira Karya Sakti Jl. Maret – Juli Agustus – 21.50 83/V/BPTH.Sum- Monday, Lokasi berada di jalan 176
Barat Ir. H. Juanda No. 14 Oktober 3/SSB/2008 November 24, dengan jarak 15 km dari kantor
Jambi Telp. (0741) 62625 2008 PT. WKS di Sungai Tapah
15.05.034 Jambi Tanjung Jabung Senyerang Senyerang Senyerang Tegakan Benih Dyera costulata Jelutung Kelompok Tani Rimba Oktober April 40.00 84/V/BPTH.Sum- Monday, Dari jambi menuju Kota
Barat Teridentifikasi Lestari 3/SSB/2008 November 24, Tungkal kemudian ke Kec.
2008 Pengabuan naik speed boat
selama 45 menit dilanjutkan
naik ojek ke lokasi dari kec.
Pengabuan dengan jarak 4 km
di Desa Senyerang.
Quality Seed Source Produces Quality Seeds Page 12 of 18

Nomor Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Nama Kelas Sumber Nama Botani Nama Daerah Pemilik Sumber Musim Buah Luas Nomor Sertifikat Tanggal Keterangan Menuju
Sumber Sumber Benih Benih Bunga Masak (Ha) Sumber Benih Lokasi
Benih Benih
15.05.037 Jambi Tanjung Jabung Tungkal Ulu Kuala Dasal SPA-Ac 004 Areal Produksi Benih acacia crassicarpa Akasia PT. Wirakarya Sakti Jl. Pebruari – Juli – 27.50 104/BPTH- Monday, Dari PT. WKS ke arah Prop.
Barat Marsda Iswahyudi Lorong Maret September SUM.2/SSB/2009 December 28, Riau sejauh 73 km sampai ke
Bajuri No. 1 Palmerah, 2009 Pos 131 menuju kantor RDD
Jambi 36135 Telp. 0741- melalui jalan koridor 130
572471, 572402 Fax. sampai ke persimpangan jalan
0741 573483 sejauh 26 km, masuk kelokasi
camp Sei Tapa sejauh 4 Km
dan menuju ke arah distrik I
sejauh 15 Km.
15.05.038 Jambi Tanjung Jabung Tungkal Ulu Kuala Dasal SPA-Ac 005 Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia PT. Wirakarya Sakti Jl. Pebruari – Juli – 14.10 105/BPTH- Monday, Dari PT WKS ke arah Prop.
Barat Marsda Iswahyudi Lorong Maret September SUM.2/SSB/2009 December 28, Riau sejauh 73 Km sampai
Bajuri No. 1 Palmerah, 2009 POS 131 menuju kantor RDD
Jambi 36135 Telp. 0741- melalui jalan koridor 130
572471, 572402 Fax. sampai ke persimpangan jalan
0741 573483 sejauh 26 km, masuk ke lokasi
camp Sei Tapa sejauh 4 Km
dan menuju ke arah distrik
sejauh 15 Km.
15.05.039 Jambi Tanjung Jabung Tungkal Ulu Kuala Dasal SPA-Ac 009 Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia PT. Wirakarya Sakti Jl. Pebruari – Juli – 13.80 106/BPTH- Monday, Dari PT WKS ke arah Prop.
Barat Marsda Iswahyudi Lorong Maret September SUM.2/SSB/2009 December 28, Riau sejauh 73 Km sampai
Bajuri No. 1 Palmerah, 2009 POS 131 menuju kantor RDD
Jambi 36135 Telp. 0741- melalui jalan koridor 130
572471, 572402 Fax. sampai ke persimpangan jalan
0741 573483 sejauh 26 km, masuk ke lokasi
camp Sei Tapa sejauh 4 Km
dan menuju ke arah distrik
sejauh 15 Km.
15.05.040 Jambi Tanjung Jabung Tungkal Ulu Kuala Dasal SPA-Ac 0016 Areal Produksi Benih Acacia crassicarpa Akasia PT. Wirakarya Sakti Jl. Pebruari- Juli- 24.40 107/BPTH- Monday, Dari PT WKS ke arah Prop.
Barat Marsda Iswahyudi Lorong Maret September SUM.2/SSB/2009 December 28, Riau sejauh 73 Km sampai
Bajuri No. 1 Palmerah, 2009 POS 131 menuju kantor RDD
Jambi 36135 Telp. 0741- melalui jalan koridor 130
572471, 572402 Fax. sampai ke persimpangan jalan
0741 573483 sejauh 26 km, masuk ke lokasi
camp Sei Tapa sejauh 4 Km
dan menuju ke arah distrik
sejauh 5 Km.
15.09.035 Jambi Tanjab Timur Berbak Rawa Sari Berbak Tegakan Benih Dyera lowii Jelutung Rawa Dinas Kehutanan dan september – Pebruari – 5.50 108/BPTH.Sum- Monday, Dari Kota Jambi ke Suak
Teridentifikasi Perkebunan Kab. Tanjab Nopember Maret 2/SSB/2009 December 28, Kandis sejauh 74 Km,
Timur d/a. Komplek 2009 kemudian menuju ke Sungai
Perkantoran Bukit Alur/Desa Ketapang sejauh 15
Menderang – Muara Km. dari Desa Ketapang ke
Sabak Telp. 0740 – lokasi sejauh 1,1 Km
7370049 – 7370050
Quality Seed Source Produces Quality Seeds Page 13 of 18

Nomor Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Nama Kelas Sumber Nama Botani Nama Daerah Pemilik Sumber Musim Buah Luas Nomor Sertifikat Tanggal Keterangan Menuju
Sumber Sumber Benih Benih Bunga Masak (Ha) Sumber Benih Lokasi
Benih Benih
15.09.036 Jambi Tanjung Jabung Berbak Rawasari Jelutung Rawa Tegakan Benih Dyera lowii Jelutung Dinas Kehutanan dan september – Pebruari – 13.00 109/BPTH- Monday, Dari Jambi ke Suak Kandis
Timur Rawasari Teridentifikasi Perkebunan Kab. Tanjab Desember Maret SUM.2/SSB/2009 December 28, ditempuh sejauh 70 Km melalui
Timur d/a. Komp. 2009 jalan aspal. Dari Suak Kandis
Perkantoran Bkt. ke Desa Rawasari ditempuh
Menderang, Muara selama 30 menit melalui sungai
Sabak. Telp. 0740- dengan speed boat. Dari Desa
7370049 Rawasari ke lokasi ditempuh
selama 20 menit melalui sungai
dengan menggunakan pompong
16.01.009 Sumatera OKU Timur Madang Suku II Mengulak Tembesu Tegakan Benih Fragraea fragrans Tembesu Cahya Kisman, Desa Mei – Nopember – 0.70 113/BPTH.Sum- Friday, August 20, Palembang – Martapura = 5
Selatan Karang Karang Panjang Teridentifikasi Roxb Mengulak Karang Agustus Januari 2/SSB/2010 2010 jam (Roda 4)
Panjang Panjang, Kec. Madang Martapura – Ds. Mangulak =
Suku II, Kab. OKU 1,5 jam (Roda 4)
Timur Ds. Mangulak-Lokasi =
10 mnt (roda-2)
16.03.003 Sumatera Muara Enim Rambang Dangku Subanjeriji Merbau I Petak Kebun Benih Semai Acacia mangium Akasia PT. MUSI HUTAN Maret- April Juni- 3.70 03/V/BPTH- Thursday, January Dari Palembang ke Simpang
Selatan 114 PERSADA Desember SUM.3/SSB/2003 02, 2003 Indira ( Prabumulih ) 120
km,simpang indira kebase
camp 30km, base camp
kelokasi13KM jalan tanah
16.03.004 Sumatera Muara Enim Talang Ubi Sungai Benakat Mahoni Tegakan Benih Swietenia Mahoni Balai Penelitian Oktober- Mei- 11.00 110/BPTH- Monday, dari Palembang menuju Simp.
Selatan Baung Teridentifikasi macrophylla King Kehutanan Palembang, Nopember Agustus SUM.2/SSB/2009 December 28, Belimbing dpt ditempuh selama
Jl. Kol. H. Burlian Km 2009 4 jam, dilanjutkan ke Pendopo
6,5 Punti Kayu Palembang selama 1-2 jam. Dari Pendopo
ke lokasi CSB menggunakan
ojek melewati Desa Sungai
Baung dan areal HTI Milik PT.
MHP selama 1 jam.
16.03.020 Sumatera Muara Enim Rambang Dangku Jemenang SSO. Acacia Kebun Benih Semai Acacia mangium Akasia PT. Musi Hutan Maret – Mei Agustus – 2.53 64/V/BPTH.Sum- Wednesday, Palembang ke Prabumulih
Selatan mangium Persada, Jln. Raya PT. Oktober 3/SSB/2008 September 10, sampai di Simpang Indira
Generasi I Tel, Tebat Agung, 2008 kemudian menuju ke Trans
Group I Rambang Dangku, Muara Bali lewat Portal Sawit Banding
Enim. Telp. 0713- anyar dilanjutkan ke Sub Blok
324025 Fax. 0713- Cendana Cpt. 032
16.03.021 Sumatera Muara enim Rambang Dangku Jemenang SSO. Acacia Kebun Benih Semai Acacia mangium Akasia PT. Musi Hutan Maret – Mei Agustus – 3.14 65/V/BPTH.Sum- Wednesday, Palembang ke Prabumulih
Selatan mangium Persada, Jln. Raya PT. Oktober 3/SSB/2008 September 10, sampai di Simpang Indira
Generasi I Tel, Tebat Agung, 2008 kemudian menuju ke Trans
Group G Rambang Dangku, Muara Bali lewat Portal Sawit Banding
Enim. Telp. 0713- anyar dilanjutkan ke Sub Blok
324025 Fax. 0713- Cendana Cpt. 004.a
Quality Seed Source Produces Quality Seeds Page 14 of 18

Nomor Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Nama Kelas Sumber Nama Botani Nama Daerah Pemilik Sumber Musim Buah Luas Nomor Sertifikat Tanggal Keterangan Menuju
Sumber Sumber Benih Benih Bunga Masak (Ha) Sumber Benih Lokasi
Benih Benih
16.03.022 Sumatera Muara Enim Rambang Dangku Merbau SSO Acacia Kebun Benih Semai Acacia mangium Akasia PT. Musi Hutan Persada Maret – Mei Agustus – 4.14 66/V/BPTH.Sum- Wednesday, dari Palembang ke Prabumulih
Selatan Mangium Jl. Raya PT. Tel, Tebat Oktober 3/SSB/2008 September 10, berhenti di Simpang Indira
Generasi I Agung, Rambang 2008 kemudian menuju Desa
Group H Dangku Muara Enim, Subanjeriji ke Blok Merbau I
Sumatera Selatan Telp. Sub Blok Sungai Senuling Ulu
0713-324025 Fax. 0713- Cbt 236 b
16.03.023 Sumatera Muara Enim Rambang Dangku Subanjeriji SSO. Acacia Kebun Benih Semai Acacia mangium Akasia PT. Musi Hutan Persada Maret – Mei Agustus – 5.00 67/V/BPTH.Sum- Wednesday, dari Palembang ke Prabumulih
Selatan mangium Jl. Raya PT. Tel, Tebat Oktober 3/SSB/2008 September 10, berhenti di Simpang Indira
Generasi II Agung, Rambang 2008 kemudian menuju Desa
Group B Dangku Muara Enim, Subanjeriji ke Blok Merbau I
Sumatera Selatan Telp. Sub Blok Sungai Penggulaian
0713-324025 Fax. 0713- Cbt 034 b / 035 a
16.03.024 Sumatera Muara Enim Rambang Dangku Subanjeriji SSO. Acacia Kebun Benih Semai Acacia mangium Akasia PT. Musi Hutan Persada Maret – Mei Agustus – 5.75 68/V/BPTH.Sum- Wednesday, dari Palembang ke Prabumulih
Selatan mangium Jl. Raya PT. Tel, Tebat Oktober 3/SSB/2008 September 10, berhenti di Simpang Indira
Generasi II Agung, Rambang 2008 kemudian menuju Desa
Group F Dangku Muara Enim, Subanjeriji ke Blok Merbau I
Sumatera Selatan Telp. Sub Blok Sungai Penggulaian
0713-324025 Fax. 0713- Cbt 036 b
16.03.025 Sumatera Muara Enim Rambang Dangku Subanjeriji APB. Acacia Areal Produksi Benih Acacia mangium Akasia PT. Musi Hutan Persada Maret – Mei Agustus – 3.12 69/V/BPTH.Sum- Wednesday, dari Palembang ke Prabumulih
Selatan mangium Jl. Raya PT. Tel, Tebat Oktober 3/SSB/2008 September 10, berhenti di Simpang Indira
Generasi II Agung, Rambang 2008 kemudian menuju Desa
Group D Dangku Muara Enim, Subanjeriji ke Blok Merbau I
Sumatera Selatan Telp. Sub Blok Sungai Penggulaian
0713-324025 Fax. 0713- Cbt 026 b
16.03.026 Sumatera Muara Enim Pendopo Tanah Abang APB. Areal Produksi Benih Eucalyptus pellita Eucaliptus PT. Musi Hutan Persada Maret – Mei Juli – 2.25 70/V/BPTH.Sum- Wednesday, dari Palembang ke Prabumulih
Selatan Eucalyptus Jl. Raya PT. Tel, Tebat Oktober 3/SSB/2008 September 10, berhenti di Simpang Belimbing
pellita Group A Agung, Rambang 2008 terus ke simpang Raja Blok
Dangku Muara Enim, Setuntung ke Sub Blok Kukui
Sumatera Selatan Telp. Cpt 128
0713-324025 Fax. 0713-
16.03.027 Sumatera Muara Enim Pendopo Tanah Abang APB. Areal Produksi Benih Eucalyptus pellita Eucalyptus PT. Musi Hutan Persada Maret – Mei Juli – 2.01 71/V/BPTH.Sum- Wednesday, dari Palembang ke Prabumulih
Selatan Eucalyptus Jl. Raya PT. Tel, Tebat Oktober 3/SSB/2008 September 10, berhenti di Simpang Belimbing
pellita Group B Agung, Rambang 2008 terus ke simpang Raja Blok
Dangku Muara Enim, Setuntung ke Sub Blok Kukui
Sumatera Selatan Telp. Cpt 130
0713-324025 Fax. 0713-
Quality Seed Source Produces Quality Seeds Page 15 of 18

Nomor Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Nama Kelas Sumber Nama Botani Nama Daerah Pemilik Sumber Musim Buah Luas Nomor Sertifikat Tanggal Keterangan Menuju
Sumber Sumber Benih Benih Bunga Masak (Ha) Sumber Benih Lokasi
Benih Benih
16.03.028 Sumatera Muara Enim Pendopo Tanah Abang SSO Eucalyptus Kebun Benih Semai Eucalyptus peliita Eucalyptus PT. Musi Hutan Persada Maret – Mei Juli – 1.24 72/V/BPTH.Sum- Wednesday, dari Palembang ke Prabumulih
Selatan pellita Group C Jl. Raya PT. Tel, Tebat Oktober 3/SSB/2008 September 10, berhenti di Simpang Belimbing
Agung, Rambang 2008 terus ke simpang Raja Blok
Dangku Muara Enim, Setuntung ke Sub Blok Kukui
Sumatera Selatan Telp. Cpt 232
0713-324025 Fax. 0713-
16.03.029 Sumatera Muara Enim Pendopo Tanah Abang APB. Areal Produksi Benih Eucalyptus pellita Eucalyptus PT. Musi Hutan Persada Maret – Mei Juli – 0.75 73/V/BPTH.Sum- Wednesday, dari Palembang ke Prabumulih
Selatan Eucalyptus Jl. Raya PT. Tel, Tebat Oktober 3/SSB/2008 September 10, berhenti di Simpang Belimbing
pellita Group D Agung, Rambang 2008 terus ke simpang Raja Blok
Dangku Muara Enim, Setuntung ke Sub Blok Kukui
Sumatera Selatan Telp. Cpt 237
0713-324025 Fax. 0713-
16.03.030 Sumatera Muara Enim Rambang Dangku Jemenang SSO. Kebun Benih Semai Eucalyptus pellita Eucalyptus PT. Musi Hutan Persada Maret – Mei Juli – 2.42 74/V/BPTH.Sum- Wednesday, dari Palembang ke Prabumulih
Selatan Eucalyptus Jl. Raya PT. Tel, Tebat Oktober 3/SSB/2008 September 10, berhenti di Simpang Indira
pellita Group E Agung, Rambang 2008 kemudian menuju ke Trans
Dangku Muara Enim, Bali ke Blok Banding Anyar
Sumatera Selatan Telp. Cpt 029 a
0713-324025 Fax. 0713-
16.03.031 Sumatera Muara Enim Tanjung Agung Pulau Ataran Pulau Tegakan Benih Shorea javanica Damar Mata Kucing Kelompok Tani Damar Pebruari – April – Juni 35.48 86/V/BPTH.Sum- Monday, Dari Muara Enim ke Tanjung
Selatan Panggung Tengah dan Teridentifikasi Enim d/a Desa Pulau Maret 3/SSB/2008 November 24, enim dengan jarak 14 Km
Ujung Tanjung Panggung Kec. Tanjung 2008 dilanjutkan ke Simp. Desa
Agung Kab. Muara Enim Pulau Panggung sejauh 12 Km
Prop. Sumatera Selatan kemudian menuju ke Desa
31155 Pulau Panggung sejauh 2 Km.
16.04.006 Sumatera Empat Lawang Tebing Tinggi Tanjung Tanjung Tegakan Benih Madhuca aspera Bambang lanang Ahmad Sanusi, Desa Mei-Juli Nopember- 1.00 37/V/BPTH.Sum- Sunday, January Palembang menuju ke Tebing
Selatan Kupang Kupang, Tebing Teridentifikasi Beringin No.143 Kel. Desember 3/SSB/2006 08, 2006 Tinggi selama 8 jam dengan
Tinggi Pasar Tebing Tinggi Kec. kereta api atau dengan
Tebing Tinggi Kab. kendaraan roda empat melalui
Lahat jalan lintas Sumatera selama 7
jam.
16.04.018 Sumatera Lahat Jarai Muara Talang Pelawi Tegakan Benih Madhuca Aspera Bambang lanang Kelompok Usaha Tani September Januari – 1.00 55/V/BPTH.Sum- Sunday, January Palembang – Lahat selama 5
Selatan Payang Teridentifikasi Purnomo, Desa Muara – Desember April 3/SSB/2006 08, 2006 jam, dari Lahat ke Desa Muara
Payang Kec. Jarai Kab. Payang selama 1,5 jam lalu
Lahat, Hp. 081532970056 menuju lokasi sejauh 3 km.
Quality Seed Source Produces Quality Seeds Page 16 of 18

Nomor Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Nama Kelas Sumber Nama Botani Nama Daerah Pemilik Sumber Musim Buah Luas Nomor Sertifikat Tanggal Keterangan Menuju
Sumber Sumber Benih Benih Bunga Masak (Ha) Sumber Benih Lokasi
Benih Benih
16.05.007 Sumatera Musi Rawas Muara Kelingi Karya Sakti Soekarno-Hatta Tegakan Benih Eusideroxylon Ulin Dinas Kehutanan Kab. Juni-Juli September- 21.75 38/V/BPTH.Sum- Sunday, January Lubuk Linggau ke Muara
Selatan Teridentifikasi zwageri Musi Rawas, jln. Yos Oktober 3/SSB/2006 08, 2006 Kelingi Desa Karya Sakti
Sudarso Komp. Pemda ditempuh sejauh 180 Km
Taba Pingin Lubuk Linggau dengan mobil melalui jalan
aspal diperkeras kemudian dari
Desa Karya Sakti menuju ke
lokasi berjalan kaki sejauh 3 Km
16.05.013 Sumatera Musi Rawas Lubuk Linggau Rahmah Rahmah Tegakan Benih Alstonia scholaris Pulai Darat PT. Xylo Indah Pratama, September Nopmenber 1.05 42/V/BPTH.Sum- Sunday, January Lubuk Linggau ke lokasi sejauh
Selatan Selatan Teridentifikasi Jl. Lintas Sumatera Km – Desember 3/SSB/2006 08, 2006 9 Km melalui jalan aspal.
20,5 Desa selangit Kab.
Musi Rawas
16.09.032 Sumatera Musi Banyuasin Sanga Desa Terusan Terusan Tegakan Benih Dryobalanops Petanang Hudaida d/a Desa September Desember – 1.60 111/BPTH- Monday, Dari Kab. Muba menuju ke
Selatan Teridentifikasi oblongifolia Terusan Kec. Sanga Januari SUM.2/SSB/2009 December 28, Desa Terusan ditempuh
Desa Kab. Musi 2009 selama 1 jam ke arah Kab.
Banyuasin Telp. Musi Rawas, Dari Desa
081276991757 Terusan menuju ke lokasi
Sumber Benih Petanang
ditempuh selama 15 menit
melalui jalur air dengan
menggunakan ketek.
17.02.003 Bengkulu Rejang Lebong Kota Padang Derati Derati Tegakan Benih Shorea sp. Meranti Dinas Kehutanan dan 52.50 36/V/BPTH.Sum- Sunday, January Curup – Simp. Kec. Kota
Teridentifikasi Perkebunan Kab. Rejang 3/SSB/2006 08, 2006 Padang sejauh 20 Km, dari
Lebong Jl. S. Sukowati simp. – Kec. Kota Padang
No. 60 Curup, Rejang sejauh 25 Km, Kec. Kota
Lebong. Telp. (0732) Padang – lokasi sejauh 15 Km.
21424
17.02.006 Bengkulu Rejang Lebong Bermani Ulu Pal VIII Bukit Kelam Tegakan Benih Agathis sp. Agatis/Damar Dinas Kehutanan dan Juni September 10.43 52/V/BPTH.Sum- Sunday, January Palembang – Lubuk Linggau-
Agathis Teridentifikasi Perkebunan Kab. Rejang – Nopember 3/SSB/2006 08, 2006 Kab. Rejang Lebong. Dari Kota
Lebong Curup ke Desa Pal VIII
ditempuh selama 40 menit
melalui jalan aspal. Dari desa
Pal VIII ke Lokasi Reg. 7/5
sejauh 10 Km.
18.01.006 Lampung Lampung Selatan Padang Cermin Durian Teluk Ratai Tegakan Benih Rhizophora sp. Bakau Dinas Kehutanan Prop. – – 300.00 60/V/BPTH.Sum- Tuesday, Dari Bandar Lampung menuju
Teridentifikasi Lampung 3/SSB/2007 September 04, ke Desa Durian Kec. Padang
2007 Cermin menyelusuri pantai
Teluk Ratai sejauh 65 Km.
Quality Seed Source Produces Quality Seeds Page 17 of 18

Nomor Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Nama Kelas Sumber Nama Botani Nama Daerah Pemilik Sumber Musim Buah Luas Nomor Sertifikat Tanggal Keterangan Menuju
Sumber Sumber Benih Benih Bunga Masak (Ha) Sumber Benih Lokasi
Benih Benih
18.01.007 Lampung Pesawaran Punduh Pidada Pulau Bakau Pulau Tegakan Benih Rhizophora Bakau Badan Pengelolaan Maret-April Mei-Juni 30.00 112/V/BPTH.Sum- Monday, July 26, Dari Kota Tanjung Karang ke
Pahawang Pahawang Teridentifikasi mucronata Daerah Perlindungan 2/SSB/2010 2010 Dermaga ketapang-Padang
Mangrove, Desa Pulau Cermin 40 Km, dari Dermaga
Pahawang, Kec. Punduh ketapang naik speedboat ke
Pidada, Kab. Pesawaran, Pulau Pahawang 45 menit
Prop. Lampung
18.04.002 Lampung Lampung Barat Pesisir Selatan Pahmungan Damar Mata Tegakan Benih Shorea javanica Damar Mata Kucing Dinas Kehutanan Prop. Juli – Oktober – 52.25 08/V/BPTH- Thursday, January Dari Tanjung
Kucing – Terseleksi Lampung Jl. H. Zainal September November SUM.3/SSB/2003 02, 2003 Karang/Palembang ke Bukit
Pahmungan Abidin, Pagar Alam, kemuning ditempuh melalui
Rajabasa Telepon (0721) jalan aspal kemudian menuju
703177 Fax. 705058 Liwa dan selanjutnya ke Krui
Bandar Lampung 35144 sampai desa Pahmungan
ditempuh melalui jalan batu
diperkeras sejauh 278 Km (7,5
jam) dan dari Desa
Pahmungan Ke Lokasi sejauh
4 Km (75 menit) ditempuh
melalui jalan tanah berbukit
19.01.008 Kep. Bangka Bangka Merawang Kimak Kimak Tegakan Benih Shorea belangeran Melangiran Dinas Pertanian dan Agustus – Oktober – 4.50 56/V/BPTH.Sum- Sunday, January Palembang-Pangkal Pinang
Belitung Teridentifikasi Kehutanan Kab. Bangka September Nopember 3/SSB/2006 08, 2006 menuju Sungai liat 35 Km
kemudian dari Sungai Liat ke
areal Kawasan HP Air Limau
Desa Kimak Kec. Merawang
sejauh 20 Km
19.01.009 Kep. Bangka Bangka Merawang Riding Riding Panjang Tegakan Benih Aquilaria malaccensis Gaharu Bpk. Amin Djauhari, Jl. September Nopember – 1.00 57/V/BPTH.Sum- Sunday, January Palembang – Pangkal Pinang
Belitung Panjang Teridentifikasi Karang Panjang Kel. – Oktober Desember 3/SSB/2006 08, 2006 menuju sungai Liat sejauh 35
Kenanga, Kec. Sungai Km kemudian menuju Simp.
Liat Kab. Bangka Batu Rusa/Merawang sejauh
17 Km lalu menuju lokasi
sejauh 3,5 Km
19.01.010 Kep. Bangka Bangka Puding Besar Puding Puding Besar Tegakan Benih Palaquium sp. Nyatoh Dinas Pertanian dan Mei – Juni Juni – Juli 2.00 58/V/BPTH.Sum- Sunday, January Palembang – Pangkal Pinang
Belitung Besar Teridentifikasi Kehutanan Kab. Bangka 3/SSB/2006 08, 2006 menuju sungai Liat sejauh 35
Km kemudian menuju Pemali –
Sempan – Kayu Besi – Puding
Besar – Bukam sejauh 35 Km
104 1858.1
8
Quality Seed Source Produces Quality Seeds Page 18 of 18

Kehutanan-Perkebunan

PARADIGMA

INDONESIA BERSATU DAN MAJU

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PERHUTANAN DAN PERKEBUNAN

COMMUNITY BASE

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG, 2005

 

 

 


Intisari

 

Hutan merupakan potensi alam sebagai salah satu “common property resources” yang sangat berharga, mengingat beragam fungsi yang sangat vital bagi keberlanjutan kehidupan lokal, nasional maupun global. Penekanan pertumbuhan ekonomi selama PJP I,  telah memacu pula semakin meningkatnya tekanan terhadap cadangan potensi hutan, termasuk kawasan  hutan bakau

 

Penyusutan luas hutan dapat terjadi karena kebakaran hutan, penebangan yang tidak terencana secara cermat atau disebabkan karena pencurian (illegal loging) serta alih fungsi. Khususnya penyusutan luas hutan karena pencurian melalui penebangan liar. Hal tersebut menunjukkan indikasi bahwa secara umum  masih terdapat kesenjangan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan hutan.

 

Telah terjadi  perubahan paradigma pengelolalaan hutan yaitu: menuju pegelolaan hutan secara berkelanjutan yang mana selama ini menempatkan pengelolaan hutan sebatas “forest timber management”  menjadi “forest resource and total ecosystem management”  sehingga hutan diharapkan dapat berfungsi sebagai ekologis, sosial budaya dan produksi/ekonomi secara terpadu.

 

Dalam rangka menuju pengelolaan hutan secara berkelanjutan di Indonesia maka perlu dipilih strategi untuk meningkatkan ketiga fungsi tersebut. Untuk meningkatkan fungsi ekologi hutan maka upaya yang dilakukan dititik beratkan pada kawasan daratan  yang memiliki kelerengan lebih 45 % dan peka terhadap erosi. Sedangkan  di kawasan perairan dalam hal ini adalah kawasan hutan mangrove maka dititik beratkan pada kawasan yang memiliki abrasi laut yang pada tingkat yang membahayakan serta pada kawasan muara sungai. Fungsi sosial budaya diupayakan untuk semakin melibatkan peran serta masyarakat, terutama masyarakat sekitar kawasan hutan . Disamping itu sebagai fungsi ekonomi diupayakan berfungsi sebagai penyangga keberlanjutan sistem produksi, konservasi dan pendaya manfaatan kekayaan yang terkandung di dalamnya serta untuk berbagai penggunaan secara terpadu.

 

Untuk mencapai hal seperti di atas maka diperlukan beberapa kegiatan yang meliputi penghutanan kembali, mempertahankan dan meningkatkan dukungan masyarakat lokal secara melembaga, menetapkan peraturan dan pelaksanaan hukum   yang mendukung pengelolaan hutan secara lebih bertanggung jawab,  pengelolaan  produksi hutan secara berkelanjutan,serta dukungan sistem informasi dan pendataan  yang akurat, komunikatif serta sederhana sehingga pengelolaan potensi hutan secara berkelanjutan dapat diujud -nyatakan.

 

Untuk mewujud-nyatakan harapan tersebut maka disusun prioritas program sebagai berikut:

A.  Evaluasi, Perencanaan dan Pengembangan Program Rehabilitasi dan Reboisasi serta Perlindungan Hutan Secara Berkelanjutan.

B. Pemantapan dan Pembuatan Peraturan, Kelembagaan Pengelolaan Hutan Secara Berkelanjutan  Berbasis Partisipasi dan Kearifan Masyarakat Lokal.

C. Pengelolaan  Hutan Produksi Secara Berkelanjutan

D.  Penyusunan Sistem Informasi dan Pendataan Pengelolaan Potensi Hutan Secara Berkelanjutan.

E. Kawasan Industri Masyarakat Perhutanan (KIMHUT)

F.  Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN)

 

1. Dasar Pemikiran

1.1. Latar Belakang

H

utan merupakan karunia Allah yang sangat berharga bagi hidup dan kehidupan di muka bumi ini. Hutan memiliki fungsi ganda baik yang bersifat ekologis, sosial, ekonomi maupun budaya. Untuk itu di dalam mengelola potensi hutan harus memperhatikan sinergi rajutan komponen-komponen baik yang berada di dalam kawasan hutan maupun yang berada di luar kawasan hutan.

Rencana dan program kegiatan pembangunan hutan  mulai mengalami pergeseran paradigma serta penyesuaian dalam hal kebijakan. Kebijakan yang semula dititik-beratkan pada pertumbuhan ekonomi yang cenderung ke arah eksploitatif, kini  diarahkan pada 1) pelestarian fungsi-fungsi lingkungan hidup, 2) keuntungan ekonomi bergeser menjadi mengutamakan keuntungan sosial, 3) kelestarian produksi bergeser menjadi kelestarian lingkungan hidup, dan 4) produksi kayu bergeser menjadi mengutamakan produksi non kayu.

 

Pada umumnya penyusutan luas kawasan hutan produksi dapat diakibatkan karena pengelolaannya yang masih belum sepenuhnya memperhatikan pengelolaan hutan secara  berkelanjutan, sedangkan penyusutan luas hutan lindung dan hutan  konservasi karena maraknya pencurian dan penebangan liar terutama selama periode reformasi. Besarnya penyusutan hutan bakau  lebih diakibatkan oleh alih fungsi menjadi tambak dan penebangan  Fenomena ini tampaknya terjadi di Indonesia. Di lain fihak , mulai ada gejala semakin meningkatnya masyarakat pendaya-manfaatan potensi yang ada di dalam laut khususnya kawasan terumbu karang. Hal ini perlu dicermati untuk mendapat perlakuan perlindungan Untuk ini upaya rehabilitasi, reboisasi dan perlindungan hutan mendesak untuk dilakukan.

 

Seiring dengan menjelang digulirnya tata aturan globalisasi maka kehutanan juga mendapat suatu tantangan terutama di dalam menuju ke era ekolabelling untuk ini persyaratan untuk menghasilkan produk barang hijau berbahan dasar dari kawasan hutan perlu mendapat perhatian.

 

Untuk menuju pengelolaan hutan berdasarkan forest resource and total ecosystem management ( hutan dipandang sebagai kesatuan yang utuh dan integral dari suatu ekosistem), maka diperlukan pula tata aturan yang mengatur, baik yang bersifat pemantapan aturan yang sudah ada maupun pembuatan yang baru. Demikian pula halnya dengan kelembagaan terutama kelembagaan yang mendorong peran aktif masyarakat lokal agar manfaat produksi/ekonomi, ekologi dan sosial budaya dapat dirasakan keadilannya baik oleh masyarakat maupun negara dan yang tidak kalah pentingnya adalah tersedia informasi data yang akurat, komunikatif, dan transparan. Informasi ini baik yang menyangkut potensi hutan: biofisik, ekonomi dan sosial budaya maupun informasi yang menyangkut kebijakan lokal, nasional maupun global.

 

1.2.  Rencana Strategi

 

Agenda 100 dalam bidang kehutanan-perkebunan ini adalah program aksi untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan pembangunan agar kualitas hidup manusia terus meningkat dan pembangunan  tetap berlanjut. Untuk itu maka  di dalam menyusun  rencana strategi bidang kehutanan maka perlu menimba pengalaman tentang permasalahan yang dihadapi sehingga potensi hutan dapat  dikelola secara berkelanjutan,

 

Di masa yang akan datang ekspor komoditi yang berasal dari kawasan hutan, terutama kayu  (khususnya di Indonesia adalah kayu jati)  harus memperhatikan standard yang ditetapkan di dalam ekolabel . Oleh karena itu jika hal ini tidak diperhatikan dapat mengakibatkan kerugian yang cukup besar karena produknya akan ditolak.

Dasar kosultasi untuk  alokasi dan penggunaan potensi alam nasional tertuang di dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yang diharapkan menjiwai setiap peraturan dan kebijakan alokasi dan penggunaan potensi alam, termasuk hutan. Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 mengamanatkan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai  oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan kata lain siapa saja yang terlibat di dalam pengelolaan potensi alam termasuk hutan ini manusianya harus bertanggung jawab.

Sejalan dengan era reformasi, termasuk pula di dalam strategi pembangunan kehutanan juga mengalami reformasi paradigma, yang semula pembangunan kehutanan atas dasar  hanya mementingkan produk kayu semata (“forest timber managemen”), berubah menjadi paradigma baru yaitu strategi balik arah (“turn over strategy”) yang meletakkan posisi potensi hutan sebagai amanah Allah dan potensi hutan sebagai ekosistem (Fattah,1999).  Nasution (1999) menjelaskan bahwa paradigma pembangunan kehutanan era reformasi adalah pembangunan kehutanan yang dibangun atas dasar sistem etika pembangunan yang menjamin keberlanjutan  sistem dan fungsi potensi hutan, menghargai keterkaitan dan saling ketergantungan antara potensi hutan, rakyat, dan komunitas yang melingkupinya,  bersifat inklusif agar keragaman sistem potensi  hutan tetap dapat dipertahankan,  bersifat integratif dan partisipatif, serta berani menyuarakan kebenaran sistem nilai yang telah disepakati oleh para pendiri negara sebagaimana tertuang di dalam Pembukaan dan pasal 33 UUD 1945.

 

Selanjutnya dikemukakan bahwa berdasarkan etika dan nilai tersebut diatas, terdapat lima tujuan kebijakan pembangunan kehutanan, yaitu:

1. Meningkatkan efisiensi alokasi dan penggunaan potensi hutan

2. Menjamin distribusi manfa’at alokasi dan penggunaan potensi hutan secara berkeadilan

3. Meningkatkan pemberdayaan dan kapasitas sosial dan ekonomi masyarakat

4. Mewujudkan kemampuan nasional dalam mengembangakan barang dan jasa kehutanan yang tidak saja kompetitif di tingkat korbanan potensi yang dilakukan

5. Menjamin keberlangsungan sistem potensi hutan

 

Jika berbagai kebijakan pembangunan kehutanan yang telah ada ternyata belum mampu mencermikan berbagai tujuan tersebut maka kebijakan-kebijakan yang ada tersebut perlu disempurnakan sesuai dengan visi dan misi serta tujuan pengelolaan hutan secara berkelanjutan.

 

Berdasarkan uraian-uraian diatas maka perlu dirumuskan pengelolaan hutan dengan menyeimbangkan tiga fungsi hutan, yaitu fungsi  ekologi, sosial-budaya dan ekonomi dengan tetap berpegang teguh inti dasar pengelolaan hutan, yaitu kelestarian yang bermanfa’at dan kemanfa’atan yang lestari dengan prinsip dasar ”Progressive Sustained Yield Principle”, dan menggeser dari  pandangan Forest for People menjadi Forest Within People. 

 

Langkah-langkah menuju keseimbangan tersebut harus dipegang oleh para stakeholder yang arif bijaksana serta bertanggung jawab.  

                                                                       

1.2.1. Visi

Pengelolaan potensi hutan untuk mensejahterakan masyarakat dengan tetap menempatkan fungsi social budaya, ekologi, dan ekonomi dalam proporsi yang seimbang.             

 

1.2.2. Misi

 

1.    Merealisasikan pembangunan hutan berbasis pada peran serta kearifan komunitas masyarakat  (“community based forest development”)

2.    Orientasi pada berbagai peran hasil hutan ( “multi purpose timber orientation”)

3.    Meningkatkan  peran hutan dengan segenap sumberdayanya selaku area keseimbangan ekosistem.

 

 

1.2.3. Tujuan

Berdasarkan paparan permasalahan dan arahan strategis maka Program  Perhutanan – Perkebunan di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Mengoptimalkan  kawasan yang seharusnya dihutankan

2.  Meningkatkan peran serta kearifan masyarakat lokal yang berpartisipasi aktif dalam kelembagaan untuk mendukung pengelolaan hutan dan kebun secara berkelanjutan

3. Memantapkan dan menyusun konsep aturan untuk menyeimbangkan ketiga fungsi hutan dan perolehan dari kawasan hutan antara untuk negara dan kesejahteraan  masyarakat, terutama masyarakat sekitar kawasan hutan

4. Memantapkan pengelolaan hutan produksi secara berkelanjutan

5. Memudahkan para fihak yang terkait untuk memperoleh informasi yang komunikatif, sederhana dan komprehensif untuk mendukung pengelolaan hutan secara berkelanjutan

 

2. Program-Program

Untuk mengujud-nyatakan tujuan tersebut maka disusun  prioritas aksi  tindak dalam pembangunan kehutanan di Indonesia  yang meliputi beberapa bidang program sebagai berikut:

A.  Evaluasi, Perencanaan dan Pengembangan Program Rehabilitasi dan Reboisasi serta Perlindungan Hutan Secara Berkelanjutan.

B.  Pemantapan  dan Pembuatan: Peraturan,  Kelembagaan Pengelolaan Hutan Secara Berkelanjutan Berbasis Partisipasi dan Kearifan Masyarakat Lokal.

C. Pengelolaan  Hutan Produksi   Secara Berkelanjutan

D. Penyusunan Sistem Informasi dan Pendataan Pengelolaan Potensi Hutan Secara Berkelanjutan.

E. Kawasan Industri Masyarakat Perhutanan (KIMHUT)

F.  Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN)

 

2.1. Progam :

EVALUASI DAN PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PROGRAM REHABILITASI DAN REBOISASI  SERTA  PERLINDUNGAN HUTAN SECARA BERKELANJUTAN

 

2.1.1. Dasar Pertimbangan

Di Indonesia terdapat gejala adanya  gangguan  fungsi hutan secara ekologis terutama di daerah hulu yang mengakibatkan munculnya bahaya banjir,  laju erosi atau degradasi lahan  meningkat, air sungai makin keruh dan mendangkalnya sungai serta waduk sehingga akhirnya dapat menganggu penyediaan air  dan bahkan kekeringan. Permasalahan ini dapat diatasi dengan kegiatan rehabilitasi (di luar kawasan hutan), reboisasi ( di dalam kawasan hutan) dan upaya perlindungan hutan, Di lain fihak telah tampak adanya pemanfaatan potensi hutan yang berada di daerah laut, misalnya terumbu karang yang semakin meningkat, demikian pula halnya telah terjadi alih fungsi hutan mangrove menjadi industri tambak sehingga menimbulkan meningkatnya abrasi air laut dan gangguan kekayaan keanekaragaman hayatinya.

 

Fakta menunjukkan bahwa di Indonesia telah dilakukan upaya untuk rehabilitasi dan reboisasi dan perlindungan hutan. Di dalam pelaksanaannya ada yang berhasil dan ada pula yang masih perlu disempurnakan maka untuk mewujudkan pengelolaan hutan secara berkelanjutan maka perlu dikaji  hasil pelaksanaan  tersebut. Evaluasi  ini penting agar menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan perencanaan kegiatan selanjutnya, yang berhasil dipertahankan dan yang belum perlu disempurnakan. Penyempurnaan yang dilakukan perlu memperhatikan keseimbangan  fungsi hutan baik fungsi ekologi, sosial budaya maupun ekonomi.   Untuk merealisasikannya perlu adanya peran serta masyarakat lokal terutama yang menyangkut ketiga kegiatan (rehabilitasi, reboisasi, dan perlindungan hutan)  beserta perangkat teknis yang mendukung pengelolaan hutan secara berkelanjutan.

 

 

2.1.2. Tujuan Program

1.  Meningkatkan sumbangan fungsi hutan secara ekologi, ekonomi dan sosial-budaya  dengan cara memantau adanya regenerasi alami pada daerah yang mengalami  degradasi melalui kegiatan rehabilitasi, reboisasi dan perlindungan hutan.

2. Menginvetarisasi  dan mengkaji serta menyusun konsep ketiga kegiatan tersebut untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan penyusunan rencana dan pengembangan ketiga kegiatan di masa mendatang

3. Meningkatkan kemampuan pengelola dalam bidang teknis dalam rangka rehabilitasi dan reboisasi serta perlindungan hutan secara berkelanjutan.

4.  Meningkatkan potensi manusia untuk melaksanakan rehabilitasi dan reboisasi serta perlindungan hutan secara  berkelanjutan

5.  Mendorong pemanfa’atan hutan yang efisien dan berkelanjutan dengan lebih menitik beratkan produksi dan jasa hasil hutan non kayu

6. Meningkatkan peran serta masyarakat lokal di dalam program rehabilitasi dan reboisasi serta perlindungan hutan dengan memperoleh kontribusi perolehan secara adil

 

2.1.3. Rencana Strategis

Berpijak pada potensi, permasalahan, dan tantangan di masa depan maka rencana strategis pada Bidang Program Evaluasi, Perencanaan dan Pengembangan Program Rehabilitasi dan Reboisasi dan Perlindungan Hutan adalah sebagai berikut:

1.  Melakukan  evaluasi dan pengembangan baik dari aspek perencanaan pelaksaaan maupun teknis untuk reboisasi, rehabilitasi dan perlindungan hutan termasuk pengembangan IPTEK hasil hutan non kayu.

2. Optimalisasi kawasan yang dihutankan.

3. Meningkatkan peran aktif masyarakat lokal di dalam pelaksanaan rehabilitasi dan reboisasi serta perlindungan hutan agar fungsi hutan lebih optimal

4.  Mengembangkan model-model, seperti pemberdayaan masyarakat dalam pengamanan hutan dan vegetasi lingkungan sekitar untuk mengembangkan alternatif produksi kayu rakyat dan menghilangkan faktor penyebab menurunnya luasan hutan produksi maupun hutan lindung dan konservasi yang ada saat ini.

 

2.1.4. Tahapan Kegiatan

1. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan rehabilitasi dan reboisasi , perlindungan hutan serta merumuskan cara penyelesaian yang sesuai  dengan profil existing condition  di masing-masing kabupaten yang relevan di Indonesia

2. Mengembangkan sistem: informasi tentang kawasan yang perlu di rehabilitasi dan reboisasi, serta perlindungan hutan

3. Mengembangkan dan mensosialisasikan informasi cara dan hasil pemantauan, pengawasan dan penegakan aturan bagi pelaksana yang terlibat di dalam ketiga kegiatan itu dalam rangka menunjang pengelolaan hutan secara berkelanjutan

4. Mengembangkan program-program rintisan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan masyarakat lokal yang menunjang tiga kegiatan tersebut , misalnya: Program Pemberdayaan Masyarakat Desa  Hutan (PMDH), Pengembangan       Masyarakat Kawasan Hutan (PMKH), Koperasi Perhutani, Kawasan Usaha Kecil dan Menengah Masyarakat sekitar Hutan

5. Merumuskan pemilihan koditi yang akan dikembangkan dan mengembangkan teknik-teknik tanam kembali dengan teknik budidaya yang tepat guna dengan memperhatikan ketiga fungsi hutan

6.  Memantapkan potensi manusia pada kelompok inti yang terlibat di dalam program  rehabilitasi  dan reboisasi  serta perlindungan hutan  melalui kelembagaan formal maupun non formal yang sudah terbentuk di desa , melalui pelatihan interaktif dan komprehensif

7.  Merumuskan dengan melibatkan peran serta wanita tentang draft pengelolaan  rehabilitasi dan reboisasi serta perlindungan hutan yang menunjang  pembangunan secara berkelanjutan di Indonesia

8.  Mengkaji proses perencanaan serta manajemen konservasi hutan dan merumuskan jalan keluar jika ditemui permasalahan

9.  Melakukan kegiatan rehabilitasi, reboisasi, dan perlindungan hutan secara seimbang di berbagai ekosistem

 

 

2.2. Program :

PEMANTAPAN DAN PEMBUATAN: PERATURAN, KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN SECARA BERKELANJUTAN BERBASIS PARTISIPASI DAN KEARIFAN MASYARAKAT LOKAL

             

2.2.1. Dasar Pertimbangan

 

Konflik antara kawasan lindung dengan masyarakat setempat seringkali muncul. Pada masa lalu cagar alam dan taman nasional ditetapkan dengan menghilangkan akses masyarakat setempat terhadap hutan. Hal ini menyebabkan terjadinya perambahan yang mengarah pada kerusakan hutan. Undang-undang Konservasi Sumberdaya Alam  dan Ekosistem tahun 1990 berisikan upaya untuk mengatasi hal ini melalui penetapan daerah penyangga di kawasan lindung sehinga pemungutan hasil hutan dapat pula dilakukan oleh masyarakat. Daerah penyangga dapat dimanfa’atkanuntuk tujuan produksi oleh masyarakat  melalui kegiatan perkebunan atau pertanian, misalnya dengan sistem agroforestry, wanawisata untuk mencegah terjadinya gangguan di kawasan lindung. Anggapan umum bahwa koservasi merupakan penghalang  pembangunan dan pertumbuhan ekonomi serta pemerataan kesejahteraan masyarakat setempat perlu dirubah secara perlahan-lahan  sejalan dengan pemanfaatan keaneka ragaman hayati, misal: untuk obat-obatan, minyak atsiri, pewarna,damar, tegakan benih, tanaman hias, arboretum dan  lebah madu, penakaran satwa liar serta  wanawisata. Peran serta masyarakat lokal dapat pula dilaksanakan pada kawasan hutan produksi, dengan sistem pembagian pendapatan yang adil.

 

Salah satu hal penting yang mendukung pengelolaan hutan secara berkelanjutan adalah  mantapnya aturan  dan mantapnya kelembagaan berbasis partisipasi dan kearifan masyarakat lokal mengingat aspek sosial budaya menjadi faktor yang harus diperhatikan.

Mantapnya aturan antara lain ditandai dengan adanya kejelasan tentang aturan yang tersedia (tidak ada tumpang tindih aturan), dan mendukung keadilan perolehan bagi fihak-fihak yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Mantapnya kelembagaan antara lain ditandai dengan semakin kompaknya (persamaan persepsi dan meningkatnya kesadaran) komunitas pengelola di dalam mengujudkan pengelolaan hutan secara berkelanjutan

 

2.2.2. Tujuan Program

1.  Menghargai dan mempertahankan nilai ekologis, budaya dan ekonomis hutan untuk kehidupan masyarakat di dan sekitar hutan

2.  Melaksanakan peran serta masyarakat  secara penuh dan murni secara melembaga dalam memanfaatkan potensi hutan termasuk pembagian keuntungan yang seimbang

3.  Meningkatkan ketrampilan dan organisasi kelembagaan masyarakat yang tinggal di hutan dalam pengelolaan dan rehabilitasi hutan, perlindungan hutan, keaneka ragaman hayati dan pemasaran produk, serta memantapkan aturan  dan budaya.

5      Menggalakkan kepedulian masyarakat akan fungsi dari kawasan pengangga (buffer zone)

6      Penataan tata ruang kawasan hutan sesuai dengan peruntukkannya (lindung, produksi kayu produksi non kayu, dan Konservasi)

2.2.3. Rencana Strategis

1. Meningkatkan peran masyarakat agar sadar tentang hutan pentingnya fungsi hutan kemasyarakatan

2.  Mempertahankan dan meningkatkan peran serta masyarakat   sekitar kawasan hutan dalam memanfaatkan hutan sesuai dengan prinsip pengelolaan hutan secara berkelanjutan.

3.  Memulihkan dan mempertahankan fungsi sosial budaya hutan yang bertanggung jawab dan melembaga

4. Menetapkan kawasan penyangga.

5. Meningkatkan daya-manfaat hasil keaneka-ragaman hayati

 

2.2.4. Tahapan Kegiatan

1.  Mengadakan pemetaan dan inventarisasi secara sistimatik terhadap kawasan hutan yang memungkinkan adanya peran serta masyarakat untuk mengelolanya

2. Menginformasikan hasil pemetaan secara tranparan, misal : area kawasan penyangga yang dapatnya masyarakat berperan serta

3. Mensosialisaikan teknik budidaya campuran dengan mendaya mafaatkan tegakan yang telah ada.

4. Mengenalkan teknik-teknik pengolahan hasil hutan skala mikro

5. Membangun kemitraan antara masyarakat dengan fihak pemerintah dan pengusaha

6.  Meninjau peraturan dan program kehutanan  yang ada, khususnya yang berhubungan dengan peran serta masyarakat di dalam hutan untuk tujuan mempersiapkan dasar bagi status hukum untuk hak dan sistem masyarakat atas sumberdaya

7. Memasukkan di dalam kurikulum tentang pengelolaan hutan secara berkelanjutan dengan teknik penyampaian sesuai dengan daya tangkap anak didik

8. Mendidik masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka terhadap pengelolaan hutan yang berkelanjutan

9. Mengadakan kampanye publik dengan melibatkan peran wanita tentang pentingnya menghargai hak dan gaya hidup tradisional dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan

10. Pengembangan diversifikasi hasil hutan yang tetap menjaga keseimbangan ketiga fungsi hutan

 

 

2.3. Program :

PENGELOLAAN  HUTAN PRODUKSI  SECARA BERKELANJUTAN

 

2.3.1. Dasar Pertimbangan

Kerusakan hutan di wilayah Indonesia khususnya hutan produksi sudah pada tahap yang memprihatinkan. Keadaan ini diperkirakan akan semakin meluas pada Tahun mendatang, jika tidak dilakukan perencanaan penebangan secara arif-bijak, menyeluruh dan terpadu oleh berbagai fihak terkait . Kayu yang dikelola berasal dari hutan jati dan beberapa jenis kayu yang lain, misalnya: senggon. Potensi hutan di Indonesia diharapkan sudah mulai dikelola secara terpadu berkelanjutan. Hal ini penting dalam rangka memasuki pangsa pasar di era globalisasi adalah “barang hijau”. Barang hijau ini dihasilkan dari pengelolaan hutan secara berkelanjutan, yang telah dievaluasi mutu  tingkat keberlanjutannya.

2.3.2. Tujuan Program

1.  Mendorong pengelolaan hutan yang efisien, terpadu, dan berkelanjutan, mencakup kayu dan non kayu berdasarkan daya dukung potensi dan melalui pengembangan indutri hutan skala rakyat kecil menengah yang hemat bahan dasar

2.  Meningkatkan peran  pemerintah dan masyarakat serta lembaga swadaya masyarakat dalam menetapkan pemanfaatan hasil hutan yang berkelanjutan dan hemat melalui perangkat  ekonomi dan hukum

3. Mengembangkan kemitraan antara pengusaha, masyarakat dan pemerintah    dalam menjamin produksi hutan yang berkelanjutan berdasarkan tanggung jawab serta pembagian keuntungan yang adil dan ketepatan sosial dan ekologi

 

2.3.3. Rencana Strategis

1.  Menggeser pola pandang  para stakeholder yang terlibat di dalam mengelola hutan yang semula fokus pada orientasi ekonomi menjadi  hutan dipandang sebagai kesatuan yang utuh dan integral dari suatu ekosistem

2.  Meningkatkan kemampuan para pengelola untuk mengelola hutan secara berkelanjutan

2.3.4. Tahapan Kegiatan

1.   Menyelaraskan pemahaman, kriteria dan indikator mengenai pengelolaan hutan produksi secara  berkelanjutan terutama diantara Pemerintah, Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), LSM dan wakil-wakil masyarakat.

2.   Mempromosikan konsep pengelolaan hutan yang seimbang baik sebagai sumber  kesejahteraan masyarakat, lokal dan luar, maupun sebagai sumber devisa

3.   Mengenalkan diversifikasi hasil hutan non-kayu berdasarkan: pemanfaatan berkelanjutan dan penelitian mengenai pengolahan serta daya dukung pasarnya, pengetahuan tradisionalnya dalam pemanfaatan dan konservasi setiap spesies plama nutfah.

4.   Mengenalkan indikator produk-produk yang berekolabel kepada konsumen

5.   Menginventarisir dan mensosialisasikan teknologi pengolahan hasil hutan yang efektif dan efisien antara lain teknologi hemat bahan dasar, teknik daur ulang khususnya untuk pulp dan kertas serta mebel.

6.   Pelatihan para pelaksana tentang pengelolaan hutan secara berkelanjutan, metode pemasaran hasil-hasil hutan berekolabel

7.   Mempromosikan mengurangi konsumsi hasil hutan dan mengajak konsumen untuk membeli produk-produk ekolabel

8.   Pelaksanaan  sanksi yang tegas bagi pelanggaran praktek pengelolaan hutan produksi secara berkelanjutan dan memberikan insentif bagi yang mematuhi guna  meningkatkan tanggung sektor bisnis, masyarakat, dan pemerintah

9.   Pengembangan diversifikasi hasil hutan yang tetap menjaga keseimbangan fungsi hutan secara ekologi, ekonomi, dan sosial budaya

10. Menerapkan ekolabel untuk pemasaran seluruh hasil hutan baik dalam bentuk kayu maupun non kayu yang efektif dan efisien pada tahun 2005

11. Pengembagan diversifikasi hasil hutan yang tetap menjaga keseimbangan ketiga fungsi    hutan

12. Membuat Rencana Karya Lima Tahun (RKL) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) sesuai dengan kaidah-kaiodah pengelolaan hutan secara berkelanjutan

 

 

2.4. Program :

SISTEM INFORMASI DAN PENDATAAN PENGELOLAAN POTENSI HUTAN SECARA  BERKELANJUTAN

 

2.4.1. Dasar Pertimbangan

Agar dapat tercapai tujuan kebijakan pembangunan kehutanan harus ditunjang oleh empat prinsip reformasi pembangunan kehutanan, yaitu: transparan, partisipatif, accountable, dan terintegrasi. Keempat syarat ini akan dapat operasional manakala di dukung oleh suatu sistem informasi yang akurat tentang data potensi hutan dan ini perlu disiapkan agar memudahkan bagi stakeholder yang relevan dan membantu dalam kontrol pelaksanaan dapat disajikan secara terbuka dan memudahkan di dalam proses evaluasi pada setiap tahapan kegiatan yang menyangkut pengelolaan hutan baik yang berupa panen hasil kayu maupun non kayu. Keterbukaan informasi akan memudahkan pula bagi fihak pendidikan untuk dapat mengakses informasi dan selanjutnya diteliti agar daya-manfa’at dapat lebih dapat dirasakan oleh khalayak banyak.

 

2.4.2. Tujuan Program

1. Meningkatkan  kesadaran masyarakat di dalam mengelola hutan

2.  Meningkatkan daya manfa’at hutan dan kekayaan yang ada di dalamnya dengan  memperhatikan kaidah-kaidah manajemen ekosistem

3. Membantu dan memudahkan menyediakan informasi yang akurat baik pada tahapan perencanaan, pemantauan dan evaluasi agar tidak terjadi distorsi pengelolaan hutan/ menyeimbangkan ketiga fungsi hutan

 

2.4.3. Rencana Strategis

1. Merumuskan konsep penyajian informasi yang komunikatif, akurat, dan sederhana

2. Mensosialisasikan  model system informasi yang tepat kepada stakeholder yang relevan

3. Memantau pelaksanaan aplikasi sistem informasi yang dikembangkan

2.4.4. Tahapan Kegiatan

1. Menginventarisir macam informasi yang dibutuhkan informasi yang telah ada di Indonesia untuk pengelolaan hutan secara berkelanjutan baik informasi yang berisi data biofisik maupun yang menyangkut aturan serta kelembagaan ekonomi dan sosial, dan yang bersifat local, regional serta internasional

2. Mencari  dan menerapkan model data base yang tepat/sesuai kebutuhan

3.  Melakukan pemetaan kawasan hutan produksi, hutan lindung, dan hutan konservasi, termasuk pula kawasan penyangga, serta wilayah tradional dengan menggunakan metode yang lebih akurat misalnya dengan citra satelit dan  foto udara

4. Mendiseminasikan dan melaksanakan hasil pemetaan sesuai dengan peruntukannya

5. Melaksanakan sosialisasi, misalnya melalui pelatihan tentang pemggunaan model informasi yang tepat.

6. Memantapkan kelembagaan sistem informasi secara terpadu.

 

 

2.5.        KAWASAN INDUSTRI MASYARAKAT PERHUTANAN (KIMHUT)

 

1.  PENDAHULUAN

 

1.1. Latar Belakang

Pengembangan KIMHUT Sistem Empat Strata ini pada hake­katnya ditujukan untuk memanfaatkan seoptimal mungkin sumberdaya lahan kritis secara lestari berdasarkan keunggulan komparatifnya.

Pemilihan komoditi unggulan durian dengan komoditi penunjangnya didasarkan atas keunggulan wilayah dan peluang untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat ekologis bagi kesejahteraan masyarakat.

Beberapa hal yang melatar-belakangi pengembangan KIMHUT Sistem Empat Strata adalah:

1.    Pemberdayaan ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan lahan kritis melalui pengembangan KIMHUT Sistem Empat Strata terpadu

2.    Antisipasi Krisis buah segar, akibat melimpahnya durian impor

3.    Berbagai distorsi dalam Sistem Distribusi produk buah-buahan tropis:

–    Lemahnya posisi tawar petani produsen durian menghadapi lembaga pemasaran pada berbagai tingkatan

–    Produksi durian pada lahan subur mengalami tekanan berat dari komoditi lain

–    Sistem kemitraan petani buah– LEMBAGA pemasaran “kurang adil”

–    Biaya transportasi relatif tinggi

4.    Produk KIMHUTmasih terbatas pada buah segar

5.    Potensi benefit ekonomi yang sangat besar dari agribisnis dan sinergi dengan penerapan sistem usahatani konservasi

 

Berdasarkan kepada permasalahan di atas, maka kegiatan pengembangan KIMHUT Sistem Empat Strata diharapkan mampu memberdayakan ekonomi masyarakat pedesaan melalui KIMHUT Sistem Empat Strata Terpadu guna peningkatan daya saing produk domestik.

 

Secara rinci tujuan ini dapat diabstraksikan sbb:

1.    Menginisiasi berkembangnya KIMHUT Sistem Empat Strata terpadu yang didukung oleh adanya techno-industrial cluster yang relevan

2.    Pengembangan teknologi pengolahan diversivikasi produk agribisnis: Buah segar, berbagai bentuk olahan, produk tanaman sela semusim, produk tanaman pagar, pupuk organik, ternak dan pakan ternak

3.   Pengembangan kelembagaan Koperasi pengelola KIMHUT Sistem Empat Strata terpadu

Performance agribisnis produk hutan rakyat dan sekitarnya pada saat sekarang dapat diabstraksikan berikut ini.

 

Lima faktor yang menjadi KEKUATAN bagi pengembangan KIMHUTadalah:

a.    Ketersediaan lahan yang didukung oleh keunggulan komparatif kondisi agroekologi

b.    Sifat unggul buah durian untuk pasar regional dan nasional

c.    Ketersediaan SDM dan masyarakat untuk mendukung hutan-rakyat durian yang unggul

d.    Sarana /prasarana dan kelembagaan penunjang yang komitmennya tinggi terhadap perhutanan durian dan industri pengolahannya

e.    Potensi pasar yang sangat besar

 

Beberapa  KELEMAHAN yang menonjol adalah:

a.    Kesenjangan hasil-hasil penelitian dengan aplikasi secara komersial

b.    Posisi “lembaga pemasaran” sangat dominan

c.    Belum terbentuknya keterkaitan-kemitraan yang adil antar pelaku (cluster) hutan-rakyat durian & sistem distribusi durian

d.    Produk yang dipasarkan masih terbatas pada buah segar.

e.    Tingginya komponen biaya transportasi dalam struktur biaya produksi

 

Beberapa  PELUANG yang dapat diidentifikasi adalah:

a.    Pasar domestik (lokal, regional dan nasional) sangat terbuka

b.    Diversifikasi produk-produk olahan durian sangat potensial

c.    Kebutuhan pengembangan keterkaitan antara cluster produksi dan cluster distribusi dalam kelembagaan KIMHUTRA durian terpadu

d.    Kebutuhan Pemberdayaan sistem kelembagaan produksi

 

Ancaman yang dianggap serius adalah:

a.  Hambatan-hambatan sistem distribusi /perdagangan buah durian

b.  Persaingan dengan produk impor buah durian

c.  Persaingan dengan komoditi lain dalam penggunaan lahan

d.  Hambatan-hambatan sistem industri pengolahan durian

 

Dampak yang dapat diharapkan adalah :

1.    Berkembangnya KIMHUT Sistem Empat Strata terpadu dengan keterkaitan yang adil di antara cluster-cluster yang ada

2.    Terbentuknya Koperasi pengelola KIMHUT Sistem Empat Strata yang mampu mengkoordinasikan sistem produksi dan sistem distribusi produk durian

3     Meningkatnya citra dan keunggulan produk durian domestik

4     Sinergi  antar pelaku agribisnis/agroindustri  dalam KIMHUT Sistem Empat Strata terpadu

5.    Tumbuh-kembangnya semangat masyarakat untuk  memproduksi durian

6.    Tumbuh-kembangnya pasar produk-produk olahan durian

7.    Tumbuhnya semangat untuk melestarikan sumberdaya lahan kritis

 

1.2. Tujuan

 

Pengembangan KIMHUT Sistem Empat Strata ini ditujukan untuk memberdayakan masyarakat dalam melakukan usaha ekonomi produktif dan sekaligus melestarikan sumberdaya hutan dan lahan kritis dengan memanfaatkan keunggulan komparatif wilayah.

Secara rinci tujuan dari program  pengembangan KIMHUT Sistem Empat Strata ini adalah:

1.    Pemberdayaan Kelompok tani Pengelola KIMHUT Sistem Empat Strata Terpadu

2.    Pengembangan KIMHUT Sistem Empat Strata Terpadu dengan komponen utamanya:

a. Cluster  KSP (Kawasan Sentra Produksi) Hutan Rakyat Durian Sistem Empat Strata (SES)

b. Cluster Industri Pengolahan buah durian

c. Cluster Industri Pupuk Organik Limbah industri pengolahan

d. Cluster POSYANTEK dan Sistem Informasi Pasar

e. Cluster KSP Ternak : Sapi atau Kambing kereman

f.  Cluster Transportasi dan Pemasaran & Promosi

3.    Kajian Keunggulan produk-produk hilir dan industri pengolahan durian

4.    Sosialisasi dan Komersialisasi hasil-hasil kajian

5.    Penrapan Gugus Kendali Mutu dalam sistem produksi Durian

 

 


1.3. Konsep KIMHUT Sistem Empat Strata

 

 

 

 

                     MANAJEMEN PENDANAAN DAN TEKNOLOGI

 

 

                   

                                                                   DANA INVESTASI

 

 

 

 

 

    POSYANTEK              Teknol              Koperasi KIMHUTRA DURIAN

                                            dana

 

 

 

 

    Kebun                                                                           KSP  DURIAN  

    Teknologi &                                                                  100-500 ha

    SIM-Pasar

 

 

                                           

                                                     Industri Pengolahan

                                                                 DURIAN

 

 

 

 

   

                            Industri                                               KSP TERNAK:

                       Pupuk Organik                                        SAPI/ KAMBING

                    PENGOLAHAN LIMBAH                           

                                                                          

 

    

                                                 Industri Perdagangan

                                                 / PEMASARAN           

        

   

 

 

 

 

                                                    EXTERNAL MARKET

 

 

 

 


 

 

 

KETERKAITAN  ANTAR CLUSTER DALAM KIMHUTRA DURIAN-SES

 

 

 

 

CLUSTER

ALSINTAN/SAPRODI

 

PRODUK

KSP                     INDUSTRI                   OLAHAN      Cluster           PASAR

DURIAN            PENGOLAHAN                                   pangan            Regional

OLAHAN

 

 

 

 

 

 

– Pupuk

– Pestisida                       Bahan kimia           LIMBAH

– Herbisida                       penolong               INDUSTRI

 

 

LIMBAH                              Cluster

Cluster                    USAHATANI                        Pemasaran &

Agrokimia                                                            Transportasi

 

Pasar

Industri                    IndustrI                 PROMOSI           Nasional

PETERNAKAN             Pupuk                  Kemas &

&  Pakan                       Organik                   Packaging

ternak

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                       SISTEM PERBANKAN  DAN ASURANSI

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

KSP DURIAN:  HUTAN-RAKYAT SISTEM EMPAT STRATA

 

 

Strata I: Tanaman pagar, yaitu Mahoni, Pete, Sengon, Kaliandra, Lamtoro Gung, Glericidea

 

 

 

 

 

 

Strata II:  Durian Sistem Empat Strata cebol / genjah jenis unggul

Jarak tanam 6- 8 x 6 – 8 m

 

 

 

 

 

 

Strata III: Penguat teras rumput gajah & FEED- CROPS

Tanaman sela jagung, kacang hijau, sayuran

hingga durian umur 5-10 tahun

 

 

 

 

 

 

STRATA IV:

 

SISTEM PENGGEMUKAN TERNAK:              UNIT PENGOLAH

KAMBING / SAPI KEREMAN                                   LIMBAH

Sistem KIMHUT Sistem Empat Strata: Organisasi Produsen Primer

 

 

 

 

 

FORKA                                                 Investor

Durian SES                                                       Pemerintah

 

 

 

 

Konsultasi/investasi/Perkreditan

 

 

 

 

kredit

dengan             Suasta/

( PTL dan PPL)              sistem                perwakilan ASOSIASI

Tokoh/PEMUKA            bagi hasil            Pedagang buah

Agama/                                                Produsen Saprodi

Masyarakat

 

 

 

 

kerjasama

 

 

Pemasaran

SLADUR                       Modal                           hasil buah

usaha                           & SAPRODI

 

 

 

 

 

 

KOPERASI KIMHUTRA  Durian SES

 

 

 

 

 

KUBA Durian S E S

25-30 RTP

 

            KSP  DURIAN: HUTAN RAKYAT SES


 Sistem Pemberdayaan KIMHUT Sistem Empat Strata

 

 

 

FORKA

Durian S E S

BPTP

 

 

 

 

 

PL / PPL/LSM                                        POSYANTEK

Tokoh masyarakat                                       AGRIBISNIS

DURIAN

 

 

 

 

 

Koperasi                                  Suasta   /

KIMHUT SES                        Lembaga

pemasaran

 

 

 

 

 

 

 

 

KUBA durian                                 KUBA  durian               …………..

25-30 RTP                        25-30  RTP                    ………

 

 

 

 

 

 

                   KUBA INDUSTRI PENGOLAHAN

 

 

 

 

 

 

                 SHOW-ROOM /  PUSAT PAMER/ PUSAT PROMOSI

                                            PRODUK DURIAN

 

 


1.4. Lingkup Kegiatan

 

1.4.1. Penetapan Lokasi dan Sasaran Jenis Usaha

Pemilihan lokasi didasarkan atas ketersediaan lahan kritis, kesesuaian lahan serta agroklimatnya BAGI DURIAN, kesia­pan prasarana, ketersediaan tenaga kerja serta sumberdaya lain yang membentuk keunggulan lokasi. Pemilihan komoditas utama dan penunjang serta jenis usahanya didasarkan atas potensi menghasilkan  keuntungan,  potensi    pema­sarannya, kesiapan dan penerimaan masyarakat atas jenis usahatani yang akan dikembangkan, kese­larasan dengan kebijakan pembangunan daerah, serta potensi untuk penerapan usahatani konservasi.

 

1.4.2. Penentuan Kegiatan yang Dilakukan

Penentuan kegiatan KIMHUT mempertimbangkan hasil-hasil analisis SWOT mengenai kondisi riil saat ini dan kondisi yang diinginkan, yang dirinci menurut komponen- komponen penting sistem agribisnis, yaitu target grup,  ketersediaan  dan  kesesuaian lahan, dan prasarana nya, ketersediaan sarana produksi, kemam­puan pengelolaan budidaya, penanganan pasca panen, pemasaran, dukungan prasarana dan kelembagaan.

 

1.4.3. Rincian Kegiatan Sinergis Lintas Sektoral

Kegiatannya antara lain meliputi hal-hal berikut ini.

 

(1). Pengembangan Budidaya: KIMHUT HUTAN RAKYAT

Pengembangan hutan milik masyarakat dengan komoditi utama durian dan tanaman komplemen­ternya, diidentifikasi menurut volume fisik yang jelas. Garis besar kegiatannya meliputi persiapan lahan dan penyiapan petani, pelatihan agribisnis dan usahatani konservasi, penyediaan bibit, agroinput & alat pertanian, dan penyiapan kelembagaan pelaku agribisnis. Kegiatan teknis penunjang meliputi pembinaan teknis budidaya, cara memanen dan cara untuk mempertahankan kualitas produk, perlakuan pasca panen.

 

 

(2). Pembinaan Pasca Panen dan Pemasaran

Peningkatan ketrampilan teknis dalam penanga­nan pasca panen seperti cara memanen, mengumpul­kan dan menyeleksi hasil panen serta peralatan yang diperlukan untuk mempertahankan kualitas hingga cara pengolahan produk untuk meningkatkan nilai tambah serta meningkatkan kemampuan pema­saran. Untuk melaksanakan pembinaan dengan sarana yang tersedia di wilayah secara lebih  optimal  maka  kerjasama  dengan  instansi per industrian dan perdagangan setempat harus dilakukan.

 

(3). Pengembangan Usaha Agribisnis

Cluster yang menyangkut pengelolaan usaha dan melaksanakan kemi­traan dengan pedagang, dan industri pengolahan durian diberdayakan melalui pembinaan Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) ke arah terbentuknya koperasi petani durian, pemben­tukan Forum Komunikasi Agribisnis (FORKA), pelaksanaan temu-temu usaha, pelatihan kewirausahaan, dan peningkatan kemampuan BIPP (Balai Penyuluhan) sebagai SLADUR (Sekolah Lapangan Durian) dan pusat konsultasi dan pe­layanan agribisnis durian.

 

 

(4). Kegiatan Penunjang

a. Pelayanan Sarana Produksi

b. Pelayanan Informasi Teknologi Spesifik Lokasi

c. Pelayanan Pembibitan

d. Pengairan

e. Transportasi

f. Sarana dan Prasarana Pemasaran

 

3.   SASARAN KIMHUT

Tujuan dari pengembangan KIMHUT Sistem Empat Strata  ini adalah peningkatan pendapatan petani durian di HPKM-Malang Selatan yang direncanakan menjadi sentra produksi komodi­tas durian. Tujuan lainnya adalah meningkatkan kegiatan perekonomian pedesaan di sekitar sentra produksi durian tersebut yang pada akhirnya diharapkan membawa perbaikan pada taraf hidup masyarakat sekitarnya.

Sasaran pokok atau target yang ingin dicapai untuk menjadikan sentra pengembangan agribis komoditas adalah :

1.   Pengembangan atau pembangunan hutan masyarakat dengan total areal sekitar 500 ha (Sekala model 10 ha).

2.   Penumbuhan dan peningkatan peran kelembagaan dalam pembangunan pertanian meliputi : Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) durian, Koperasi Petani KIMHUT Sistem Empat Strata, perusahaan/swasta, BIPP, SLADUR dan FORKA (Forum Komunikasi Agribisnis).

3.   Pembangunan perluasan dan perbaikan sarana dan prasarana di lima wilayah kecamatan, khususnya pada lokasi-lokasi dimana sentra agribisnis komoditas durian akan dibangun. Sarana prasarana tersebut meliputi antara lain : sistem pengairan dengan sumur gali, jalan desa/jalan hutan, energi listrik pedesaan, pasar desa dan pusat informasi agro-teknologi.

4.   Perbaikan dan peningkatan fasilitas penanganan pasca panen buah dan sistem pemasaran tradisional.

 

4. Pengembangan Komoditas

 

4.1. Pembangunan Hutan Durian Sistem Empat Strata

Bangkok dan Bajul ditetap­kan sebagai kultivar durian yang akan ditanam pada UTPP kawasan Agribisnis (KIMHUT) Durian Sistem Empat Strata.

Target pembangunan hutan durian/sentra produk­si durian di wilayah ini adalah seluas 500 Ha kawasan inti (penghijauan hutan rakyat); seluas 1000 ha daerah dampak,  akan dilaksanakan secara bertahap berkesinambungan dalam waktu beberapa tahun.

 

4.2. Agroteknologi Hutan-Rakyat Durian Sistem Empat Strata

Lima hal yang masih dipandang sangat penting untuk menunjang pengembangan KIMHUTRA durian, adalah : (1). Inovasi teknologi bibit dan pembibitan; (2). Teknologi off-season; (3). Teknologi penghambatan pematangan buah durian; (4). Pengembangan SLADUR sebagai pusat informasi durian ; (5). Teknologi pengolahan buah durian.

 

 

 

 

Hutan RAKYAT Durian S E S: Setiap RTPLK = 0.5 ha  hutan

 

 

 

 

 

Tanm pagar : Mahoni, Sengon,   Pete, Kaliandra, Gleriside

 

 

 

 

 

 

6 -8 m

Phn durian

 

 

 

 

6-8 m

 

 

 

 

jalan hutan

 

 

 

 

 

tnm sela: Jagung, kac.hijau

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

arah slope      PAH / sumur

batas lahan

 

 

 

 

4.3. Pola Pengembangan Sentra dan Demplot

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa pada KIMHUT akan dikembangkan sentra produksi durian seluas 500 ha hutan rakyat inti. Sekitar 1.0 Ha dari hutan inti tersebut akan dikelola oleh Penyuluh Lapang (PL), merupakan hutan inti sekaligus berfungsi sebagai Demplot hutan durian. Sedangkan selebihnya merupakan tanaman durian yang dikelola petani durian.

 

4.4. Tanaman Sela, dan Tanaman Pagar /Pembatas

Pada areal KIMHUT di antara pohon durian muda yang ditanam dengan jarak 6-8 x 6-8 meter akan ditanam tana­man palawija jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, cabai/lombok atau ubikayu yang dapat dipanen setelah 3 – 4 bulan. Tujuan dari pemberian tanaman sela ini antara lain agar  petani dapat memperoleh hasil/ pendapatan dari lahan usahataninya sebelum tanaman durian berproduksi. Salah satu dari kedua palawija tersebut akan ditanam secara bergilir hingga pohon durian mencapai usia 5 tahun. Sedangkan tanaman pagar/pembatas dapat berupa mahoni, pete, sengon, randu, melinjo atau pohon kayu-kayuan lainnya.

 

4.5. Kondisi Fisik

Setelah kurun waktu lima tahun, diharapkan ter­cipta sentra produksi durian milik petani dengan kondisi sebagai berikut :

a.   Terdapat hutan durian monokultur populasi tanaman durian sebanyak 250 pohon per hektar dengan jarak tanam 6 x 6 meter.

b.   Setiap petani berhasil mengelola 0.5-1 ha hutan durian atau 125 – 250 pohon produktif.

c.   Kebun dilengkapi dengan jalan (jalan hutan) sepanjang 100 meter/Ha.

d.   Terdapat sumur gali atau embung dua buah per/ha sebagai sumber air bersih.

 

5. Pemberdayaan Kelembagaan KIMHUT

 

Kelembagaan yang ingin diwujudkan kurun waktu tersebut di atas adalah sebagai berikut.

 

5.1. Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA)

 

Target penumbuhan kelompok tani sebagai lembaga inti pengembangan sentra KIMHUT dalam kurun waktu tersebut mencapai jumlah 50 KUBA. Target penumbuhan kelompok tani sebanyak 50 KUBA ini berdasarkan pertimbangan bahwa dalam skala/luasan 20 Ha hutan/pekarangan dapat dibentuk satu kelompok tani dan dapat bekerja secara efektif.

Satu KUBA durian terdiri dari 20-30 RTPLK dengan setiap orang diharapkan menguasai lahan tegalan rataan seluas 0.5 Ha. Dalam 1 Ha lahan akan ditanami durian sebanyak 250 pohon. Dengan demikian satu KUBA Durian Sistem Empat Strata mempunyai tanaman sebanyak 2500-3125  pohon durian.

Penumbuhan kelompok tani pada Sentra Agribis­nis durian seyogyanya didasarkan pada kedekatan hamparan dengan maksud mempermudah menghadapi masa panen dan pemasaran hasil. Karena penumbuhan kelom­pok  tani  berdasarkan  kedekatan  hamparan usahata­ninya, maka melalui pelatihan-pelatihan (sekolah la­pang) dan dengan bimbingan Petugas Penyuluh Lapangan (PL II) petani-petani yang tergabung dalam kelompok tani hamparan tersebut diharapkan mampu mandiri.

 


KIMHUT Sistem Empat Strata seluas 200 ha

 

 

 

 

 

RTPLK-2                       RTPLK-400

RTPLK-1

0.5 ha tegalan

0.5 ha tegalan            125 phn durian            0.5 ha tegalan

125 ph durian                 tnm sela                 125 ph durian

tnm sela                                                   tnm sela

 

 

 

PL

 SLADUR                          1.0 ha Tegalan

125 phn durian

tnm sela

 

 

 

 

 

 

 

KUBA-1                            KUBA-2                    KUBA-16

 

25 RTPLK                      25 RTPLK            …….        25 RTPLK

12.5 ha hutan              12.5 ha hutan                   12.5 ha hutan

3125 ph durian                3125 ph durian

 

 

 

 

 

 

 

                                         KOPERASI PETANI  Durian SES

 

Kebun Inti 200 ha, 50.000 pohon durian Klon UNGGUL

Tanaman sela jagung, kedelai, kac hijau 200 ha

 

 

 

 

 

SUASTA                       PASAR                             BRI/BPD

 

Industri                           Pedagang                          KKPA, KUT

pengolahan

durian

 

 

 

5.2. Balai Informasi dan Penyuluhan Pertanian  (BIPP)

 

BIPP merupakan pusat penyuluhan yang diharapkan mampu mengakomodasikan seluruh permasalahan di bidang penyuluhan khususnya pada komoditi durian. Fungsi dan peran BIPP ditingkatkan hingga menjadi Sekolah Lapangan Agribisnis Durian Sistem Empat Strata (SLADUR).

Sebagai lembaga kepanjangan Pemerintah yang berada dan terdekat dengan petani maka diharapkan SLADUR akan mampu menjadi pusat untuk :

–     Meningkatkan kemampuan manajerial kelompok tani antaranya memantapkan/membudayakan usaha bersama antar petani dalam satu kelompok dan antar KUBA yang bergabung dalam satu wadah koperasi.

–     Membina para kontak tani sebagai pengurus koperasi dalam kemampuan pengurus Koperasi  mengelola usaha dalam hal perencanaan pengadaan saprodi yang dibutuhkan petani (anggota koperasi).

–     Mendukung kebutuhan modal petani melalui menyedia­kan informasi fasilitas kredit yang layak.

–     Mendukung tersebarnya informasi pasar harga dan permintaan kepada para petani sebagai jaminan petani memperoleh harga yang wajar bagi produknya.

–     Mendukung peningkatan kerjasama/kemitraan antara petani dan pengusaha.

–     Pusat disseminasi informasi teknologi spesifik lokasi dengan bermitra kerja dengan BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian-Malang).

–     Pusat disseminasi informasi pasar dan pengembangan pasar.

–     Menjalin kerjasama dengan Lembaga Keuangan (BRI Unit Desa) dan Koperasi untuk pelatihan penyusunan proposal pinjaman kredit usaha.

–     Penyebaran informasi standard Pertanian Indonesia bagi produk durian.

 

 

6. Sarana dan Prasarana yang dibutuhkan

 

6.1. Pengairan

Ketersediaan air merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi pada saat proses produksi s/d proses pengolahan. Bantuan pembuatan sistem Pengairan Air Sumur (PAS) diharapkan dapat terlaksana, atau kalau tidak memungkinkan dapat dikembangkan sistem Pengairan Air Hujan melalui pembangunan  kolam penampung air hujan (PAH). Idealnya, sebuah sumur / PAH harus terdapat pada setiap 1 ha hutan durian.

 

6.2. Jasa Angkutan dan Transportasi

Pembangunan sarana/prasarana angkutan kondisi jalan di sekitar sentra produksi durian maupun dari sentra produksi ke jalan Kabupaten menentukan kece­patan penyaluran saprodi dan pengangkutan/pemasaran hasil produksi. Kondisi jalan desa disekitar sentra produksi durian perlu ditingkatkan dari jalan tanah/makadam ke jalan aspal, sehingga mudah dilalui kendaraan roda empat walaupun pada musim hujan, yang lebih lanjut meningkatkan efisiensi pengangkutan hasil/saprodi. Dengan rencana pengembangan sentra produksi durian seluas 1000 Ha dan standard kebutu­han jalan hutan/jalan desa adalah 100 m/ha, maka dalam kurun waktu lima tahun dibutuhkan perbaikan/ pembangunan jalan kurang lebih sepanjang 100 km.

Dengan meningkatnya kondisi jalan di sekitar sentra, diharapkan akan meningkatkan frekwensi lalulintas angkutan umum termasuk angkutan barang disekitar sentra produksi durian yang pada akhirnya menumbuhkan dan meningkatkan kegiatan sektor sektor jasa yaitu jasa angkutan umum termasuk angkutan barang.

 

6.3. Pasar

Pasar yang ada untuk tingkat wilayah desa/kecamatan telah cukup memadai. Hal yang perlu ditingkatkan fasilitasnya adalah pasar di tingkat kabupaten. Untuk mengantisipasi melimpahnya durian yang akan dipasarkan dalam bentuk buah segar, maka pasar ditingkat kabupaten perlu dilengkapi fasilitas transportasi untuk mengangkut hasil produksi dari desa dan kecamatan.

 

6.4. Alsintan

Alsintan yang dibutuhkan dalam pengembangan sentra KIMHUTm adalah :

–     Blower /sprayer sejumlah  1 buah/ Ha hutan

–     Sumur gali atau PAH sebanyak 1-2 buah setiap hektar hutan

–     Gerobak pengangkut di hutan.

 

7. Pengolahan dan Pemasaran

 

7.1. Pengolahan

Buah durian dapat dijual dalam bentuk buah segar atau hasil olahannya. Upaya pengolahan untuk mendapatkan buah segar berkualitas tinggi meliputi :

a.   Pemeraman  untuk  menyeragamkan  kematangan  buah dengan bahan kimia.

b.   Penghambatan  proses  pematangan buah dengan Cold Storage dan Kemasan.

c.   Grading

d.   Packing/pengemasan

e.   Kalender panen tanda setelah panen sesuai dengan tanggal dipetik.

f.    Buku  harian  pakan  (untuk  memonitor   produksi pohon).

 

Bangkok merupakan jenis durian yang masih mempunyai prospek besar dijual sebagai buah segar. Namun demikian tetap perlu dilakukan antisi­pasi terjadinya fluktuasi harga atau turunnya harga durian segar pada saat booming produksi/supply durian. Pengolahan buah durian menjadi produk olahan dapat berupa :

– Manisan/asinan durian

– Kripik Durian Sistem Empat Strata

– Selai dan sirup

– Buah potong dalam kaleng atau juice durian

Industri selai dan sirup dapat dilakukan sebagai home Industri dan bahan bakunya cukup dipe­nuhi dari durian yang bukan kualitas nomor 1.

Untuk industri kripik, buah potong dalam kaleng atau juice durian diperlukan pengolahan skala besar, dengan kebutuhan bahan baku (buah durian) yang harus di supply secara kontinue. Paling sedikit dibutuhkan areal panen seluas 500 Ha untuk dapat memenuhi bahan baku durian bagi industri tersebut.

7.2. Pemasaran

Durian Sistem Empat Strata khususnya Bangkok, masih memiliki potensi yang cukup besar untuk dijual dalam bentuk buah segar. Alur pemasaran buah durian dalam kurun waktu lima tahun yang akan datang adalah seperti berikut.

Rantai/alur pemasaran A akan terus di tingkat­kan dan dikembangkan, guna memperpendek rantai tata niaga dan sebagai hasilnya diharapkan meningkatkan market share petani lebih besar dari 45 % dari harga beli konsumen.

Rantai/alur  pemasaran  B  adalah sistem pemasaran buah durian yang telah terbentuk sejak lama. Pada pemasaran dengan sistem ini, upaya yang diperlukan adalah memberikan/ meningkatkan kesadaran petani untuk mengurangi penjualan dengan sistem tebasan kontan atau ijon, guna meningkatkan market share petani dari harga beli konsumen.

 

 

8.    RANCANGAN KEGIATAN

 

Untuk mewujudkan KIMHUT, maka berbagai kegiatan dalam seluruh subsistem-subsistem agribisnis termasuk subsistem penunjangnya perlu diprogramkan secara sistematis. Perwujudan Kawasan KIMHUT akan memerlukan waktu sekitar 5 sampai dengan 10 tahun, dimana 5 tahun adalah kebutuhan waktu untuk pembangunan hutan (penanaman) dan 5 tahun adalah kebutuhan waktu untuk pemberdayaan KUBA mandiri.

 

8.1. Pemantapan Kelembagaan

Kelembagaan yang harus ada di lokasi KIMHUTRA meliputi kelembagaan petani, kelembagaan ekonomi dan kelembagaan aparatur.

 

(1). Kelembagaan Pengelola KIMHUT Sistem Empat Strata

a.   Setiap petani menjadi anggota KUBA Durian Sistem Empat Strata yang mengelola hutan-rakyat.

b.   Setiap KUBA Durian Sistem Empat Strata tani beranggotakan 20 – 30 RTPLK.

c.   Setiap petani menguasai sekitar 0.5 – 1.0 ha lahan untuk hutan-rakyat durian.

d.   Setiap 15 KUBA Durian Sistem Empat Strata diberdayakan dan didampingi oleh 1 orang PL.

e.   Setiap orang PL mengelola 0.5 – 1.0 ha hutan inti yang ber­fungsi sebagai hutan produksi, pusat informasi teknologi durian, yang dilengkapi dengan SAUNG (gubuk tempat pertemuan kelompok tani).

 

 

(2). Disain Inovasi Agro-Teknologi

Usaha pemeliharaan durian dengan sistem KUBA disarankan dengan perbaikan paket agroteknologi alternatif sebagai berikut :

1.   Sistem perhutanan durian permanen dengan pemeliharaan tanaman secara intensif

2.  Menggunakan bibit durian jenis unggul, misalnya Bangkok atau Bajul

3.  Kebun monokultur lebih disarankan apabila memungkinkan.

4.  Pengawasan kesehatan dan kesuburan tanaman dilakukan dengan menerapkan praktek budidaya tanaman secara intensif.

5.   Recording buku harian individu tanaman durian dan pengawasan periode pembungaan dan pembuahan kalau memungkinkan.

6.   Menerapkan teknologi penanganan pasca panen buah untuk menyeragamkan pematangan buah atau menangguhkan proses pematangan melalui manipulasi teknologi kemasan.

 

8.2. Kelayakan Disain KIMHUT Sistem Empat Strata

 

(1). Kelayakan Teknis

Hutan rakyat durian digunakan secara khusus untuk memproduksi buah-buah durian yang kualitasnya bagus; sedangkan pengelolaan hutan RAKYAT dapat mengikuti rekomendasi yang ada.  Tanaman sela selama lima tahun pertama adalah kedelai atau jagung yang dikelola secara intensif.

 

(2). Kelayakan Ekonomi

Sekala ekonomi minimum bagi rumah tangga petani adalah 0.5-1.0 ha dengan jumlah pohon produktif 100-200 pohon.

Peningkatan produksi dan pendapatan usahatani durian mulai tahun ke V diharapkan telah cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga secara memadai (telah melampaui batas ambang kemiskinan); Fluktuasi pendapatan dan produksi hampir merata dari tahun ke tahun tahun. Penyerapan tenaga kerja memungkinkan mempekerjakan tenagakerja luar keluarga ; Secara ekonomi layak;

Beberapa faktor penunjang kelayakan ekonomi tersebut adalah :

a.   Menambah sasaran produksi, yaitu grading buah-buah durian untuk pasar lokal, regional dan kota-kota besar.

b.   Meningkatkan hasil buah durian secara bertahap setiap tahun hingga sasaran akhir tahun ke 10 dengan sekala usaha 50-100 pohon produktif setiap rumahtangga yang memiliki lahan kering 0.5 -1.0 ha.

c.   Mengurangi fluktuasi produksi dan pendapatan dengan jalan disiplin usaha dan pemantauan/pemeliharaan tanaman produktif secara intensif.

d.   Menciptakan adanya pola usaha bersama (KUBA) secara berkelom­pok dengan pangsa yang relatif sama.

 

(3). Kelayakan Sosial

Usaha pemeliharaan durian secara berkelompok telah lazim dilakukan dengan kerjasama yang serasi; dengan demikian proyek KIMHUT Sistem Empat Strata ini tidak akan menimbulkan konflik sosial dan mengganggu sistem kelompok yang telah serasi.

 

(4). Rekayasa Kelembagaan

 

1.   Petani yang terikat pinjaman dengan pedagang/pelepas uang harus melunasi untuk melepaskan ikatan tersebut;

2.   Respon terhadap inovasi teknologi masih harus ditingkatkan, karena keterbatasan akses individu petani terhadap sumber informasi inovasi, peluang- peluang bisnis dan informasi pasar yang ada;

3.   Respon masyarakat umumnya rendah dan terkesan bahwa peran KUD dalam membantu pemasaran hasil buah serta penyediaan modal belum banyak dirasakan oleh masyarakat petani ;

4.   Respon terhadap perkreditan formal rendah,  hal ini disebab- kan pengalaman sebelumnya dimana penyaluran kredit kurang aspira­tif, terlalu birokratif, bunga tinggi dan tidak sesuai dengan kebutuhan petani .

 

Berdasarkan atas beberapa kendala tersebut, maka strategi rekaya­sa kelembagaan yang perlu disarankan adalah sebagai berikut :

1.   Menciptakan usaha berkelompok dari RTPLK yang memungkinkan berkongsi dengan pangsa yang relatif seimbang dalam bentuk KUBA;

2.   Meningkatkan peran serta PTL, PPL, dan tokoh masyarakat dalam pembinaan KUBA durian;

3.   Mengurangi secara bertahap ketergantungan petani pada pedagang/ lembaga pemasaran sehingga meningkatkan posisi tawar- menawar dalam pemasaran  hasil ;

4.   KUBA-KUBA durian perlu membentuk koperasi petani durian (Unit Usaha Otonom Agribisnis) yang berfungsi sebagai jembatan penghubung antara kelompoktani durian dengan dunia luar, baik dunia bisnis, birokrasi dan perbankan, maupun sumber inovasi teknologi

5.   Memperkenalkan kredit yang ditempuh dengan sistem bagi hasil, serta mengatur sistem bagi hasil yang lebih seimbang dengan melibatkan lembaga antara , yaitu Koperasi petani durian.

 

 

(5). Pranata

 

Tugas dan tanggung masing-masing komponen organisasi yang diusulkan tersebut diuraikan sebagai berikut :

a. Investor Pemerintah:

–     Menyediakan fasilitas  kredit  lunak dalam  bentuk paket KIMHUTintensif untuk KUBA melalui koperasi petani durian;

–     Menjalin kerjasama kemitraan dalam permodalan dengan koperasi petani dengan jalan menyediakan kemudahan-kemudahan birokrasi dan administrasi;

–     Menjalin kerjasama konsultatif dengan Koperasi petani durian, khususnya dalam pelatihan manajemen permodalan bagi usaha agri­bisnis durian.

 

b.   Suasta: Pedagang buah/Produsen Saprodi :

–     Diharapkan bersedia sebagai mitra kerja Koperasi Petani Durian Sistem Empat Strata atau KUBA durian, dengan jalan menunjuk perwakilannya di desa ;

–     Menjalin kerjasama kemitraan dengan jalan menyediakan informa­si-informasi pasar dan transfer teknologi inovatif .

 

c.   Petugas Penyuluhan/Teknis Lapangan (PPL/PTL) :

–     Bertanggung jawab terhadap pelatihan dan penyuluhan untuk lebih meningkatkan akses petani kecil terhadap peluang-peluang ekono­mi yang ada dan penguasaan teknologi;

–     Menjalin kerjasama konsultatif dan kemitraan dengan instansi terkait dan tokoh masyarakat setempat dalam pelaksanaan transfer teknologi dan pembinaan pengelolaan usaha

 

d.   Koperasi Petani Durian Sistem Empat Strata (Unit Usaha Otonom )

–     Mengawasi, mengkoordinasikan dan membina pelaksanaan sistem usaha agribisnis yang dilakukan oleh KUBA durian ;

–     Membantu KUBA dalam operasionalisasi kegiatan pembinaan KIMHUT;

–     Membina mekanisme kerja pengembalian kredit sehingga dapat memenuhi aspirasi petani dan sumber kredit ;

–     Menjalin kerjasama kemitraan dengan suasta pedagang telur dan produsen/pedagang SAPRODI ;

–     Membina dan mengembangkan mekanisme tabungan sukarela dari para petani.

 

e.   RTPLK Pemilik-pengelola Kebun rakyat Durian Sistem Empat Strata

–     Melaksanakan usaha KIMHUTmelalui KUBA

–     Menjalin kerjasama kemitraan  dengan instansi/ investor melalui mekanisme “kerjasama yang saling menguntungkan”;

–     Mengikuti pelatihan teknologi sebelum/selama operasio nalisasi kegiatan;

–     Memasarkan hasil produksinya kepada lembaga pemasaran yang bermitra dengan KUBA

–     Pengelolaan pemilikan alat produksi (jika kredit telah lunas), tetap berusaha secara kongsi di bawah pengawasan dan pembinaan KUBA dan Koperasi;

–     Menjalin kerjasama dengan Koperasi  KIMHUT Sistem Empat Strata melalui program tabungan bebas sebagai dana untuk perawatan alat-alat produksi.

 

 

 

2.6.         KIMBUN: KAWASAN INDUSTRI MASYARAKAT PERKEBUNAN  (KOPI RAKYAT)

 

1.       PARADIGMA PEMBERDAYAAN USAHA BERSAMA BIDANG AGRIBISNIS Perkebunan rakyat

 

Paradigma pemberdayaan usaha agribisnis perkebunan ke depan adalah sistem agribisnis terintegrasi (hulu-hilir) dan berkelanjutan yang berada dalam lingkup pembangunan sumberdaya manusia dan pemberdayaan masyarakat.

Paradigma pembangunan seperti ini bertumpu pada kemampuan masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraannya dengan bertumpu pada kemampuan sendiri dan atau kelompok. Pembangunan agribisnis modern merupakan langkah strategis mewujudkan pembangunan masyarakat dalam arti luas yang menempatkan pembangunan berorientasi pada manusia dan masyarakat.

Pembangunan usaha agribisnis perlu dirumuskan untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam dan teknologi maju yang murah, sederhana, dan efektif disertai penataan dan pengembangan kelembagaan di pedesaan. Pembangunan dengan paradigma baru ini diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat yang akan menjadi pendorong pertumbuhan sektor non-pertanian. Keterkaitan sektor agribisnis dan non-pertanian di pedesaan akan semakin cepat terjadi apabila tersedia prasarana ekonomi yang mendukung kegiatan ekonomi di wilayah pedesaan.

Pembangunan usaha agribisnis patut mengedepankan potensi kawasan dan kemampuan masyarakatnya. Keunggulan komparatif yang berupa sumberdaya alam perlu diiringi dengan peningkatan keunggulan kompetitif yang diwujudkan melalui penciptaan sumberdaya manusia dan masyarakat petani yang semakin profesional. Masyarakat petani, terutama masyarakat tani tertinggal sebagai sasaran pemberdayaan masyarakat, perlu terus dibina dan didampingi untuk dapat menjadi manusia petani yang semakin maju, mandiri, sejahtera, dan berkeadilan. Sumberdaya alam dan manusia patut menjadi dasar bagi pengembangan usaha bersama agribisnis di masa depan.

Dengan demikian perlu dirumuskan suatu kebijaksanaan pemberdayaan usaha bersama di bidang agribisnis yang mengarah pada peningkatan kemampuan dan profesionalitas petani dan masyarakat pedesaan untuk dapat memanfaatkan sumberdaya alam secara optimal dan lestari dengan memanfaatkan rekayasa teknologi tepat guna untuk meningkatkan produktivitas agribisnis, pendapatan petani, kesejahteraan masyarakat pedesaan serta menghapus kemiskinan.

Arah pemberdayaan usaha bersama agribisnis menurut paradigma baru ini dapat diwujudkan terutama melalui upaya pemihakan dan pemberdayaan kelompok masyarakat. Pemberdayaan masyarakat petani dilakukan sesuai dengan potensi, aspirasi, dan kebutuhannya.

Sejalan dengan arah pembangunan tersebut, peran pemerintah adalah mempertajam arah pembangunan untuk rakyat melalui penguatan kelembagaan pembangunan, baik kelembagaan masyarakat petani, kelembagaan Koperasi-UKM,  maupun kelembagaan birokrasi. Penguatan kelembagaan pembangunan agribisnis dapat dilakukan melalui pembangunan partisipatif untuk mengembangkan kapasitas masyarakat, dan berkembangnya kemampuan aparat dalam menjalankan fungsi lembaga pemerintah yang berorientasi pada kepentingan masyarakat.

Prinsip pembangunan partisipatif ini adalah mengikutsertakan masyarakat secara aktif dalam setiap langkah pembangunan ekonomi, sedangkan pemerintah memberikan fasilitas dan pendampingan kepada masyarakat dalam melaksanakan program ekonomi-produktifnya.  Penerapan prinsip pembangunan partisipatif perlu dipahami sebagai proses dan langkah pembangunan yang mengikut-sertakan masyarakat tani sejak dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengendalian, evaluasi, pelaporan, pemeliharaan, dan pelestarian hasilnya.

 

 

 

3. Identifikasi KELOMPOK MASYARAKAT PELAKU KEGIATAN

 

Paradigma pembangunan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat menegaskan pentingnya pemberdayaan ekonomi rakyat dalam menyelenggarakan pembangunan guna mengembangkan kemampuan masyarakat sendiri. Sehingga masyarakat setempat mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri atas inisiatif sendiri dalam urusan rumah tangga daerahnya.

Sejalan dengan berlakunya desentralisasi, mekanisme penyaluran bantuan pembangunan yang semula direncanakan, dikelola dan dilaksanakan oleh pemerintah pusat, secara bertahap telah dialihkan kepada koordinasi pelaksanaannya oleh pemerintah daerah dan akhirnya dapat disalurkan langsung dan dikelola sendiri oleh masyarakat yang paling memerlukan termasuk kelompok masyarakat di pedesaan.

Pembangunan seyogianya dilaksanakan oleh masyarakat sendiri dan pemerintah sebagai FASILITATOR yang memperlancar pelaksanaan dengan memberikan pelayanan sebaik-baiknya. Jajaran pemerintahan di daerah, baik jajaran pemerintah daerah dan JAJARAN sektoral di daerah perlu membuat identifikasi kelompok sasaran pelaku kegiatan program di daerah masing-masing berdasarkan kondisi masyarakat, potensi sumberdaya, dan komoditas unggulannya secara akurat dan mutakhir.

Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pemberdayaan masyarakat, maka peran kelompok masyarakat sangat diharapkan. Jajaran pemerintah daerah diharapkan dapat membantu menyiapkan masyarakat dalam memanfaatkan bantuan sebagai dana kegiatan sosial-ekonomi produktif. Penyiapan masyarakat dilakukan dalam wadah “koperasi masyarakat lokal, KOBISKOP” yang tumbuh berdasarkan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Penyiapan masyarakat dalam wadah kelompok usaha bersama (Koperasi-UKM) diharapkan dapat tumbuh menjadi embrio lembaga pengelola dana pembangunan yang mampu merencanakan, melaksanakan, dan melestarikan kegiatan yang dilakukan sendiri oleh masyarakat.

 

Pada dasarnya kelompok masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahapan, yaitu

 

(1).  Kelompok yang tidak/belum berorientasi pasar, dengan status pendapatan di bawah garis pendapatan minimal atau kelompok masyarakat tertinggal;

(2).  Kelompok yang berada pada tahapan transisi, dengan status pendapatan mulai meningkat dari kondisi minimal dan mempunyai potensi pasar yang berkembang; dan

(3).  Kelompok yang sudah berorientasi pasar, dengan status pendapatan di atas rata-rata dan mempunyai pasar potensial yang lebih maju.

 

Bagi kelompok pertama yang tidak mampu dan belum berorientasi pasar perlu secara khusus diperhatikan untuk mendapatkan bantuan dana bantuan yang bersifat hibah bergulir (revolving block grant) namun perlu disertai pedampingan intensif agar mampu mandiri. Secara umum block grant dapat digunakan dalam dua bentuk: yaitu, investasi sosial yang tidak langsung menghasilkan pendapatan, seperti sarana dan prasarana, termasuk teknologi sederhana ; dan investasi ekonomi yang meningkatkan pendapatan seperti dana bergulir sebagai modal kerja.

 

Sedangkan kelompok yang sudah mampu ke luar dari kondisi tertinggal dapat memperoleh bantuan dana semi-komersial.

 

 

 

4. KAWASAN INDUSTRI PERKEBUNAN KOPI MILIK MASYARAKAT (KIMBUN KOPI)

 

 

MANAJEMEN PENDANAAN DAN TEKNOLOGI

 

 

INVESTASI

 

 

BOT  SYSTEM

 

 

LITBANG                Teknol        KOBISKOP pengelola KIMBUN KOPI

dana

 

 

 

 

Kebun                                                            KSP  Kopi Rakyat

Teknologi &                                                        200 – 500 ha

SIM-Pasar

 

 

 

 

Pabrik Pengolahan Kopi

(PPK)

 

Kelembagaan                                      Industri

Kemitraan  &                                   Hasil Samping/

Pendampingan                                 Komplemen

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KETERKAITAN  ANTAR CLUSTER DALAM KIMBUN KOPI

 

 

Cluster SAPROTAN

ALSINTAN

 

 

 

 

KSP                       PABRIK             Kopi              Cluster                    PASAR

Kopi                      KOPI                  olahan            pangan/                 Regional

Rakyat                  Olahan                                         kopi

 

limbah

Kopi

 

– Pupuk

– Pestisida             Bahan bahan        Pakan              Cluster

– Herbisida             penolong            hijauan             ternak &

Pakan

 

Cluster

Cluster                                                                   Pemasaran &

Agrokimia                                                             Transportasi

 

Pasar

Industri                   Industri                Cluster                           Nasional

Makanan                 Pupuk                  Kemas &

radisional                Organik,              Packaging

Pakan ternak

 

 

 

 

 

 

SISTEM PERBANKAN  DAN ASURANSI

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LATAR BELAKANG:

 

 

1.       Pemberdayaan ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan, melalui KIMBUN KOPI

2.       Antisipasi KRISIS produk-produk KOPI, akibat melimpahnya kopi impor

3.       Sistem Produksi dan Distribusi Kopi di Indonesia:

– Lemahnya posisi tawar petani kopi rakyat

– Industri pengolahan kopi sulit diakses oleh masyarakat kopi

– Produksi kopi mengalami tekanan berat dari komoditi lain

– Sistem kemitraan petani kopi – industri kopi  “kurang adil”

– Biaya produksi relatif tinggi

4.         Industri hilir masih terbatas pada produk-produk tertentu

 

 

TUJUAN:

 

Memberdayakan ekonomi masyarakat pedesaan melalui KIMBUN KOPI guna peningkatan daya saing dan kesejahteraan masyarakat:

 

1.   Menginisiasi berkembangnya KIMBUN KOPI  yang didukung oleh adanya techno-industrial cluster yang relevan

2.   Pengembangan teknologi pengolahan diversivikasi produk kopi: Kopi biji kering, Kopi bubuk, pupuk organik limbah kopi, silage pakan ternak limbah kopi, aneka makanan tradisional dan lainnya

3.   Pengembangan kelembagaan Koperasi Masyarakat pengelola KIMBUN KOPI

 

EVALUASI  KONDISI PER-KOPI – AN

 

1.   KEKUATAN

a.       Ketersediaan bahan baku kopi yang didukung oleh keunggulan komparatif kondisi sumberdaya wilayah

b.       Sifat unggul produk kopi bubuk untuk pasar regional dan nasional

c.       Ketersediaan SDM dan masyarakat perkebunan kopi yang unggul

d.       Sarana /prasarana dan kelembagaan penunjang yang komitmennya tinggi terhadap perkebunan kopi rakyat dan industri pengolahan kopi

e.       Potensi pasar yang sangat besar

 

2.  KELEMAHAN

a.  Kesenjangan hasil litbang  ke aplikasi komersial

b.  Industri pengolahan bertindak juga sebagai “lembaga pemasaran”

c.  Belum terbentuknya keterkaitan-kemitraan yang adil antar pelaku

(cluster) perkebunan kopi – industri pengolahan & distribusi produk

d.  Produk hilir masih terbatas pada produk tertentu saja.

e.  Tingginya biaya transportasi dalam struktur biaya produksi kopi

 

3.  PELUANG

a.  Pasar domestik (lokal, regional dan nasional) sangat terbuka

b.  Diversifikasi produk perkebunan kopi – industri pengolahan kopi

sangat potensial

c.  Kebutuhan pengembangan keterkaitan cluster kebun kopi dengan

cluster industri pengolahan kopi dalam kelembagaan KIMBUN KOPI

d.  Kebutuhan Pemberdayaan sistem kelembagaan agribisnis kopi

 

5.  ANCAMAN

a.  Hambatan-hambatan sistem distribusi kopi domestik

b.  Persaingan dengan produk kopi impor

c.  Persaingan dengan komoditi non-kopi dalam penggunaan lahan

d.  Hambatan-hambatan sistem industri pengolahan kopi yang ada.

 

 

PROGRAM  PENGEMBANGAN

 

1.  Pemberdayaan KOBISKOP Pengelola KIMBUN KOPI

2.  Pengembangan KIMBUN KOPI  dengan komponen utamanya:

a. Cluster  KSP (Kawasan Sentra Produksi) Kopi Rakyat

b. Cluster Pabrik Pengolahan Kopi (PPK)

c. Cluster Industri Pupuk Organik dan Silages Pakan Ternak

d. Cluster Industri Aneka Makanan Tradisional

e. Cluster ALSINTAN & SAPROTAN

f.  Cluster Agrokimia/ Bahan-bahan pendukung

g. Cluster LITBANG, Kebun Teknologi dan Informasi Pasar

h. Cluster Pengemasan dan Pengepakan

g. Cluster Transportasi dan Pemasaran

 

3.    Kajian Keunggulan produk-produk hilir perkebunan kopi dan Pabrik Pengolahan Kopi

4.   Sosialisasi dan Komersialisasi hasil-hasil kajian

5.   Implementasi sistem Quality Assurance (QA)

 

 

OUTCOME

1.       Berkembangnya KIMBUN KOPI  dengan keterkaitan yang adil di antara cluster-cluster yang ada di dalamnya

2.       Terbentuknya Koperasi Masyarakat pengelola KIMBUN KOPI  yang mampu mengkoordinasikan sistem produksi dan sistem distribusi produk-produk kopi dan olahannya.

3.       Berkembangnya Pabrik Pengolahan Kopi

4.       Meningkatnya citra dan keunggulan produk-produk kopi domestik

 

DAMPAK

1.  Sinergi kelembagaan dan industri dalam “CLUSTER”

2.  Sinergi  antar pelaku agribisnis dalam KIMBUN KOPI

3.  Tumbuh-kembangnya semangat masyarakat untuk  memproduksi kopi

4.  Tumbuh-kembangnya pasar produk-produk olahan kopi

5.  Tumbuhnya semangat untuk melestarikan sumberdaya lahan

 

 

5. POLA PEMBIAYAAN PENGEMBANGAN KIMBUN KOPI

 

Koperasi Agribisnis Kopi rakyat (KOBISKOP) dapat dijadikan sebagai wadah untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan ALTERNATIF pola pengembangan sebagai berikut:

 

 

Pola I: Koperasi Pengelola KIMBUN KOPI

(KOBISKOP: Koperasi Agribisnis Kopi)

 

Masyarakat membentuk KOBISKOP, membangun kawasan sentra produksi (KSP) kebun kopi rakyat dan fasilitas Pabrik Pengolahan Kopi (PPK), serta mengembangkan sarana dan prasarana penunjangnya. Dalam proses pengembangan koperasi seperti ini masyarakat anggota dan pengurus koperasi dapat meminta bantuan pihak ke tiga (manajemen profesional) berdasarkan suatu KONTRAK PEKERJAAN (KP).

Biaya pembangunan KSP Kebun kopi rakyat, fasilitas industri pengolahan kopi, sarana dan prasarana agroindustri serta biaya KP, 100 persen bersumber dari dana/investasi masyarakat per ”kopi” an, yakni ANGGOTA dan PENGURUS KOPERASI.

 

 

 

                                            KOBISKOP

 

 

 

 

 

 

 

 

ANGGOTA                          PENGURUS

 

 

 

 

 

 

 

 

DANA INVESTASI & MASYARAKAT

 

 

 

 

KIMBUN KOPI

 

 

KSP                             PPK

Kebun

Kopi-rakyat

 

 

 

 

Penunjang

Komplemen

 

 

 

 

 

Pola II: Patungan Koperasi dan Investor.

 

Pola ini merupakan modifikasi dari pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat), yaitu menghilangkan pembatas kelembagaan antara plasma dan inti. Dalam Pola II, sejak awal masyarakat membentuk KOBISKOP dan berpatungan dengan suasta sebagai satu unit usaha patungan KIMBUN KOPI . Dengan pola ini secara menyeluruh komposisi pemilikan saham antara KOBISKOP dan SUASTA dapat beragam sesuai kesepakatan, misalnya  65 persen : 35 persen.

 

6. PENGEMBANGAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI (KSP)  KEBUN KOPI RAKYAT

 

6.1. PENDAHULUAN

Sejalan dengan proses desentralisasi pembangunan yang di dalamnya terkandung tujuan dari pelaksanaan otonomi daerah, maka kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan dengan Pendekatan pengembangan wilayah perlu terus ditingkatkan. Hal tersebut dimaksudkan agar pembangunari daerah dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif dalam pemanfaatan sumberdaya dan sumberdana pembangunan di daerah.  Dalam rangka itu pengembangan kawasan-kawasan yarig strategis dan potensial yang salah satunya diidentifikasi sebagai kawasan sentra produksi perlu dilakukan secara intensif sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan kinerja pembangunan daerah dan kesejahtaraan masyarakat.

Dalam kaitan itu, pengembangan kawasan sentra produksi (KSP) merupakan upaya nyata agar pemerintah daerah mampu memadukan, menyerasikan dan mengkoordinasikan berbagai masukan (input) pembangunan baik berupa program sektoral, program pembangunan daerah maupun program-program khusus dengan upaya pembangunan yang telah disusun pemerintah daerah berdasarkan potensi dan kebutuhan nyata masyarakat.

Dengan keberhasilan pengelolaan pengembangan kawasan sentra produksi diharapkan dalam jangka panjang kemampuan pemerintah daerah dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pembangunan di wilayahnya akan semakin meningkat, terutama dalam hal peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan kinerja pembangunan ekonomi di daerah. Keberhasilan tersebut merupakan modal yang penting bagi pemerintah daerah dalam menterjemahkan, mengisi dan mengaplikasikan prinsip-prinsip otonomi daerah secara langsung, nyata dan bertanggung jawab sehingga penerapan otonomi daerah melalui Undang-Undang Otonomi Daerah akan memberikan dampak positif yang sebesar-besarnya bagi kepentingan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat secara luas.

 

6.2.       Kawasan Sentra Produksi Kebun Kopi Rakyat

Sentra Produksi adalah suatu kawasan kebun kopi rakyat yang memiliki potensi dan memungkinkan memperoleh investasi pemerintah/ swasta/masyarakat, yang prospektif untuk dikembangkan lebih lanjut serta menjadi sebaran pengembangan kegiatan produksi , jasa dan permukiman, prasarana wilayah pendukung dan  prasarana wilayah pengembangannya.

 

6.2.1     Kriteria dan Cakupan Kawasan

Kawasan Sentra Kebun Kopi-rakyat yang akan dikembangkan meliputi kriteria:

a.     Kawasan yang telah berfungsi sebagai sentra produksi kopi milik masyarakat yang sudah berpengalaman melaksanakan usahatani kopi.

b     Merupakan lokasi/kawasan yang pernah memperoleh bantuan program pembangunan, yang hasilnya dapat dioptimalkan untuk pengembangan produksi kopi dalam jangka pendek.

c.     Lingkup lokasi / kawasan mencakup daerah Kecamatan dan/atau antar Kecamatan.

d.    Lokasi kawasan potensial dan strategis untuk dikembangkan sebagai KSP kopi dan pernah memperoleh berbagai program pembangunan dari sektor selama ini.

 

Besar kecilnya Kawasan Sentra Produksi tidak terlepas dari pada faktor potensi dan fungsi kawasan jarak geografis. Adanya perbedaan jarak yang panjang memungkinkan perlunya pemisahan kawasan, sedangkan jarak terpendek antar kawasan potensial cenderung membentuk satu kesatuan Kawasan Sentra Produksi.

Dalam kaitannya antara batas administratif dengan faktor jarak geografis terhadap kemungkinan terbentuknya kawasan, ada kemungkinan ditemukannya pemisahan  dari suatu wilayah kecamatan dan masuk membentuk kawasan baru di suatu wilayah kecamatan lain. Kemungkinan ini dapat saja terjadi di seluruh wilayah kabupaten, terutama wilayah-wilayah yang berbatasan langsung secara fisik.  Hal ini ditunjukkan pada Gambar 1 berikut.

 

6.2.2.    Kriteria dan Lingkup Kegiatan

 

a.  Kriteria Kegiatan Rencana Tindak

Kriteria kegiatan implementasi dari rencana tindak adalah

1)       Peningkatan produksi kopi dan pengolahan kopi yang berorientasi quick yielding (cepat menghasilkan).

2)       Moderriisasi usaha pengembangan produksi kopi dan pemasaran kopi ke arah sistem agrobisnis dan agroindustri modern.

3)       Pengembangan kawasan sentra produksi kopi dapat bersifat multi years yang melibatkan senegap potensi masyarakat dan sumberdaya wilayah.

 

 

 

Wilayah makro

 

 

 

 

KSP  Kebun Kopi rakyat

 

 

 

 

 

DEVELOPMENT

AREA  PPK

 

 

 

MARKET

AREA  I

 

 

 

 

 

OUTLET

(Pelabuhan / Pasar)

 

 

 

 

 

Ekspor ke luar daerah

(MARKET AREA ll)

 

b.  Lingkup Kegiatan

 

1)     Identifikasi dan pemilihan KSP prioritas untuk kopi rakyat.

2)     Penyusunan Rencana Tindak (action plan) bagi KSP yang telah memiliki rencana induk serta implementasi rencana tindak tersebut.

3)     Penyusunan Rencana Induk (master plan) KSP dan Rencana Tindak (action plan) bagi KSP terpilih lainnya untuk diimplementasikan pada tahun mendatang.

4)     Implementasi Rencana Tindak dengan kriteria kegiatan yang dimaksud pada butir (a), mencakup kegiatan-kegiatan pengembangan KSP yang berkaitan dengan :

 

a)     Peningkatan produktivitas dan nilai tambah produksi kopi dan kopi yang dapat dilakukan melalui pengembangan kelembagaan peningkatan produksi kopi rakyat dan pengembangan kegiatan industri kopi mini.

b)    Peningkatan pemasaran hasil-hasil produksi (kopi pasir dan hasil-hasil sampingannya) melalui pengembangan kelembagaan pemasaran, sistem informasi dan jaringan kerja pemasaran dengan dunia usaha, dan dlikungan sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

c)     Pemanfaatan hasil-hasil pembangunan sektoral, pembangunan daerah, dan program-program khusus pemberdayaani ekonomi masyarakat yang telah ada secara optimal dalam rangka mendukung efisiensi dan efektivitas pengembangan KSP kopi rakyat.

d)    Pengerhbangan kegiatan-kegiatan promosi dan publikasi master plan KSP kopi rakyat agar tercipta keterkaitan dan keterlibatan dunia usaha / usaha swasta yang dapat mendukung perekonomian rakyat.

 

C.  Lingkup Materi

Ruang lingkup materi pengembangan KSP kopi rakyat adalah sebagai berikut:

 

1.     Kebijakan pengembangan tata ruang yang berkaitan dengan struktur pengembangan wilayah dan pengembangan sektoral yang mendukung pengembangan KIMBUN KOPI .

2.     Identifikasi sistem produksi pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, industri/kerajinan dan perdagangan.

3.     Kondisi kawasan dan kecenderungan perkembangannya, dapat diidentifikasi potensi yang meliputi a.l.:

a.   Potensi yang terkandung, baik yang sudah dimanfaatkan, belum dimanfaatkan dan diperkirakan ada, termasuk di dalamnya identifikasi komoditas unggulan kopi rakyat dan komoditi penunjangnya.

b.   Prospek dan kemungkinan pengembangan komoditas kopi rakyat di masa mendatang, baik menyangkut produksi dan peningkatan nilai tambah maupun pemasarannya. Karena   peluang di masa mendatang menghadapi era globalisasi, paling tidak dapat mengantisipasi kemampuan daya saing produksi, pemasaran dan pangsa pasar yang dapat diraih.

4.     Penyusunan Skenario Pengembangan   Kawasan yang ditempuh melalui skala prioritas pemanfaatan ruang dan skala priontas kegiatan pengembangan komoditas kopi rakyat. Skenario pengembangan berisi pola pemanfaatan ruang dan struktur ruang, yaitu pengembangan komoditas tanaman pangan dan kopi rakyat serta sistem prasarana penunjangnya dan merupakan acuan pengembangan kawasan.

5.     Perumusan program pengembangan sektor, komoditas unggulan kopi rakyat dan sistem prasarana. Rumusan program pengembangan berisi program-program pengembangan sektor, komoditas dan sistem sarana dan prasarana pertanian tanaman pangan dan kopi rakyat. Program-program dirumuskan dalam mendukung pencapaian skenario-skenario tersebut.

6.     Perumusan program-program pengembangan yang terpilih. program ini merupakan interaktif antara kondisi, kemampuan pembiayaan dan kelembagaan dengan pengembangan kawasan serta kebutuhan sarana dan prasarana pendukungnya, di mana proses ini dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga menghasilkan suatu tatanan program yang terarah.

7.     Perumusan peningkatan pemasaran hasil produksi. Sebagai upaya untuk menarik minat dunia usaha dan dapat melakukan investasi di kawasan sentra produksi, informasi mengenai peluang pengem-bangannya perlu disebarluaskan.

 

7. PEMBERDAYAAN KOPERASI KOPI RAKYAT (KOBISKOP)

SEBAGAI PENGELOLA KAWASAN INDUSTRI KOPI MINI MILIK MASYARAKAT (KIMBUN KOPI )

 

7.1. PENDAHULUAN

Menghadapi milenium ke tiga, bangsa Indonesia dihadapkan  pada kenyataan bahwa kondisi ekonomi sebagian besar anggota masyarakat  masih sangat memprihatinkan. Sementara itu tantangan terbesar yang juga harus diantisipasi adalah kesiapan masyarakat dalam memasuki era perdagangan bebas dan globalisasi. Terjadinya krisis dan kelangkaan bahan kebutuhan pokok, seperti beras, kopi , minyak dan lainnya, merupakan salah satu wujud dari dampak perdagangan bebas yang sekaligus  menjadi indikasi kekurang-siapan masyarakat dalam menghadapinya.

Krisis “komoditas kopi” beberapa waktu yang lalu dapat berdampak pada gairah petani / masyarakat untuk memproduksi kopi, sehingga  pendapatan riil masyarakat menurun dan pada akhirnya juga akan diikuti oleh pertumbuhan ekonomi yang menurun. Akibat lanjutannya adalah banyak tenaga kerja pedesaan yang kehilangan kesempatan kerja, yang apabila dibiarkan akan memunculkan kerawanan sosial.

Salah satu potensi masyarakat yang belum secara optimal didaya-gunakan adalah lembaga-lembaga sosial-tradisional yang telah mengakar di masyarakat, seperti Koperasi Primer Kopi Rakyat (KOBISKOP) di wilayah sentra produksi kopi, yang didukung oleh Pusat Koperasi Kopi Rakyat di Dati II dan Propinsi, Serta Induk Koperasi kopi Rakyat di tingkat Nasional.

Pada saat ini terdapat banyak KOBISKOP dengan berbagai sekala usaha dan tingkat perkembangan yang berbeda-beda. Beberapa perihal penting yang dihadapi KOBISKOP saat ini adalah sebagai berikut :

a.   Masih adanya kebijakan pemerintah yang belum sepenuhnya memihak kepada kepentingan koperasi kopi rakyat dan petani kopi rakyat. Hal ini mengakibatkan lemahnya “bargaining power” koperasi dalam bertransaksi dengan Pabrik Kopi.

b.   Masih terlalu banyaknya kebijakan pemerintah yang ikut mengendalikan “agribisnis kopi rakyat” sehingga mengakibatkan berbagai bentuk distorsi yang merugikan petani kopi

c.   Lemahnya dukungan permodalan dari lembaga keuangan formal / sistem per-bankan kepada KOBISKOP

d.   Masih adanya kebijakan distribusi/ tata niaga kopi yang berdampak negatif kepada petani kopi.

 

Oleh karena itu, lembaga KOBISKOP milik masyarakat ini  perlu segera lebih diberdayakan dengan pertimbangan rasional sebagai berikut:

1.    Lembaga KOBISKOP (dengan segala fasilitasnya) yang sudah tersebar di sentra produksi merupakan infrastruktur yang sudah tersedia sebagai sarana dalam rangka mengembangkan aspek sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya. Sehingga pemerintah tidak memerlukan program dan biaya untuk membangun sarana fisik yang baru dalam upaya mengatasi krisis kopi.

2.    Sebagian besar penduduk pedesaan sentra produksi kopi Kabupaten Malang merupakan kelompok-kelompok tani produktif dengan basis pertanian kopi rakyat sebagai usahanya. Kelompok-kelompok masyarakat tersebut memiliki kepentingan ekonomi yang sama dan pada umumnya telah membina rasa kebersamaan untuk mengatasi masalah mereka. Sehingga dengan pilihan program-program terobosan yang tepat sasaran dan tepat guna dapat mempercepat gerak roda perekonomiam di tingkat bawah (grass-roots).

3.    Dengan pilihan program pemberdayaan yang tepat, fungsi KOBISKOP dapat ditingkatkan dari sebatas “simpan pinjam” menjadi pusat kegiatan perekonomian (center of economic activities) masyarakat di sekitarnya. Peningkatan peranan ini sekaligus membuka peluang bagi para tenaga terampil terdidik (ex tenaga kerja yang PHK) untuk diperan-sertakan dalam memberdayakan ekonomi rakyat. Dengan demikian, tenaga terampil terdidik diberdayakan untuk berperan dalam pengembagan kewira-usahaan dan kegiatan-kegiatan agribisnis kopi rakyat bersama masyarakat.

4.    Pada sebagian KOBISKOP juga telah tumbuh dan berkembang unit usaha WASERDA yang melayani saprodi dan kebutuhan bahan pokok masyarakat. Selain itu juga telah berkembang unit usaha “Lembaga Keuangan” khusus bagi kelompok petani kopi. Sebagai lembaga keuangan alternatif keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat pedesaan, terutama untuk memerangi praktek  para rentenir.

5.    Sejalan dengan upaya Pemerintah untuk membangun sistem produksi kopi dan jaringan distribusi kopi dalam rangka menghindari kelangkaan akibat ulah para spekulan menimbun barang, maka keberadaan KOBISKOP dapat diberdayakan sebagai pengelola KIMBUN KOPI .

 

Berdasarkan pertimbangan sebagaimana diuraikan di atas, maka dipandang sangat urgen dan relevan untuk diupayakan Program “Pemberdayaan KOBISKOP sebagai Lembaga Ekonomi Rakyat yang Mengakar dan Mandiri, serta layak mengelola KIMBUN KOPI ”.

Program seperti ini merupakan salah satu bentuk investasi masyarakat yang berkelanjutan melalui POLA MODAL KOBISKOP diharapkan dapat menimbulkan efek rambatan pada tumbuh dan berkembangnya kegiatan ekonomi rakyat sesuai dengan potensi  ekonomis di wilayah sekitarnya.

Sasaran pemberdayaan selanjutnya  adalah agar dapat memperluas dan meningkatkan nilai tambah (value added) dan kesempatan kerja (employment generation) di berbagai sektor riil lainnya yang mempunyai keterkaitan dengan agribisnis kopi rakyat.

 

7.2.  TUJUAN DAN  PRINSIP

 

7.2.1. Tujuan

a. Jangka Pendek

(1).     Ikut menggerakkan roda perekonomian rakyat pada tingkat akar rumput (grass – roots)

(2).     Memberdayakan KOBISKOP di wilayah sentra produksi kopi rakyat Kabupaten Malang dengan dukungan investasi sosial-masyarakat untuk menerapkan MODEL TIGA RODA (Unit usaha KSP kopi rakyat, Unit usaha PGM, dan Unit usaha Jasa-jasa penunjang) untuk mempermudah akses terhadap peluang-peluang bisnis perkopian dan perkopian.

(3).     Memberdayakan KOBISKOP dengan dukungan Kredit Semi-Komersial guna membantu memperlancar Produksi dan distribusi kopi dan ikut melindungi kepentingan petani kopi dan masyarakat luas,

(4).     Mengembangkan mekanisme kemitraan yang “adil” di antara CLUSTER yang terkait dalam KIMBUN KOPI .

 

b. Jangka panjang

 

(1).     Ikut membangun sistem produksi dan jaringan distribusi kopi nasional yang lebih adil, komplementer dengan Industri Kopi yang ada

(2).     Meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat melalui pembinaan dan pemberdayaan lembaga-lembaga tradisional yang telah mengakar, terutama yang terkait dengan KOBISKOP yang telah ada.

(3).     Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan lapangan berusaha yang dapat diakses langsung oleh masyarakat  pedesaan.

 

 

7.2.2. Kelompok sasaran

 

a.    Kelembagaan KOBISKOP, dan lembaga sosial-ekonomi tradisioanl di pedesaan yang berkaitan dengna agribisnis kopi

b.    Warung pengecer bahan pokok, baik milik perorangan, kelompok (pra koperasi), maupun waserda milik koperasi untuk diberdayakan / dikembangkan usahanya yang berkaitan dengan agribisnis kopi rakyat dan distribusi kopi.

d.    Pengusaha dan Pedagang, baik perorangan maupun kelompok, terutama yang bergerak di bidang agribisnis kopi dan distribusi kopi untuk diberdayakan sehingga pada gilirannya dapat membantu memperlancar sistem produksi dan distribusi kopi.

e.    Tenaga Kerja Terampil (yang nganggur musiman) untuk dilatih dan ditempatkan sebagai pendamping dan atau tenaga profesional / pengelola lembaga keuangan koperasi, industri kopi mini atau lembaga pemasaran kopi.

 

7.2.3. Prinsip-prinsip pemberdayaan

 

a.    Pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community based development) terutama pada tingkat “akar rumput” (grass roots)

b.    Keberlanjutan (sustainability) dalam mendukung PDRB dan PAD

c.    Peran serta aktif masyarakat (participatory process).

d.    Komitmen penuh pemerintah dengan keterlibatan minimal (fully committed, but less involvement).

 

7.2.4. Prinsip-prinsip pendanaan

a.  Efisiensi, efektivitas (cost effectiveness), transparansi, dan accountability.

b.  Block grant langsung kepada kelompok tani / kelembagaan yang betul-betul memerlukan (intended beneficiaries).

c.  Sebagian besar berupa modal kerja bagi KOBISKOP yang diteruskan kepada POKTANI sebagai kredit dengan pendampingan (supervised credit).

d.  Kredit Semi komersial untuk membeli kopi dari PGM dan untuk mendukung kegiatan pelelangan kopi dan/atau pendistribusian kopi mini.

 

 

Contoh Karya Ilmiah ‘Hutan Mangrove’ – UNIB

KARYA ILMIAH

UPAYA PELESTARIAN HUTAN MANGROVE
BERDASARKAN PENDEKATAN MASYARAKAT

Disusun Oleh
Meika Rizka

JURUSAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2010

UPAYA PELESTARIAN HUTAN MANGROVE BERDASARKAN
PENDEKATAN MASYARAKAT

I. PENDAHULUAN

Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis karena merupakan wilayah interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut yang memiliki sifat dan ciri yang unik, dan mengandung produksi biologi cukup besar serta jasa lingkungan lainnya. Kekayaan sumber daya yang dimiliki wilayah tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan secara langsung atau untuk meregulasi pemanfaatannya karena secara sektoral memberikan sumbangan yang besar dalam kegiatan ekonomi misalnya pertambangan, perikanan, kehutanan, industri, pariwisata dan lain-lain.
Wilayah pesisir merupakan ekosistem transisi yang dipengaruhi daratan dan lautan, yang mencakup beberapa ekosistem, salah satunya adalah ekosistem hutan mangrove. Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan penting di wilayah pesisir dan kelautan. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan (nursery ground) berbagai macam biota, penahan abrasi pantai, amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah interusi air laut, hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis yang tinggi seperti sebagai penyedia kayu, obat-obatan, alat dan teknik penangkapan ikan.
Hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir dan lautan yang sangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup, namun sudah semakin kritis ketersediaannya. Di beberapa daerah wilayah pesisir di Indonesia sudah terlihat adanya degradasi dari hutan mangrove akibat penebangan hutan mangrove yang melampaui batas kelestariannya. Hutan mangrove telah dirubah menjadi berbagai kegiatan pembangunan seperti perluasan areal pertanian, pengembangan budidaya pertambakan, pembangunan dermaga dan lain sebagainya. Hal seperti ini terutama terdapat di Aceh, Sumatera, Riau, pantai utara Jawa, Sulawesi Selatan, Bali, dan Kalimantan Timur. Kegiatan pembangunan tidak perlu merusak ekosistem pantai dan hutan mangrovenya, asalkan mengikuti penataan yang rasional, yaitu dengan memperhatikan segi-segi fungsi ekosistem pesisir dan lautan dengan menata sempadan pantai dan jalur hijau dan mengkonservasi jalur hijau hutan mangrove untuk perlindungan pantai, pelestarian siklus hidup biota perairan pantai (ikan dan udang, kerang, penyu), terumbu karang, rumput laut, serta mencegah intrusi air laut. Salah satunya model pendekatan pengelolaan sumberdaya alam termasuk didalamnya adalah sumberdaya hutan mangrove adalah pendekatan pengelolaan yang berbasis masyarakat. Selama ini, kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dikontrol kuat oleh negara yang pengelolaannya selalu didelegasikan kepada pengusaha besar, jarang kepada rakyat kecil. Pemerintah sepertinya kurangpercaya bahwa rakyat mampu mengelola sumberdaya alam yang ada di lingkungannya (Sallatang dalam Golar, 2002). Berdasarkan hal di atas, maka makalah ini mencoba menguraikan bagaimana pemulihan mangrove berdasarkan pendekatan kepada masyarakat yang berada di kawasan ekosistem mengrove.

II. TINJAUAN MENGENAI EKOSISTEM MANGROVE
1. Definisi Mangrove
Mangrove berasal dari kata mangal yang menunjukkan komunitas suatu tumbuhan (Odum. 1983). Di Suriname, kata mangro pada mulanya merupakan kata yang umum dipakai untuk jenis Rhizophora mangle (Karsten 1890 dalam Chapman 1976). Di Portugal, kata mangue digunakan untuk menunjukkan suatu individu pohon dan kata mangal untuk komunitas pohon tersebut. Di Perancis, padanan yang digunakan untuk mangrove adalah kata menglier. MacNae (1968) menggunakan kata mangrove untuk individu tumbuhan dan mangal untuk komunitasnya. Di lain pihak, Tomlinson (1986) dalam Wightman (1989) menggunakan kata mangrove baik untuk tumbuhan maupun komunitasnya, dan Davis (1940) dalam Walsh (1974) menyebutkan bahwa kata mangrove merupakan istilah umum untuk pohon yang hidup di daerah yang berlumpur, basah dan terletak di perairan pasang surut daerah tropis. Meskipun terdapat perbedaan dalam penggunaan kata, Mepham dan Mepham (1985)dalam Wightman (1989) menyatakan bahwa pada umumnya tidak perlu dikacaukan dalam penggunaan kontekstual dari kata-kata tersebut.
Beberapa ahli mengemukakan definisi hutan mangrove, seperti Soerianegara dan Indrawan (1982) menyatakan bahwa hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daerah teluk dan di muara sungai yang dicirikan oleh: (1) tidak terpengaruh iklim; (2) dipengaruhi pasang surut; (3) tanah tergenang air laut; (4) tanah rendah pantai; (5) hutan tidak mempunyai struktur tajuk; (6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri atas api-api (Avicenia Sp), pedada (Sonneratia), bakau (Rhizophora Sp), lacang (Bruguiera Sp), nyirih (Xylocarpus Sp), nipah (Nypa Sp) dan lain-lain.
Kusmana (2002), mengemukakan bahwa mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang pada saat pasang naik dan bebas dari genangan pada saat pasang rendah. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove.Menurut Steenis (1978), yang dimaksud dengan “mangrove” adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut.
Nybakken (1988), menyatakan hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa species pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove disebut juga “Coastal Woodland” (hutan pantai) atau “Tidal Forest” (hutan surut)/hutan bakau, yang merupakan formasi tumbuhan litoral yang karakteristiknya terdapat di daerah tropika (Saenger,1983)
2. Fungsi dan Manfaat Hutan mangrove
Saenger (1983); Salim (1986); dan Naamin (1990) menyatakan bahwa fungsi ekosistem mangrove mencakup: fungsi fisik; menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut (abrasi) dan intrusi air laut; dan mengolah bahan limbah. Fungsi biologis ; tempat pembenihan ikan, udang, tempat pemijahan beberapa biota air; tempat bersarangnya burung; habitat alami bagi berbagai jenis biota. Fungsi ekonomi sebagai sumber bahan bakar (arang kayu bakar), pertambakan, tempat pembuatan garam, dan bahan bangunan. Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun secara bersama dengan ekosistem padang lamun dan terumbu karang berperan penting dalam stabilisasi suatu ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun secara biologis, disamping itu, ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi (misal, mangrove di Indonesia terdiri atas 157 jenis tumbuhan tingkat tinggi dan rendah, 118 jenis fauna laut dan berbagai jenis fauna darat (Kusmana, 2002). Ekosistem mangrove juga merupakan perlindungan pantai secara alami untuk mengurangi resiko terhadap bahaya tsunami. Hasil penelitian yang dilakukan di Teluk Grajagan, Banyuwangi, Jawa Timur, menunjukkan bahwa dengan adanya ekosistem mangrove telah terjadi reduksi tinggi gelombang sebesar 0,7340, dan perubahan energi gelombang sebesar (E) = 19635.26 joule (Pratikto dkk., 2002). Karena karakter pohon mangrove yang khas, ekosistem mangrove berfungsi sebagai peredam gelombang dan badai, pelindung abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen. Disamping itu, ekosistem mangrove juga merupakan penghasil detritus dan merupakan daerah asuhan (nursery ground), daerah untuk mencari makan (feeding ground), serta daerah pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut lainnya. Juga sebagai pemasok larva ikan, udang, dan sebagai tempat pariwisata. Menurut Hardjosento (1981) dalam Saenger (1983), hasil dari hutan mangrove dapat berupa kayu, bahan bangunan, chip, kayu bakar, arang kulit kayu yang menghasilkan tanin (zat penyamak) dan lain-lain. Selanjutnya Saenger, (1983) juga merinci hasil-hasil produk dari ekosistem hutan mangrove berupa :
a. Bahan bakar; kayu bakar, arang dan alkohol.
b. Bahan bangunan; balok perancah, bangunan, jembatan, balok rel kereta api,
pembuatan kapal, tonggak dan atap rumah. Tikar bahkan pagar pun menggunakan jenis yang berasal dari hutan mangrove.
c. Makanan; obat-obatan dan minuman, gula alkohol, asam cuka, obat- obatan.
d. Perikanan; tiang-tiang untuk perangkap ikan, pelampung jaring, pengeringan ikan, bahan penyamak jaring dan lantai.
e. Pertanian, makanan ternak, pupuk dsb.
f. Produksi kertas; berbagai macam kertas
Hutan mangrove merupakan sumber daya alam daerah tropis yang mempunyai manfaat ganda baik dari aspek sosial ekonomi maupun ekologi. Besarnya peranan ekosistem hutan mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan baik yang hidup di perairan, di atas lahan maupun di tajuk- tajuk pohon mangrove atau manusia yang bergantung pada hutan mangrove tersebut (Naamin, 1991). Manfaat ekonomis diantaranya terdiri atas hasil berupa kayu (kayu bakar, arang, kayu konstruksi) dan hasil bukan kayu (hasil hutan ikutan dan pariwisata). Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindungan baik bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya :
• Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang
• Pengendali intrusi air laut
• Habitat berbagai jenis fauna
• Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak berbagai
jenis ikan dan udang
• Pembangun lahan melalui proses sedimentasi
• Pengontrol penyakit malaria
• Memelihara kualitas air (meredukasi polutan, pencemar air)
• Penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi disbanding tipe hutan lain.
Lebih lanjut Dinas Perikanan Provinsi Jawa Timur (1994), menyatakan bahwa ekosistem hutan mangrove mempunyai peranan dan fungsi penting yang dapat mendukung kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung, adalah sebagai berikut
1. Fungsi ekologis ekosistem hutan mangrove menjamin terpeliharanya:
a. Lingkungan fisik, yaitu perlindungan pantai terhadap pengikisan oleh ombak dan angin, pengendapan sedimen, pencegahan dan pengendalian intrusi air laut ke wilayah daratan serta pengendalian dampak pencemaran air laut.
b. Lingkungan biota, yaitu sebagai tempat berkembang biak dan berlindung biota perairan seperti ikan, udang, moluska dan berbagai jenis reptil serta jenis-jenis burung serta mamalia. c. Lingkungan hidup daerah di sekitar lokasi (khususnya iklim makro).

2. Fungsi Sosial dan ekonomis, yaitu sebagai:
a. Sumber mata pencaharian dan produksi berbagai jenis hasil hutan dan
hasil hutan ikutannya.
b. Tempat rekreasi atau wisata alam.
c. Obyek pendidikan, latihan dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Secara garis besar ekosistem hutan mangrove mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi ekologis dan fungsi sosial ekonomi Dahuri (2004).
Fungsi ekologis ekosistem hutan adalah sebagai berikut :
a. Dalam ekosistem hutan mangrove terjadi mekanisme hubungan antara ekosistem mangrove dengan jenis-jenis ekosistem lainnya seperti padang lamun dan terumbu karang.
b. Dengan sistem perakaran yang kokoh ekosistem hutan mangrove mempunyai kemampuan meredam gelombang, menahan lumpur dan melindungi pantai dari abrasi, gelombang pasang dan taufan.
c. Sebagai pengendalian banjir, hutan mangrove yang banyak tumbuh di daerah estuaria juga dapat berfungsi untuk mengurangi bencana banjir.
d. Hutan mangrove dapat berfungsi sebagai penyerap bahan pencemar (environmental service), khususnya bahan-bahan organic.
e. Sebagai penghasil bahan organik yang merupakan mata rantai utama dalam jaring-jaring makanan di ekosistem pesisir, serasah mangrove yang gugur dan jatuh ke dalam air akan menjadi substrat yang baik bagi bakteri dan sekaligus berfungsi membantu proses pembentukan daun-daun tersebut menjadi detritus. Selanjutnya detritus menjadi bahan makanan bagi hewan pemakan seperti : cacing, udang-udang kecil dan akhirnya hewan-hewan ini akan menjadi makanan larva ikan, udang, kepiting dan hewan lainnya.
f. Merupakan daerah asuhan (nursery ground) hewan-hewan muda (juvenile stage) yang akan bertumbuh kembang menjadi hewan-hewan dewasa dan juga merupakan daerah pemijahan (spawning ground) beberapa perairan seperti udang, ikan dan kerang-kerangan.

3. Kondisi Mangrove di Indonesia
Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. Kekhasan ekosistem mangrove Indonesia adalah memiliki keragaman jenis yang tertinggi di dunia. Sebaran mangrove di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan dan Papua. Luas penyebaran mangrove terus mengalami penurunan dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982 menjadi sekitar 3,24 juta hektar pada tahun 1987, dan tersisa seluas 2,50 juta hektar pada tahun 1993. Kecenderungan penurunan tersebut mengindikasikan bahwa terjadi degradasi hutan mangrove yang cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar/tahun. Hal tersebut disebabkan oleh kegiatan konversi menjadi lahan tambak, penebangan liar dan sebagainya (Dahuri, 2002). Indonesia memiliki vegetasi hutan mangrove yang keragaman jenis yang tinggi. Jumlah jenis yang tercatat mencapai 202 jenis yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas. Terdapat sekitar 47 jenis vegetasi yang spesifik hutan mangrove. Dalam hutan mangrove, paling tidak terdapat salah satu jenis tumbuhan mangrove sejati, yang termasuk ke dalam empat famili: Rhizoporaceae (Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus). Pohon mangrove sanggup beradaptasi terhadap kadar oksigen yang rendah, terhadap salinitas yang tinggi, serta terhadap tanah yang kurang stabil dan pasang surut (Kusmana, 2002). Ekosistem mangrove terdiri dari hutan atau vegetasi mangrove yang merupakan komunitas pantai tropis. Secara umum, karakteristik habitat hutan mangrove tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung, dan/atau berpasir. Daerah habitat mangrove tergenang air laut secara berkala, setiap hari, atau pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove. Hutan mangrove menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat serta terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Habitat hutan mangrove memiliki air bersalinitas payau (2-22 bagian per mil) hingga asin (mencapai 38 bagian permil). Hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, dan daerah pantai yang terlindung.

III. PENYEBAB RUSAKNYA EKOSISTEM MANGROVE
Seperti kita ketahui, hutan mangrove merupakan tipe ekosistem peralihan darat dan laut yang mempunyai multi fungsi, yaitu selain sebagai sumberdaya potensial bagi kesejahteraan masyarakat dari segi ekonomi, sosial juga merupakan pelindung pantai dari hempasan ombak. Oleh karena itu dalam usaha pengembangan ekonomi kawasan mangrove seperti pembangkit tenaga listrik, lokasi rekreasi, pemukiman dan sarana perhubungan serta pengembangan pertanian pangan, perkebunan, perikanan dan kehutanan harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan kelestarian sumber daya wilayah pesisir. Pertumbuhan penduduk yang pesat menyebabkan tuntutan untuk mendayagunakan sumberdaya mangrove terus meningkat. Secara garis besar ada dua faktor penyebab kerusakan hutan mangrove, yaitu :
1. Faktor manusia
yang merupakan faktor dominan penyebab kerusakan hutan mangrove dalam hal pemanfaatan lahan yang berlebihan.
2. Faktor alam, seperti : banjir, kekeringan dan hama penyakit, yang merupakan faktor penyebab yang relatif kecil (Tirtakusumah, 1994).
Faktor-faktor yang mendorong aktivitas manusia untuk memanfaatkan hutan mangrove dalam rangka mencukupi kebutuhannya sehingga berakibat rusaknya hutan (Perum Perhutani 1994), antara lain : a. Keinginan untuk membuat pertambakan dengan lahan yang terbuka dengan harapan ekonomis dan menguntungkan, karena mudah dan murah. b. Kebutuhan kayu bakar yang sangat mendesak untuk rumah tangga, karena tidak ada pohon lain di sekitarnya yang bisa ditebang. c. Rendahnya pengetahuan masyarakat akan berbagai fungsi hutan mangrove. d. Adanya kesenjangan sosial antara petani tambak tradisional dengan pengusaha tambak modern, sehingga terjadi proses jual beli lahan yang sudah tidak rasional. Tekanan pada ekosistem mangrove yang berasal dari dalam, disebabkan karena pertumbuhan penduduk dan yang dari luar sistem karena reklamasi lahan dan eksploitasi mangrove yang makin meningkat telah menyebabkan perusakan menyeluruh atau sampai tingkat-tingkat kerusakan yang berbeda-beda. Dibeberapa tempat ekosistem mangrove telah diubah sama sekali menjadi ekosistem lain. Terdapat ancaman yang semakin besar terhadap daerah mangrove yang belum diganggu dan terjadi degradasi lebih lanjut dari daerah yang mengalami tekanan baik oleh sebab alami maupun oleh perbuatan manusia (UNDP/UNESCO 1984).
Menurut Soesanto dan Sudomo (1994) Kerusakan ekosistem mangrove dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain :
1. Kurang dipahaminya kegunaan ekosistem mangrove.
2. Tekanan ekonomi masyarakat miskin yang bertempat tinggal dekat
atau sebagai bagian dari ekosistem mangrove.
3. Karena pertimbangan ekonomi lebih dominan daripada pertimbangan
lingkungan hidup.
Menurut Sugandhy (1994) beberapa permasalahan yang terdapat di kawasan hutan mangrove yang berkaitan dengan upaya kelestarian fungsinya adalah :
1. Pemanfaatan Ganda Yang Tidak Terkendali Pemanfaatan ganda antar berbagai sektor dan Penggunaan sumberdaya yang berlebihan telah menyebabkan terjadi pengikisan pantai oleh air laut. Sesuai dengan fungsi hutan mangrove sebagai penahan ombak. Di beberapa daerah kawasan pantai hutan mangrove sudah banyak yang hilang sehingga lahan pantai terkikis oleh ombak. Di wilayah Teluk Jakarta pemanfaatan yang ada sekarang saling berkompetisi, seperti perluasan areal pelabuhan, industri, transportasi laut, permukiman dan kehutanan. Demikian juga di Bali, khususnya di kawasan hutan mangrove Suwung, pembangunan landasan udara Ngurah Rai Bali menyebabkan pantai Kuta terabrasi. Pemanfaatan demikian yang kurang menguntungkan ditinjau dari aspek keseimbangan lingkungan, karena dapat menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan wilayah pesisir. Disamping itu, pengelolaan hutan mangrove belum berkembang, baik dalam hal silvikultur, sumberdaya manusia, kelembagaan, perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasannya. Akibatnya banyak terjadi perusakan hutan mangrove seperti penebangan yang tidak terkendali, sehingga pemanfaatannya melampaui kemampuan sumberdaya alam untuk meregenerasi.
2. Permasalahan Tanah Timbul Akibat Sedimentasi Yang Berkelanjutan
Di daerah muara sungai banyak dijumpai tanah timbul karena endapan lumpur yang terus-menerus terbawa dari daerah hulu sungai. Permasalahan utama yang muncul adalah tentang status tanah timbul tersebut. Karena lokasinya umumnya berdekatan dengan lahan kehutanan, maka sering terjadi status penguasaannya langsung menjadi kawasan hutan, walaupun oleh masyarakat setempat dimanfaatkan untuk kepentingan mereka, tanpa mengindahkan status tanahnya. Hal ini sering menimbulkan konflik penguasaan. Contoh : kasus kawasan di Segara Anakan, dan kawasan Pantura Jawa, kawasan Sulawesi Selatan dan lain-lain.
3. Konversi Hutan Mangrove,
Hampir semua bentuk pemanfaatan lahan di wilayah pesisir berasal dari konversi hutan mangrove. Hutan mangrove sepanjang pantai utara Jawa, Bali Selatan dan Sulawesi Selatan bagian barat telah dikonversi menjadi kawasan permukiman, tambak, kawasan industri, pelabuhan, lading garam dan lain-lain. Kebanyakan konversi hutan mangrove menjadi bentuk pemanfaatan lain belum banyak ditata berdasarkan kemampuan dan peruntukan pembangunan, sehingga menimbulkan kondisi yang kurang menguntungkan dilihat dari manfaat regional dan nasional. Oleh karena itu pemanfaatan hutan mangrove yang tersisa atau upaya rehabilitasinya harus sesuai dengan potensi dan rencana pemanfaatan yang lainnya dengan mempertimbangkan kelestarian ekosistem, manfaat ekonomi dan penguasaan teknologi.
4. Permasalahan Sosial Ekonomi
Meningkatkannya pertumbuhan penduduk dan laju pembangunan di wilayah pesisir, khususnya Jawa, Bali, Sulawesi dan Lampung menyebabkan timbulnya ketidak seimbangan antara permintaan kebutuhan hidup, kesempatan dengan persediaan sumber daya alam pesisir yang ada . Upaya pengembangan pertanian intensif (coastal agriculture), dan kegiatan serta kesempatan yang berorientasi kelautan masih terbatas dikembangkan. Di pantai utara Jawa, hampir semua hutan mangrove telah habis dirombak menjadi kawasan pemukiman, perhotelan, tambak dan sawah yang berorientasi kepada ekosistem daratan. Pemanfaatan sumber daya alam wilayah pesisir mestinya tidak hanya terbatas pada hutan mangrove atau tambak saja tapi juga eksploitasi terumbu karang yang telah melampaui batas, sehingga sulit dapat pulih kembali. Hal ini terjadi di Bali Selatan, pantai utara Jawa Tengah.
5. Permasalahan Kelembagaan dan Pengaturan Hukum Kawasan Pesisir dan Lautan
Sering terjadi tumpang tindih, konflik dan ketidakjelasan kewenangan antara instansi sektoral pusat dan daerah. Hal tersebut menyebabkan simpang siur tanggung jawab dan prosedur perizinan untuk kegiatan pembangunan pesisir dan lautan. Contahnya seperti pembukaan lahan di kawasan pesisir, usaha penggalian pasir laut, reklamasi, penangkapan ikan dan pengambilan terumbu karang dan lain-lain. Akibat tersebut menyebabkan terus meningkatnya perusakan ekosistem kawasan pesisir dan lautan khususnya kawasan hutan mangrove.
6. Permasalahan Informasi Kawasan Pesisir Keberadaan data dan informasi serta ilmu pengetahuan teknologi yang berkaitan dengan tipologi ekosisitem pesisir Keanekaragaman hayati, lingkungan sosial budaya, peluang ekonomi dan peran serta keluarga, sumber daya hutan mangrove masih terbatas sehingga belum dapat mendukung penataan ruang kawasan pesisir, pembinaan dalam pemanfaatan secara lestari, perlindungan kawasan serta rehabilitasinya.

IV. UPAYA PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE
Ekosistem mangrove yang rusak dapat dipulihkan dengan cara restorasi/rehabilitasi. Restorasi dipahami sebagai usaha mengembalikan kondisi lingkungan kepada kondisi semula secara alami. Campur tangan manusia diusahakan sekecil mungkin terutama dalam memaksakan keinginan untuk menumbuhkan jenis mangrove tertentu menurut yang dipahami/diingini manusia. Dengan demikian, usaha restorasi semestinya mengandung makna memberi jalan/peluang kepada alam untuk mengatur/memulihkan dirinya sendiri. Kita manusia pelaku mencoba membuka jalan dan peluang serta mempercepat proses pemulihan terutama karena dalam beberapa kondisi, kegiatan restorasi secara fisik akan lebih murah dibanding kita memaksakan usaha penanaman mangrove secara langsung. Restorasi perlu dipertimbangkan ketika suatu sistem telah berubah dalam tingkat tertentu sehingga tidak dapat lagi memperbaiki atau memperbaharui diri secara alami. Dalam kondisi seperti ini, ekositem homeastatis telah berhenti secara permanen dan proses normal untuk suksesi tahap kedua atau perbaikan secara alami setelah kerusakan terhambat oleh berbagai sebab. Secara umum, semua habitat bakau dapat memperbaiki kondisinya secara alami dalam waktu 15 – 20 tahun jika: (1) kondisi normal hidrologi tidak terganggu, dan (2) ketersediaan biji dan bibit serta jaraknya tidak terganggu atau terhalangi. Jika kondisi hidrologi adalah normal atau mendekati normal tetapi biji bakau tidak dapat mendekati daerah restorasi, maka dapat direstorasi dengan cara penanaman. Oleh karena itu habitat bakau dapat diperbaiki tanpa penanaman, maka rencana restorasi harus terlebih dahulu melihat potensi aliran air laut yang terhalangi atau tekanan-tekanan lain yang mungkin menghambat perkembangan bakau (Kusmana, 2005). Dahuri dkk (1996) menyatakan, terdapat tiga parameter lingkungan yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove, yaitu: (1) suplai air tawar dan salinitas, dimana ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam (salinitas) mengendalikan efisiensi metabolik dari ekosistem hutan mangrove. Ketersediaan air tawar tergantung pada (a) frekuensi dan volume air dari system sungai dan irigasi dari darat, (b) frekuensi dan volume air pertukaran pasang surut, dan (c) tingkat evaporasi ke atmosfer. (2) Pasokan nutrien: pasokan nutrient bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling terkait, meliputi input dari ion-ion mineral an-organik dan bahan organik serta pendaurulangan nutrien. Secara internal melalui jaringan-jaringan makanan berbasis detritus (detrital food web).

V. SILVOFISHERY SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PELESTARIAN MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT
Pendekatan teknis yang dilakukan dalam kegiatan Perhutanan Sosial adalah dengan sistem silvofishery (Perum Perhutani,1993). Sistem ini merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah yang cukup efektif dan ekonomis. Aspek keuntungan yang diperoleh dengan model silvofishery ini antara lain dapat meningkatkan lapangan kerja (aspek sosial), dapat mengatasi masalah pangan dan energi (aspek ekonomi) serta kestabilan iklim mikro dan konservasi tanah (aspek ekologi).Pola ini dipandang sebagai pola pendekatan teknis yang dianggap cukup baik, karena selain petani dapat memanfaatkan lahan untuk kegiatan pemeliharaan ikan, pihak Perum Perhutani secara tidak langsung menjalin hubungan kerja sama yang saling menguntungkan. Pola silvofishery yang digunakan adalah pola komplangan (Gambar 1) dan empang parit (Gambar 2) (Perum Perhutani, 1994; Sumarhani, 1994; Amir, dkk, 1994). Perhutanan Sosial yang dilakukan oleh Perum Perhutani merupakan program pembangunan, pemeliharaan dan pengamanan hutan dengan cara mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi- fungsi hutan secara optimal, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus perbaikan lingkungan dan kelestariannya yang pelaksanaannya terbatas dikawasan hutan. Berdasarkan pengertian tersebut diharapkan Perhutanan Sosial dapat memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan tekanan sosial budaya penduduk di sekitar hutan yang berakibat turunnya produktivitas lahan dan fungsihutan maupun kualitas lingkungan biofisik di sekitarnya.
Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 60.2/Kpts/DIR/1988 merupakan Pedoman Pelaksanaan Perhutanan Sosial. Penggarap empang dianggap sebagai mitra sejajar dalam pembangunan hutan atas dasar saling menguntungkan. Perhutanan Sosial merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan pola agroforestry. Agroforestry merupakan suatu alternatif yang cukup efektif dalam upaya untuk menyatukan kepentingan antara kehutanan dengan masyarakat sekitar hutan, khususnya Kelompok Tani Hutan sehingga terjalin hubungan mitra pembangunan yang harmonis yang saling menguntungkan. Dalam system agroforestry, penggunaan lahan pada dasarnya dititikberatkan pada salah satu usaha tanaman pangan, peternakan atau kehutanan (Setiawan 1991). Jika tanaman kehutanan dikombinasikan dengan pertambakan ikan atau udang disebut silvofishery. Tujuan kegiatan Perhutanan Sosial di hutan mangrove ini sama halnya dengan di kawasan hutan produksi, yaitu : untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan memelihara ekosistem hutan mangrove. Hal ini dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan teknis dan non teknis.

Gambar 1. Pola Komplangan

1. Pendekatan Teknis
Keterangan :
a. pintu air 2 buah (pintu masuk dan keluar)
b. tanggul pemisah
c. areal bertegakan hutan dengan pasang surut bebas
d. empang pemeliharaan ikan
Keuntungan
– cahaya matahari yang menyinarinya cukup baik
– dapat diterapkan budidaya semi intensif
– perkembangan hutan dan ikan tidak saling menghambat
Hambatan :
– membutuhkan biaya investasi untuk pembuatan empang

Gambar 2 Pola empang parit
Keterangan :
a. pintu air untuk pemeliharaan ikan
b. saluran air pasang surut bebas untuk hutan
c. empang tempat pemeliharaan ikan lebar maksimum 5 meter
d. areal tegakan hutan dengan pasang surut bebas
e. tanggul
Keuntungan :
– cahaya matahari yang menyinari cukup baik
– biaya penyempurnaan empang parit dapat dilaksanakan secara bertahap setiap pemeliharaan
Hambatan :
– pemeliharaan ikan kurang terintegrasi
– lebar parit terbatas sehingga cahaya matahari yang menyinari tidak cukup
banyak

2. Pendekatan Non Teknis
Dalam melaksanakan pendekatan non teknis ini perlu dibentuk suatu organisasi penggarap kawasan hutan ialah “Kelompok Tani Hutan” (KTH), dimana para petani penggarap membangun hutan mangrove bersama-sama dengan kelompoknya dan membentuk program kerja yang akan di laksanakannya. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, perlu adanya pembentukan organisasi dan tanggung jawab masing-masing seksi dari kelompok tani hutan. KTH ini perlu pula dilengkapi dengan koperasi sebagai wadah penyediaan sarana produksi pertanian atau sarana pengolahan hasil. Untuk mempermudah pembinaan petani empang parit, para petani dikelompokkan dalam wadah Kelompok Tani Hutan (KTH) dan diberikan penyuluhan secara intensif. Tugas dari Kelompok Tani Hutan (KTH) antara lain :
1. Melaksanakan tanaman hutan disetiap lokasi garapan masing-masing.
2. Ikut menerbitkan pemukiman/perambah dalam kawasan hutan mangrove
3. Gotong royong memperbaiki saluran air yang dangkal untuk memperlancar pasang surut air laut dan aliran sungai
4. Secara rutin mengadakan pertemuan untuk membahas permasalahan yang dihadapi, diantaranya cara budidaya ikan, udang, kepiting dikawasan hutan mangrove.
5. Disamping itu melakukan usaha koperasi simpan pinjam, pelayanan
saprodi, pemasaran hasil ikan dan pengembangan pengolahan ikan.
Produksi ikan dari silvofishery seluruhnya menjadi hak penggarap
anggota KTH.

VI. PENDEKATAN BUTTOM UP DALAM RANGKA PELESTARIAN HUTAN MANGROVE
Usaha pemulihan ekosistem mangrove di beberapa daerah, baik di pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, maupun Irian Jaya telah sering kita lihat. Upaya ini biasanya berupa proyek yang berasal dari Departemen Kehutanan ataupun dari Pemerintah daerah setempat. Namun hasil yang diperoleh relatif tidak sesuai dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan oleh pemerintah. Padahal dalam pelaksanaannya tersedia biaya yang cukup besar, tersedia tenaga ahli, tersedia bibit yang cukup, pengawasan cukup memadai, dan berbagai fasilitas penunjang yang lainnya. Mengapa hasilnya kurang memuaskan? Salah satu penyebabnya adalah kurangnya peran serta masyarakat dalam ikut terlibat upaya pengembangan wilayah, khususnya rehabilitasi hutan mangrove; dan masyarakat masih cenderung dijadikan obyek, bukan subyek dalam upaya pembangunan (Subing, 1995).
Dalam pelaksanaan pemulihan ekosistem mangrove yang telah terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini dilakukan atas perintah dari atas. Seperti suatu kebiasaan dalam suatu proyek apapun yang namanya rencana itu senantiasa datangnya dari atas; sedangkan bawahan (masyarakat) sebagai ujung tombak pelaksana proyek hanya sekedar melaksanakan perintah atau dengan istilah populer dengan pendekatan top-down (Gambar 3). Pelaksanaan proyek semacam ini tentu saja kurang memberdayakan potensi masyarakat, padahal idealnya masyarakat tersebutlah yang harus berperan aktif dalam upaya pemulihan ekosistem mangrove tersebut, sedangkan pemerintah hanyalah sebagai penyedia dana, pengontrol, dan fasilitator berbagai kegiatan yang terkait. Akibatnya setelah selesai proyek tersebut, yaitu saat dana telah habis tentu saja pelaksana proyek tersebut juga merasa sudah habis pula tanggung jawabnya.
Di sisi lain masyarakat tidak merasa ikut memiliki (sense of belonging tidak tumbuh) hutan mangrove tersebut. Begitu pula, seandainya hutan mangrove tersebut telah menjadi besar, maka masyarakat merasa sudah tidak ada lagi yang mengawasinya, sehingga mereka dapat mengambil atau memotong hutan mangrove tersebut secara bebas. Masyarakat beranggapan bahwa hutan mangrove tersebut adalah milik pemerintah dan bukan milik mereka, sehingga jika masyarakat membutuhkan mereka tinggal mengambil tanpa merasa diawasi oleh pemerintah atau pelaksana proyek. Begitulah pengertian yang ada pada benak masyarakat pesisir yang dekat dengan hutan mangrove yang telah mereka rehabilitasi (Savitri dan Khazali, 1999). Seyogyanya upaya pemulihan ekosistem mangrove adalah atas biaya pemerintah, sedangkan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi keberhasilan dan pemanfaatannya secara berkelanjutan semuanya dipercayakan kepada masyarakat.
Dalam pelaksanaannya kegiatan tersebut dapat juga melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bersama perangkat desa, pemimpin umat, dan lain-lain. Masyarakat pesisir secara keseluruhan perlu mendapat pengertian bahwa hutan mangrove yang akan mereka rehabilitasi akan menjadi milik masyarakat dan untuk masyarakat, khususnya yang berada di daerah pesisir. Dengan demikian semua proses rehabilitasi atau reboisasi hutan mangrove yang dimulai dari proses penanaman, perawatan, penyulaman tersebut dilakukan oleh masyarakat. Melalui mekanisme ini, masyarakat tidak merasa dianggap sebagai “kuli”, melainkan ikut memiliki hutan mangrove tersebut, karena mereka merasa ikut merencanakan penanaman dan lain-lain.
Masyarakat merasa mempunyai andil dalam upaya rehabilitasi hutan mangrove tersebut, sehingga status mereka akan berubah, yaitu bukan sebagai kuli lagi melainkan ikut memilikinya. Dari sini akan tergambar andaikata ada sekelompok orang yang bukan anggota masyarakat yang ikut menaman hutan mangrove tersebut ingin memotong sebatang tumbuhan mangrove saja, maka mereka tentu akan ramai- ramai mencegah atau mengingatkan bahwa mereka menebang pohon tanpa ijin. Ini merupakan salah satu contoh kasus kecil dalam perusakan hutan mangrove yang telah dihijaukan, kemudian dirusak oleh anggota masyarakat lainnya yang bukan anggota kelompoknya. Pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove dengan penekanan pada pemberdayaan masyarakat setempat ini biasa dikenal dengan istilah pendekatan bottom- up (Gambar 4).

Gambar 4. Pendekatan Buttom-up
Menurut Sudarmadji (2001) Hasil dari kegiatan dengan pendekatan bottom up ini akan menjadikan masyarakat enggan untuk merusak hutan mangrove yang telah mereka tanam, sekalipun tidak ada yang mengawasinya; karena masyarakat sadar bahwa kayu yang mereka potong tersebut sebenarnya adalah milik mereka bersama. Tugas pemerintah hanyalah memberikan pengarahan secara umum dalam pemanfaatan hutan mangrove secara berkelanjutan, sebab tanpa arahan yang jelas nantinya akan terjadi konflik kepentingan dalam pengelolaan dalam jangka panjang. Dari sini nampak bahwa pendekatan bottom up relatif lebih baik jika dibandingkan dengan pendekatan top down dalam pelaksanan pemulihan ekosistem, selain itu “pemerintah atau pemilik modal” tidak terlalu berat melakukannya, karena masyarakat dapat berlaku aktif pada proses pelaksanaan pemulihan tersebut, dan pada masyarakat pesisir akan timbul rasa ikut memiliki terhadap hutan mangrove yang telah berhasil mereka hijaukan. Dengan demikian pelaksanaan suatu proyek dengan pendekatan bottom up atau menumbuhkan adanya partisipasi dari anggota masyarakat ini juga sekaligus merupakan proses pendidikan pada masyarakat secara tidak langsung (Savitri dan Khazali, 1999).
DAFTAR PUSTAKA

Bengen, D.G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Bengkulu Utara, Bengkulu. 2004. Jakarta.
Dahuri, R, J. Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.
Dahuri, R. 2002. Integrasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengelolaan Ekosistem mangrove di Jakarta, 6-7 Agustus 2002
Golar, 2002. Presfektif Pengolahan Hutan Berbasis masyarakat: Antara Harapan dan Kenyataa. Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Kolaboratif. Dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Tengah. Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Kusmana, C. 2005. Rencana Rehabilitasi Hutan Mangrove dan Hutan Pantai Pasca Tsunami di NAD dan Nias. Makalah dalam Lokakarya Hutan mangrove Pasca sunami, Medan, April 2005
Barlowe, R. 1978. Land Resource Economics. The Economics of Real Estate. 3rd ed.
Printice-Hall, Inc. NJ.
Departemen Kehutanan. 2001. Eksekutif. Data Strategis Kehutanan. Badan Planologi
Kehutanan. Jakarta.
Dixon, J.A., K.W. Easter. 1986. Economic Analysis at the Watershed Level. In. K.W.
Easter, J.A. Dixon, and M.M. Hufschmidt. Watershed Resources Management.
An Integrated Framework with Studies from Asia and the Pasific. Studies in
Water Policy and Mngt, No. 10. Westview Press and Lond.
Fletcher, J.R., R.G. Gibb. 1992. Land Resource Survey Kandbook for Soil Conservation Planning in Indonesia. Alih Bahasa.
Paimin, E. Savitri, S. Hartati. Pedoman Survai Sumberdaya Lahan Untuk Perencanaan Konservasi Tanah di Indonesia. Cet. Ke-3. Project Report No 2. Sci. Report No.11. MOF-DENGANRLR and DSIR. Hudson, N. 1971. Soil Conservation. BT Basford Ltd.
Shaxson, F. 1999. New Consept and Approach to Land Management in the Tropics with Emphasis on Steeplands. FAO Soil Bul. 75. FAOUN. Rome.

Leaflet Nyamplug/Bintangur

A. Pendahuluan
Bintangur atau yang di sebagian daerah lebih dikenal dengan istilah nyamplung merupakan salah satu jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomis dan prospek yang bagus untuk dibudidayakan.
Bintangur juga dapat dikategorikan sebagai tanaman serbaguna. Selain sebagai tanaman obat, kayu bintangur juga memiliki nilai ekonomi dengan mutu kayu setara dengan meranti. Bintangur kerap dipakai sebagai kayu pertukangan, antara lain untuk kayu lapis serta sebagai bahan baku pembuatan kapal. Belum lagi nilai ekonomis buahnya, di mana dari hasil penelitian menunjukkan bahwa biji buah bintangur telah dijadikan salah satu alternatif pengganti bahan bakar biodiesel.

B. Klasifikasi
Kingdom: Plantae
Subkingdom: Tracheobionta
Super Divisi: Spermatophyta
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Sub Kelas: Dilleniidae
Ordo: Theales
Famili: Clusiaceae
Genus: Calophyllum
Spesies: Calophyllum
inophyllum L.

C. Penyebaran dan Syarat Tumbuh
Bintangur atau nyamplung merupakan tanaman pantai yang tumbuh di daratan dengan ketinggian dari 0 hingga 400 mdpl, tersebar di seluruh kepulauan Indonesia, juga di beberapa negara berpantai seperti negara- negara di Afrika, Madagaskar, India, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Cina.
Di Provinsi Bengkulu, bintangur tumbuh di sepanjang garis pantai yang ada di Bengkulu. Jenis ini memiliki daya tahan yang tinggi terhadap lingkungan, ditemukan dalam jumlah populasi yang besar, dengan kisaran umur yang lama (1-50 tahun), memiliki biji yang banyak, serta berbuah sepanjang tahun terutama pada bulan September – Nopember.
Pohon bintangur dengan tinggi mencapai 20 meter dengan besar batang dapat mencapai 1,5 meter ini hidup mengelompok di kawasan tropis, khususnya di sepanjang pantai. Walaupun besar, pohon ini tidak tegak lurus, banyak cabang pendek. Bila ditanam di luar habitatnya, pada mulanya pohon ini seperti akan tegak lurus. Namun, dalam proses waktu, bintangur akan memperlihatkan karakteristiknya.
Buahnya bulat, berwarna hijau saat masih menempel di tangkainya. Namun, ketika jatuh, warnanya akan berubah menjadi kekuningan, dengan ukuran sedikit lebih besar dari buah lengkeng. Buah kering inilah yang mengandung banyak minyak yang dapat menjawab kelangkaan bahan bakar minyak saat ini. Namun, perlu informasi yang jelas, khususnya kepada anak-anak, karena bila dimakan, bijinya yang mengandung minyak itu akan memabukkan, bahkan dapat menyebabkan kematian.

D. Cara Perbanyakan
Perbanyakan tanaman bintangur dilakukan dengan biji dari buah yang benar-benar sudah tua. Ciri fisik buah bintangur yang sudah tua dapat dilihat dari warnanya yang kekuning-kuningan. Biji dapat diambil dari pohon induk yang berumur kira-kira 15 tahun atau lebih.
Proses pembibitan bintangur dilakukan di persemaian mengikuti tahap-tahap sebagai berikut :
1. Persiapan media tanam yang terdiri dari tanah, pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1 : 1.
2. Sebelum disemai, biji buah bintangur direndam dengan air bersih selama kurang lebih tiga hari tiga malam.
3. Benih langsung disemai dalam bedengan dengan cara dibenamkan pada bedengan yang sudah disiapkan, dengan jarak tanam 15 x 30 cm.
4. Setelah biji ditanam, kemudian ditutup dengan tanah gembur setebal + 10 cm.
5. Pemberian naungan pada bedengan perlu dilakukan untuk menjaga agar sinar matahari tidak langsung mengenai bibit (bibit mendapatkan penyinaran sesuai dengan kebutuhan) sehingga bibit dapat tumbuh secara optimal.
6. Intensitas penyiraman dilakukan setiap 2 hari, dilakukan untuk membantu bibit dapat tumbuh dengan baik.
7. Dalam kondisi normal, biji akan mulai berkecambah pada umur satu bulan dan setelah itu akan muncul tunas.
8. Bibit dapat dipindahkan ke polibag dan disusun di bedengan, dengan komposisi media polibag sama dengan media tanam sebelumnya.
9. Pemeliharaan bibit selama berada di dalam polibag tetap dilakukan, antara lain pemupukan, pembersihan gulma, penyulaman dan penyiraman.
10. Setelah berumur + 6 (enam) bulan, bibit siap ditanam di lapangan.

E. Penanaman
Bibit dari persemaian yang telah siap tanam selanjutnya ditanam pada lahan yang telah dibersihkan. Penanaman sebaiknya dilakukan pada saat hari hujan masih ada, dimaksudkan untuk mencegah bibit yang ditanam mati karena kekeringan.
Kegiatan penanaman bintangur meliputi :
1. Pembersihan calon lokasi penanaman.
2. Pembuatan lubang tanam, dilakukan 4 – 8 minggu sebelum bibit ditanam. Ukuran lubang tanam 50 x 50 x 50 cm.
3. Jarak tanam yang dipergunakan dapat bervariasi, dengan ukuran 2.5 x 2.5 m, 2.5 x 5 m atau 3 x 3 m.
4. Sebelum ditanam, plastik polibag harus dilepas dengan hati-hati agar akar bibit tidak rusak. Selanjutnya bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam dan ditimbun.

F. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan tanaman di lapangan meliputi :
1. Penyiangan
Penyiangan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali pada tahun pertama. Pada tahun kedua dan seterusnya cukup dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dalam setiap tahunnya. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencegah tumbuhnya rumput atau gulma di sekitar tanaman bintangur yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman.
2. Pemupukan
Dilakukan pada awal dan akhir musim hujan, yakni setelah penyiangan.
Jenis dan dosis pupuk disesuaikan dengan kondisi serta tingkat kesuburan tanah.
Cara pemberian pupuk, baik pupuk kompos maupun pupuk buatan yaitu dengan cara disebar merata di sekeliling tanaman tepat di bawah tajuk daun.

BINTANGUR
(Calophyllum inophyllum L.)

BALAI PENGAWASAN DAN SERTIFIKASI
MUTU BENIH KEHUTANAN
DINAS KEHUTANAN PROVINSI BENGKULU

Sumber Dana : DIPA 999 GERHAN 2009

Hello world!

Welcome to WordPress.com. After you read this, you should delete and write your own post, with a new title above. Or hit Add New on the left (of the admin dashboard) to start a fresh post.

Here are some suggestions for your first post.

  1. You can find new ideas for what to blog about by reading the Daily Post.
  2. Add PressThis to your browser. It creates a new blog post for you about any interesting  page you read on the web.
  3. Make some changes to this page, and then hit preview on the right. You can always preview any post or edit it before you share it to the world.